"Makanya, cepat sembuh, cepat cari pacar lo!" ejek Hana diiringi tawa.
"Ya lo bantu cariin dong!"
Kedatangan bibi membawa makanan ringan membuat mereka menghentikan aktifitas ngobrolnya sejenak, "maaf non, ini makanan sama minumannya," ucapnya.
"Makasih ya, bi," ucap Ica.
Bibi mengangguk, langsung permisi meninggalkan tempat mereka bertiga.
Nando melirik ponselnya, "sepertinya gue harus pergi deh, ada urusan kerjaan nih," ucap lelaki itu menatap Ica dan Hana bergantian.
Hana bergelayut manja pada lengan kekasihnya. "Sekalian aku ikut dong, honey. Tadi aku kesini naik taksi. Anterin pulang dulu, ya," pintanya pada Nando.
Ica memutar bola matanya jengah melihat kelakuan Hana. "Dih! Ngapain lo ikut-ikutan pergi."
Sudah cukup lama Hana berada di rumah Ica, dirinya memang ada keperluan lain.
"Gue balik dulu, ya. Besok kesini lagi deh. Cepet sembuh total, ok," ucapnya tersenyum menampakan deretan giginya.
Ica memanyunkan bibirnya. Dirinya memang sudah lebih enakan. Obat yang tadi diminumnya ternyata sangat manjur. "Iya deh,, thanks ya." Ica memeluk tubuh Hana yang dibalas dengan sahabatnya itu.
"Udah lo gak usah nganterin kita!" ucap Hana ketika melihat Ica yang hendak mengantarkannya ke pintu utama.
"Gapapa, ini gue emang beneran udah enakan kok. Sekalian ada yang mau diambil dibawah," ujar Ica langsung bergandengan dengan Hana, diikutin oleh Nando.
"Bye.." Ica melambaikan tangannya pada sahabatnya yang kini berlalu meninggalkan halaman rumahnya.
"Udah mendingan? kok malah jalan-jalan, bukannya tetap tidur," ucap seorang laki-laki yang berhasil membuatnya kaget.
Ica melirik sekilas, tanpa ingin menjawabnya, dia langsung berlalu meninggalkan lelaki itu.
Ica terus berjalan kembali ke lantai atas, tanpa menghiraukan laki-laki tadi yang terus mengekornya.
"Hey, saya nanya kenapa gak jawab? Gak sopan itu," ucapnya dengan lembut.
Ica yang hendak membuka pintu kamarnya berhenti sejenak, "lebih gak sopan mana sama cowok yang tiba-tiba ninggalin pacarnya, terus malah nikah sama ibu dari ceweknya." Ica menatap nyalang wajah Kenan.
Kenan yang memang dari kemarin berusaha ingin menjelaskan, tetapi seolah momennya terasa kurang tepat. Kini dirinya membalas tatapan Ica.
Ditariknya dengan pelan lengan gadis itu menuju ke tempat yang menurutnya enak untuk dijadikan tempat ngobrol.
Rooftop menjadi pilihannya saat ini. Perlahan Kenan menuntun Ica untuk duduk di kursi yang ada ditempat itu. Namun Ica menolak, dia tetap berdiri menghadap ke arah lain.
"Oke, saya mau jelaskan semua kejadiannya." Kenan hendak memegangi lengan Ica.
"Jadi kalian disini," ucap seorang wanita yang kini berjalan kearah keduanya.
Kenan menghembuskan nafasnya kasar, lagi-lagi usahanya untuk menjelaskan kepada Ica gagal. Sepertinya takdir memang sudah mengharuskan dirinya untuk terus dibenci gadis itu. Namun Kenan tetap bertekad, bahwa dirinya akan terus berusaha ada disamping gadis itu. Menjadi penyelamat, sekaligus memastikan kalau Ica selalu bahagia. Karena kebahagiaan Ica adalah salah satu alasan Kenan tetap bertahan.
"Hai mam," Ica tersenyum menyambut kedatangan ibu sambungnya.
Monika memeluk tubuh Ica, "udah mendingan ya?" tanyanya, menempelkan telapak tangannya di kening Ica. Memastikan keadaan anaknya itu.
"Maaf ya tadi mami ninggalin kamu, tapi mami bawakan kue kesukaan kamu tuh dibawah," imbuhnya kemudian menampilkan wajah bersalahnya.
"Iya kok, gak apa-apa mam. Makasih ya kuenya," jawabnya pelan.
Monika beralih menatap Kenan, "Maaf juga ya, gara-gara saya nyuruh kamu jagain Ica, jadinya kamu gak bisa ngajar," ucapnya.
