Siang berganti malam. Mentari tak lagi menampakkan diri, diganti purnama yang menyinari bumi. Helaan angin malam kembali menerpa wajah gadis dengan hijab navy-nya, sedang menatap ke arah langit. Berbicara pada bintang, seolah disana ada orang terkasih yang berdialog.
Tepatnya, di dalam ayunan masa kecilnya. Gadis itu duduk sendirian, sembari menunggu kabar seseorang di ujung sana. Namun yang di tunggu seolah tak tahu menahu, mengabaikan rasa cemas yang bergejolak di dalam hati.
"Kenapa belum di balas?" Batinnya seorang diri.
Di lihat kembali benda pipih dengan cover stich itu, namun sepertinya tak ada tanda-tanda balasan dari orang tersebut.
Bosan menunggu, gadis itu memutuskan untuk masuk kedalam rumah. Mengusir rasa khawatir yang sempat menyerang hati dan pikirannya, lantas beristighfar untuk menanamkan pemikiran positif dalam benaknya.
Baru saja hendak membuka pintu, gerbang depan rumah diketuk. Dan menampilkan sosok laki-laki yang tengah berdiri menunggu sang empunya rumah membukakan pintu.
"Eh? Pandu. Ngapain ke sini malam-malam?" Sapa gadis itu, tak luput nada terkejut dalam kalimatnya.
Pandu tersenyum simpul "Assalamu'alaikum Kai."
"Gue gak disuruh masuk nih?" Sindir Pandu dengan cengiran di wajahnya.
Kaira tergagap dan langsung membukakan gerbang rumah, tak lupa mengajak Pandu masuk ke dalam. Berhubung di dalam ada Aga, abangnya.
Ketika sudah di dalam rumah, Aga yang baru selesai mandi melihat kedatangan adik kelasnya sontak membuat laki-laki itu heran dan bertanya-tanya. "Ngapain si Pandu malam-malam gini ke rumah?"
"Assalamu'alaikum bang." Sapa Pandu ramah. Aga balas menjawab "Wa'alaikumsallam Ndu."
"Tumben malam-malam ke sini? Ada urusan apa dengan Kaira?" Aga melirik Kaira yang berdiri tak jauh dari tempat Pandu. Melirik curiga ke arah adiknya dan di balas gelengan pelan dari sang adik, seolah mengatakan bahwa dia juga tidak tahu menahu dengan kedatangan ikhwan tersebut.
Seakan menyadari, Pandu pun mengutarakan maksud kedatangannya kepada Aga "Gue gak ada urusan dengan Kaira bang, gue ada perlu sama lo." Tutur Pandu yang membuat Aga ber-oh ria.
"Kirain mau ngapelin Kaira." Kata Aga pelan. Nyaris membuat Kaira melototkan matanya.
"Ya udah Ndu, duduk dulu. Gue mau ke atas ganti baju." Pandu mengangguk dan membiarkan Aga bergegas mengganti pakaiannya.
Di sisi lain, Kaira masih setia mengecek ponsel-nya, menunggu balasan pesan dari orang tersebut. Namun tak kunjung dibalas. Kaira menghela nafas gusar, dia takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap orang itu.
Pandu yang sedari tadi ikut memperhatikan, lantas bertanya. "Lo kenapa sih Kai? Dari tadi ngecek hp terus? Lagi nunggu pesan?"
Kaira menggeleng singkat. "Nggak juga. Eh gue lupa, mau minum apa Ndu?" Kilah Kaira cepat.
"Ada teh?" Tanya laki-laki itu.
Kaira mengangguk. "Ada."
"Kalau kopi?"
Lagi-lagi Kaira mengangguk.
"Kalau sirup? Ada nggak?"
Kaira makin bingung, sepertinya Pandu melewati perjalanan jauh saat ke rumahnya. Sampai tidak segan-segan memesan tiga jenis minuman.
"Ya udah air putih aja."
"Loh?" Keningnya mengkerut, tanda tidak mengerti dengan ucapan Pandu barusan. Lalu pandu mengulangi lagi pesanannya. "Air putih Kai. Ada kan?" Pandu terkekeh.
"Eh! Ada kok. Banyak, mau seberapa?" Kini gantian, Kaira yang menjahili Pandu.
"Segelas aja." Jawab pandu kalem.
