Kilas 12

Jika ditanya pelajaran apa yang paling laknat bagi kelas XII 3. Maka satu kelas sepakat menjawab bahwa MTK lah yang cocok menyandang gelar itu. Dimana kita tahu, contoh dan soal latihan akan berbanding terbalik tingkat kemudahannya.

Jika di contoh pertanyaan 1+1\=2, maka pada latihan akan muncul 8/sin 45 \= d/sin y°. Disinilah tingkat kesabaran murid di uji oleh para guru. Terlebih yang memegang kendali ruang saat ini adalah Bu Mila, bisa dijamin berbagai penyakit berbahaya seperti jantung, asma, asam lambung, kolestrol, darah tinggi, ayan akan kumat saat itu juga.

"Buk!" Gue bangkit berdiri. Menatap Bu Mila dari barisan belakang tempat gue duduk.

"Saya izin." Dengan santai gue berjalan ke meja Bu Mila, semakin dekat langkahku dengan meja tu guru semakin sakit pula ini perut.

"Izin kemana kamu? Mau bolos lagi, silakan! Dan akan saya pastikan nilai rapormu akan bertinta merah semester ini." Ancam tu guru lengkap dengan gaya melepas kaca mata dan diselip di saku baju batiknya

Gak usah diancam, lah nilai gue selalu merah kok tiap semester!

"Maag saya kambuh liat soal statistik ini." Telunjukku mengarah tepat kepada soal latihan yang baru selesai di tulis.

Bisa gue rasakan tatapan geli dari para penghuni kelas dari balik belakang tubuh---yang sedang menghadap wajah datar milik Bu Mila ini. Biar gue jelasin, wajahnya yang semula datar kini telah sempurna tertekuk masam. Masa bodoh, yang penting perut gue sehat gak tersakiti lantaran lima butir soal yang terpampang indah di papan tulis.

"Kamu! Keluar sekarang dari ruangan ini! Jangan pernah masuk lagi pada jam pelajaran saya, dan ingat nilai kamu tidak akan pernah saya buat tuntas walau sekedar cukup KKM!"

'Prok prok prok' tepuk tangan mengakhiri ocehan panjang dari Bu Mila. Disana, tepatnya seluruh teman-teman sekelas udah pada berdiri dan dengan bangga hati memberikan tepuk tangan seolah mengapresiasi bentuk perlawanan yang mewakilkan seluruh kedongkolan murid dari kelas XII 3 ini.

Wajah Bu Mila terlihat makin memerah lantaran malu atau mungkin dongkol yang disebabkan teman-teman sekelasku yang---aku tak tahu mau nganggap mereka setia kawan atau malah tertolong akan bakat durhakaku ke guru-guru.

"Tenang saudara-saudara. Kita gak boleh bersikap kurang ajar di depan para guru. Mereka adalah suri tauladan bagi kita, kalau gak ada mereka? Mau jadi apa kita ini saudara-saudara?" Gue melangkah ke depan. Persis seperti seorang provokator yang sedang memberikan pencerahan bagi para pengikutnya.

"Lah terus, kalau kita gak boleh kurang ajar di depan para guru, beda arti dong kalau kita ngomongin dari belakang?" Celetuk Rian dari tempat ia duduk.

Gue suka cara pikir Rian.

"Benar saudara Rian." kini giliran gue yang di tatap ganas Bu Mila. Ya ampun, asal ibu tahu muka ibu itu gak lebih cantik barang 0.5% pun karena tatapannya saat ini.

"Kalian! Seluruh XII 3 saya hukum lari 10 putaran di halaman upacara sekolah. Cepat laksanakan!" Tanpa menunggu lagi, guru MTK itu sudah pergi meninggalkan kelas tercinta lengkap dengan perasaan dongkol yang gue rasa akan disalurkan ke kelas---tempat Bu Mila mengajar setelah kelas gue ini.

"Suatu kebanggaan buat gue bisa memprovokasi kalian semua. Thanks guys, gue apresiasi sikap solid kalian." Gue melangkahkan kaki menuju toilet, meninggalkan muka cengo dari semua teman sekelas.

***

Sial itu adalah, saat lo pura-pura bohong bilang kalau perut lo sakit dan nyatanya baru lima menit keluar dari kelas, ucapan itu cepat banget di kabulin sama Tuhan. Ck! Ini karma namanya.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah perut melilit, semua pintu wc tertutup pula. Dosa apa yang gue buat tadi di kelas?

Padahal di ruangan ini ada 4 bilik toilet dan sialnya semua bilik sudah terisi. Malah baunya udah menyerupai penggabungan antara Pesing dan anyir kaos kaki Rian yang di kombin dalam satu ruang terlaknat---WC lagi!

Sangking gak enak aroma di wc ini, baunya berubah jadi pahit banget, beuh! Bahkan walau gue bernafas pakai mulut, gue yakin udara di sini sudah terkontaminasi. Dan jika berlama-lama gue pastiin paru-paru gue bakal mengecil karena gak kuat nyaring udara yang nyaris menyerupai bau septiteng.

'Bugg!'

Si cupu alias Imul tersangka pertama---yang mendep di wc selama gue nunggu akhirnya keluar. Gue geli tiap kali nyebut nama dia. Pernah waktu itu gue gak sengaja lewat salon dekat rumah Farga, dikarenakan hujan turun tanpa permisi alhasil gue harus neduh dan waktu itu gue neduhnya di salon Beauty---tempat dimana pertemuan gue dan si ulat bulu terjadi.

"Sial!"

Rintik hujan masih terus mengguyur pusat kota, di sini tepatnya di depan salon yang sudah tutup---ada satu orang laki-laki yang sedang mengunci pintu utama dari salon tersebut.

"Numpang neduh bang." Ucap gue ramah seraya tersenyum ke arah abang-abang tadi.

Si Abang berbalik dan natap gue gak kalah ramah. Dia juga senyum, tapi bukan senyum seperti yang gue lakuin tadi. Entah mata gue yang kelilipan atau memang mata si Abang ini yang mengerling manja. Buset! Ini mah lebih baik gue basah-basahan karena hujan ketimbang kering tapi di tatap dengan pandang lapar abang-abang banci.

"Eh, sorry bang. Itu bibirnya habis di oles bon cabe atau gimana? Kok merah gitu?" Alih-alih mau kabur, mata gue malah nangkap bibir merah si abang, niatnya gue cuman pengen kasih tisu tapi kayaknya si Abang salah tangkap. Dia malah tersenyum manja! Disangka gue perhatian kali.

"Yey! Panggil eike Tante jangan panggil abang."

Dia Tante, lah gue apa? Keponakannya?

"Eh eh sorry bang---maksud gue tan---" gue bakal nyesal ngomong ini.

"Te." Lanjut gue dan apa? Si Abang banci makin sumringah dan gak segan-segan pengen meluk gue.

No! Gue masih waras. Dengan satu gamparan keras mengenai pipi kanan si abang---akibat reflek. Gue langsung memacu motor ke rumah Farga gak peduli baju basah karena hujan.

Si Abang banci teriak-teriak manja " Aww! Pipi eike makin merah mbok! Awas kamu kalau ketemu akan Tante kurung di dalam salon!"

Gue janji mulai detik itu gak akan mau lewat depan salon Abang banci lagi!

"Permisi kak saya mau lewat." Si Imul masih berdiri di depan pintu, menghalangi akses ku untuk masuk ke dalam.

Gue tersadar "Lo yang minggir, gue mau masuk."

"Tapi kakak ngalangin pintunya." Benar juga, jadi dari tadi gue berdiri di depan pintu masuk. Ck! Bakal malu ini muka.

"Ya udah sana lo pergi." Gak sengaja mata elang gue liat buku yang berada dalam dekapan si adik kelas cupu. Kening gue berkerut, merasa gak asing dengan tulisan berkapital yang ada di bagian cover itu.

'Mtk lagi!'

'Kenapa hidup gue hanya seputar MTK ya Tuhan?'