"Oh, jadi Kenan ada di rumah karena disuruh Monika," ucap Ica dalam hati.
"Dulu merebut, sekarang menyerahkan. Oke, kita lihat aja nanti. Akan ku ambil semua yang seharusnya memang jadi milikku," imbuhnya kemudian masih berbicara dalam hatinya.
Kenan tersenyum pada istrinya, "ga papa kok, memang sudah kewajiban saya sebagai papanya Ica untuk jagain dia."
Ica memaksakan senyumnya, "makasih ya papa, udah menganggap aku sebagai anak," ucapnya dengan penuh penekanan.
"Oke, saya bersih-bersih, mau ganti pakaian dulu," ucap Monika langsung berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Ica yang sudah malas berada ditempat itu dirinya juga hendak meninggalkan Kenan. Namun kenan yang mengerti langsung menahan tangan Ica.
"Saya masih mau menjelaskan," ucapnya dengan wajah yang terlihat serius.
Ica menepis tangan Kenan, "kayaknya semuanya sudah jelas deh. Aku cape, mau istirahat dulu ya, PAPA."
Kenan menghembuskan nafasnya kasar. Dirinya terus menatap punggung Ica, sampai pemiliknya tidak lagi nampak di pandangannya.
Ica kembali masuk ke dalam kamarnya. Berada terlalu lama dengan kedua orang yang dibencinya cukup membuatnya kembali merasakan sakit di kepalanya.
Dirinya kembali berbaring diatas tempat tidur. Diambilnya ponsel yang tergeletak di sampingnya.
Beberapa pesan masuk satu persatu dibukanya. Termasuk pesan grup yang begitu heboh membahas tentang Dodi.
Ica merasa bersyukur, ternyata lelaki yang hampir membuatnya trauma itu sudah ditangkap. Kini dirinya aman, tanpa harus merasa takut lagi.
Cukup lama jarinya bermain di layar ponselnya, membuat dirinya mulai merasakan lapar. Tanpa ingin menyusahkan bibi, kali ini dirinya lebih dulu turun ke bawah untuk mengambil makan.
Ica membuka lemari pendingin, hendak mengambil sayuran. Matanya tertuju pada satu buah kotak kue yang tertera nama kue kesukaannya. Ternyata Monika menyimpannya disitu. Ica sama sekali sedikitpun tidak ingin menyentuhnya.
"Lagi apa non?" tanya bibi. Wanita itu terlihat sedang membersihkan area dapur.
Ica tersenyum, "ini aku mau buat mie rebus. Kayaknya enak pakai irisan cabe," ucapnya sambil membayangkan makanan instan yang sudah menjadi favoritnya.
Bibi menunda pekerjaannya, menghampiri Ica yang baru saja menaruh teflon diatas kompor. "Aduh non Ica 'kan lagi sakit. Kenapa malah makan mie," ucapnya dengan cemas.
Ica tersenyum tanpa memedulikan ucapan bibi. Dirinya malah mengambil telur dan memecahkan benda yang berbentuk oval itu ke atas teflon yang sudah berisikan mie, dan sayur yang sudah mendidih.
"Ini tuh enak tau bi, bisa bikin ringan kepala," ucapnya dengan yakin.
Bibi hanya pasrah, berdoa semoga majikannya itu tidak kembali sakit karena sudah memakan makanan yang kurang sehat.
"Bibi mau?" tanya Ica membuyarkan lamunan bibi.
"gak non, terimakasih.
Ica sudah terlihat tidak sabar, saat melihat mangkuk yang berisikan mie yang masih mengeluarkan asap panas itu. Dibawanya mangkuk itu menuju meja makan.
Sendok dan garpu sudah berada ditangannya. Baru saja dirinya mengaduk isi mangkuknya, seorang laki-laki menarik mangkuk itu, membuat dirinya melotot tajam kearah pelaku.
"Kamu gak boleh makan ini dulu!" Ucap kenan yang kini berdiri disamping Ica.
Ica kembali menarik mangkuknya, "apa sih, orang mau makan juga, malah digangguin."
Kenan kembali menarik benda itu, menggantikannya dengan mangkuk lain yang berisikan sup ayam yang masih hangat. "Kamu makan ini," perintahnya.
Ica mulai kesal dengan Kenan, dirinya mendorong pelan sayur itu. Namun dengan kasar menarik mangkuk mie nya, membuat benda yang masih mengepulkan uap panas itu tumpah mengenai tangannya.
"Auwh." Ica menjerit menggerak-gerakan tangannya yang terasa panas.
Dengan panik Kenan menarik lengan Ica, mengelapnya dengan tisu yang tersedia diatas meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments