lemas

Kehidupan bagai sungai yang tak pernah berhenti mengalir. Ada kalanya tenang, tapi seringkali menghempas keras, membawa kedalam arus takdir yang tak terduga.

Mimpi-mimpi yang dulu cerah, kini pudar dalam kabut kesendirian. Kehidupan terasa seperti labirin, penuh jalan buntu dan kebingungan. Ketika harapan mulai layu, dan impian terkubur dalam debu.

Seorang gadis nampak sedang menengadah ke langit malam, bertanya pada bintang, "apa arti semua luka ini?" air mata dengan derasnya terus membanjiri sang pemilik wajah cantik itu.

Gadis itu memang sudah beberapa kali bertekad untuk tidak terus larut dalam kekecewaan. Namun, setiap luka yang belum saja sepenuhnya hilang, takdir sudah menambahnya dengan luka baru yang lebih kejam lagi.

"Lagi, mengapa hanya luka dan kekecewaan yang terus saja aku rasakan?" Dalam bisik angin malam, gadis itu mencari makna keberadaan. Dalam deraian air mata, ia terus mencari jawaban atas segala pertanyaan.

Khalisa merasakan takdir kehidupan yang dijalaninya terlalu kejam. Tak seperti yang dimiliki orang - orang disekitarnya. Gadis itu cemburu, iri. Sering dirinya mengajukan protes, "mengapa nasib ini terlalu gak adil buat aku!" teriaknya meminta keadilan ditengah kesunyian malam.

Gadis itu mengusap kasar wajahnya yang basah. Merasa sedikit puas dengan kesendiriannya, Ica mengambil benda pipih miliknya dan langsung menekan salah satu tombol untuk menghidupkan benda yang dari tadi dimatikannya. Mungkin sekarang orang - orang rumah sedang panik mencarinya.

"Haha, gak mungkin," dengan cepat ia membantah pemikiran yang baru saja terlintas di kepalanya. "Yang pasti sekarang orang - orang sedang berpesta, bahagia tanpa aku," imbuhnya kemudian dalam hati. Matanya kembali memanas mengingat orang- orang kejam yang sudah membuatnya seperti ini sekarang. Mustahil ada yang perduli dengan tiadanya keberadaan aku, bukannya orang - orang itu tidak pernah memikirkan perasaan aku," ucap sumbang gadis itu.

Ting...

Ting...

Ting..

Ting..

Deretan beberapa notifikasi masuk. Ica tertawa sinis ketika tertuju pada dua nama yang tertera di ponselnya.

Mami

Kak Kenan

Bahkan kejadian beberapa hari lalu tidak membuat gadis itu melampiaskan amarahnya untuk mengganti nomor lelaki tidak punya hati itu. Namun, kini dirinya menyesali perbuatannya, "harusnya waktu itu aku langsung memblokir nomor kamu, cowok si4lan!"

Tanpa ada niat akan membalas pesan - pesan itu, Ica lebih dulu menekan nama lelaki yang dibencinya.

Kak Kenan - Saya sungguh minta maaf

Kak Kenan - Banyak hal yang harus saya jelaskan ke kamu.

Kak Kenan - Kamu dimana?

Kak Kenan - Ica?

Kak Kenan - Khalisa???

Beberapa notifikasi panggilan telfon juga berasal dari lelaki itu. Tulisan mengetik tertera di bagian atas layar ponsel. Ica buru - buru membuka pengaturan dan menekan tulisan blokir.

Sedangkan beberapa pesan dari Monika, sedikitpun ia tidak ingin membukanya.

Gue ada di taman danau biru. Ica membalas pesan yang berasal dari Hana.

Ica menyimpan kembali ponselnya kedalam tas selempang miliknya. Kepalanya mulai terasa pusing, pengelihatannya mulai terasa buram. Mungkin karena efek malam hari, atau memang karena terlalu lama ia menangis.

"Ica!"

Terdengar suara yang memanggil namanya. Ica yang hafal dengan pemilik suara tersebut menoleh ke sumber suara.

Ternyata Hana. Tak butuh waktu lama, perempuan yang merupakan sahabatnya itu terlihat datang menghampirinya. Hana berjalan dengan setengah lari, remang - remang terlihat ada raut cemas yang tergambar dari wajahnya.

Ica menyambutnya dengan senyuman samar. Dirinya sudah dapat menduga kalimat apa saja yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Kenapa baru bales chat gue?! Ngapain lo malam - malam ada di tempat kayak gini, lagi uji nyali!" sentak perempuan itu pada dirinya.

Hana juga salah satu orang yang dari tadi menghubunginya. Setelah mendapat kabar dari Monika kalau Ica menghilang tanpa lebih dulu memberi kabar, ia langsung mencari keberadaan sahabatnya itu ke tempat - tempat yang biasa mereka berdua datangi. Namun ternyata setiap tempat yang didatangi itu tidak menampakan keberadaanya.

Ica hanya menampakan wajah sembabnya, matanya yang kembali memanas langsung meloloskan buliran air mata, lagi.

Hana yang sepenuhnya belum paham dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu, langsung memeluknya. Memberikan ketenangan tanpa ingin mengganggu nya dengan pertanyaan.

Cukup lama Ica memeluk, menumpahkan semua kesedihannya pada sahabatnya. Ada sedikit rasa lega yang dia rasakan. Kali ini dirinya tidak terlalu merasa sepi. Masih ada orang yang perduli akan dirinya.

"Harusnya dari tadi lo hubungin gue," lirih Hana yang prihatin dengan keadaan Ica. Perempuan itu ikut merasakan kesedihan yang sedang dirasakan Ica.

Perempuan yang memang dari tadi panik mencari keberadaan Ica setidaknya lega melihat keberadaan sahabat nya. Meskipun penampilannya sangat terlihat kacau seperti saat ini. "Mau cerita?" tanya Hana kemudian.

"Tadi siang tante Monika panik nyariin lo. Udah lo hubungin dia?" tanyanya kemudian.

Ica menggeleng sebagai jawaban nya. Gadis itu menceritakan semua kejadian yang sudah menimpanya.

Hana terlihat sedih bercampur kesal mendengar satu persatu kalimat yang sedang terucap dari sahabatnya. "Tenang ya, masih ada gue disini. Gue akan selalu ada buat lo dan gak akan pernah nyakitin lo. Gue janji." Hana memeluk erat sahabatnya.

Cukup tenang perasaan yang Ica rasakan sekarang, setidaknya hidupnya tidak terlalu menyedihkan sekarang. Masih ada orang yang perduli kepadanya.

"Thanks."

######

Kini kedua perempuan itu sedang berada di tempat makan. Hanya dipinggiran jalan yang menjadi tempat pilihan Ica sekarang. Berharap bunyi - bunyi dari kendaraan yang berlalu lalang menjadi pelengkap untuk suasana hatinya yang tidak mau terus dilanda kesunyian.

Hana datang dengan satu piring nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayur mayur. "Nih, habiskan!" perintah nya, menyodorkan piring itu kehadapan Ica.

Hana dapat menebak, dari penampilan Ica yang kacau, terlihat wajah Ica yang pucat pasi pasti sahabatnya itu dari tadi siang belum makan.

"Gue gak mau lo sakit," imbuhnya kemudian.

Ica menatap tak percaya apa yang ada dihadapan matanya sekarang. "Gue lemes karena habis nangis, bukan habis kerja rodi," ucapnya menatap malas pada isi piring.

"Buruan lo makan, habisin!"

Rasa lapar memang sudah terasa, bahkan dari tadi. Bagaimana tidak, dari tadi siang setelah selesai menyaksikan akad nikah dan mendengar kata 'sah' yang membuat hatinya porak poranda, Ica yang sudah tidak tahan diam - diam pergi meninggalkan acara ibu dan mantan pacarnya itu.

Sekarang tepat pukul dua puluh tiga lebih tiga puluh sembilan menit, dirinya baru memasukan makanan untuk mengisi ususnya yang dari tadi bunyi akibat dibiarkan kosong.

"Terus mana piring lo? Kenapa gak makan juga?" tanya Ica yang belum juga melihat piring milik sahabatnya.

Hana menuangkan air kedalam gelas kosong yang sudah tersedia di meja yang mereka tempati sekarang. "Gue sudah makan tadi. Lagian jam segini gue paling anti makan, takut berat badan gue naik lagi"

Ica mengangguk, sahabatnya itu memang paling ribet kalau berhubungan dengan berat badan.

Suapan demi suapan meluncur memasuki perut gadis itu. Menambahkan tenaga untuknya menghadapi takdir selanjutnya.

"Gue berasa lagi live mukbang, diliatin sampai segitunya sama lo," ucap Ica membalas tatapan sahabatnya.

#Jangan lupa klik like sama koreksi kalau ada salah² kata, di kolom koment, ya..

Nuhunn🙏🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!