"Woy lu! Astaga! Lo ke toilet Bawak buku MTK?" Ucap gue yang mendramatisir. Raut bingung jelas di tampilkan si adik kelas.

"Saya lagi menghafal rumus kak, habis keluar main saya ada ulangan."

"Bisa gitu menghapal di tempat bau kayak gini?" Kini gue bertanya, bukan apa-apa gue pengen tahu aja rahasia orang pintar itu gimana. Apa dengan menghafal rumus di dalam toilet yang bau bisa meningkatkan daya ingat kita dan malah menyebabkan penyakit asma dan bengek muncul? Itu semua gue gak tau. Hanya orang pintar lah yang bisa menjawab.

Imul tampak berfikir keras, seolah ingin mempersiapkan jawaban atas pertanyaan gue yang kelewat ****** itu dengan jawaban yang sesempurna mungkin. "Benar kak, nilai ulangan saya bisa dapat seratus tiap kali saya menghafal di dalam toilet."

Disitu gue sadar, bahwa Gue bangga jadi anak oon, asal nggak menghapal rumus di dalam toilet.

***

Akhirnya masalah perut gue udah selesai, sekarang tinggal mencari dua rekan kerja gue---yang sama **** tentunya, untuk berburu makanan di kantin. Tapi sebelum itu, mendadak tujuan gue teralih lantaran melihat seorang gadis yang berdiri tak jauh dari musholla sekolah, dia terlihat tengah berbincang dengan Bu Hana---mama gue di sekolah.

Kaki ini bergerak maju sejalur dengan tempat Kaira dan Bu Hana berdiri. Tanpa sadar, Kaira masih asik berbincang dan mengabaikan keberadaan gue yang berada tepat di belakangnya.

"Siap Bu, nanti Kaira yang handle semuanya. Persiapan udah 90%, tinggal menunggu balasan dari ustad untuk mengisi acara 1 Muharram ini."

Benar gue bilang, Kaira itu kalau senyum, manis. Sejenak gue ingat saat-saat kebenciannya dulu. Jangankan berharap untuk tersenyum, bicara sopan aja mungkin akan dia fikir dua kali jika itu ke gue.

Tiba-tiba Mama gue--- Bu Hana mengalihkan tatapannya pada bagian belakang tubuh Kaira. "Kamu kenapa ada disitu Amar?

Kaira memutar tubuhnya cepat, dan seketika matanya menangkap gue yang kini memasang cengiran bodoh dan tentu saja di hadiahi tatapan murka olehnya. "Nguping ya?"

Gue berkilah "Nggak! Siapa juga yang nguping. Gue baru aja sampai kok."

Kaira memicingkan matanya, tanda tidak suka, duh! Baru aja tadi baikan masa berantem lagi.

"Kenapa gak bilang kalau baru muncul."

"Iya gue salah, tadi rencana mau traktir lo makan mie ayam di kantin. Tapi kayaknya lo lagi sibuk ngurusin acara 1 Muharram."

Binar matanya menatap gue tidak percaya. Apa? Gue cuman bilang traktir makan mie ayam dan responnya sebegitu bahagia? Hidup dia nggak lebih dari seputar makanan.

"Serius? Ayo deh kita ke kantin, Bu, Kaira pamit dulu ya Assalamu'alaikum." Dengan cepat Kaira berjalan duluan ke arah kantin. Meninggalkan gue dan Bu Hana yang kini saling tatap-tatapan.

Bu Hana menatap gue curiga "Sejak kapan kamu baikan dengan Kaira?"

Duh Mama gue ini perhatian banget nanyain anaknya.

Gue tersenyum, menatap lebih dalam wajah penasaran yang dilayangkan Bu Hana. "Sejak Naruto berteman baik dengan Sasuke bu!"

Buru-buru gue lari sebelum nanti mendapat cubitan ganas Bu Hana karena sudah berhasil mengerjainya.

"Amar!! Murid kurang ajar kamu yaa!!" Teriak Bu Hana dari arah belakang membuat tawaku menyembur seketika

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!