"Gelasnya dicuci semua."
"Ya udah pakai cangkir juga gak apa-apa."
"Nggak punya cangkir di rumah." Geleng Kaira, lagi.
"Ya udah bungkus aja, pakai plastik yang satu kilo Kai. Beneran haus ni gue jadinya." Ucap Pandu sinis.
Kaira yang mendengar itu langsung terkekeh.
Tiba-tiba Aga datang dan langsung duduk di samping adiknya. Satu tangannya merangkul pundak Kaira, sedang satu lagi bergerak mengacak hijab-nya. Sehingga membuat gadis itu meronta minta di lepas.
"Lepasin!"
Aga terkekeh, adiknya itu sering kali dia buat kesal. Sementara Pandu yang melihat hubungan sibling goals itu tersenyum maklum.
"Jadi ada urusan apa Ndu?" Aga mulai angkat bicara. Memperbaiki posisi duduknya dan menghadap sempurna ke arah lawan bicaranya.
Namun melihat Pandu yang tak kunjung berbicara, Aga pun menyuruh adiknya untuk naik ke kamar, atau mengungsi sejenak--- karena mungkin saja Pandu tidak leluasa berbicara jika raga Kaira masih menempel di situ.
"So? Bisa di ceritain maksud kedatangan lo kesini?" Pandu mengangguk. Dan mengalirlah ceritanya.
***
"Gue lagi di rumah sakit."
Satu balasan singkat, dari kontak yang sedari tadi ditunggu Kaira pun akhirnya masuk.
Gadis berhijab navy itu menghembuskan nafas lega. Pikirannya sudah menjalar kemana-mana, untung saja 'dia' cepat membalas. Kalau tidak, mungkin saja dia akan mencoba membeli kartu paket baru.
Percaya atau tidak, seseorang yang dahulu kita benci lantas dalam baru-baru ini berubah haluan menjadi 'teman'. Maka dari mulai hari itu, orang yang pernah kita benci akan lebih sering menghinggap di kepala, hati dan pikiran kita. Seolah perasaan itu sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Karena memori kita sudah sering terputar seputar ' orang' itu.
Seperti halnya Kaira, dengan seseorang di masa lalu yang dia 'benci' di mulai pada hari pernyataan permintaan maaf itu--- sampai sekarang pun Kaira sering memikirkannya. Memikirkan dia yang tak lama ini bersemayam dalam hati dan otaknya.
Tidak mengundur waktu, Kaira langsung mengetik balasannya. "Siapa yang sakit? Kak kecelakaan? Kecelakaan dimana? Parah gak? Motornya gak apa-apa? Tadi siapa yang nolongin?"
Nauzubillah, gadis ini benar-benar khawatir ternyata. Bahkan keadaan motor pun tak luput dari pemikirannya.
Sebuah pesan kembali masuk.
"Pertanyaan lo satu tapi anaknya banyak banget -_-"
"Bukan gue, Rika."
"Nggak kecelakaan. Dia tadi maaghnya kambuh, terus langsung pingsan."
"Motor gue masih sehat walafiat. Stang masih lengkap, kaca spion tetap dua, standar masih tegak. Sehat kok, lo gak perlu khawatir."
"Gue yang nolongin. Gak mungkin Naruto yang datang, lo pasti ngebayangin si kribo kuning itu pakek jurus kagebunsin kan?"
Kaira tertawa, ya kali tokoh kartun kesukaannya yang menolong Rika. Laki-laki itu benar-benar bisa membuatnya tertawa, gila.
Baru saja Kaira akan mengetik balasan, sebuah suara menginstrupsinya. Alhasil Kaira melihat ke sumber suara dan mendapati Pandu berdiri tak jauh dari tempat Kaira berdiri.
"Gue perhatiin, lo sekarang dekat ya Kai sama Bang Amar." Celetuk Pandu, dengan nada yang tidak bisa Kaira pahami.
Kaira tersenyum, meng-iya kan pernyataan Pandu. Laki-laki itu manggut-manggut, lantas pamit pulang karena urusannya dengan Aga telah selesai.
"Hati-hati Ndu, jangan kebut-kebut. Awas ada semut lewat."
Laki-laki itu hanya tersenyum sebagai bentuk jawaban.
Setelah itu, pandu memacu motornya dan hilang di balik persimpangan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments