Flashback
Hujan terus menumpahkan isinya ke bumi. Melarang*
orang-orang yang hendak berpergian. Terus menerus selama tiga hari belakangan
ini.
Namun seorang wanita paruh baya, nekat*
mengendarai mobil sendirian. Menembus derasnya hujan dibalik kaca mobil.
Perasaan was-was terus menghinggap dibenak
wanita itu. Dibalik zikirnya ia terus mendoakan keselamatan seseorang yang saat
ini ia tuju keberadaannya.
Percikan air yang membasahi kaca mobil,*
membuat wanita itu sedikit kesulitan melihat keluar jalanan.
Sedikit yang melewati persimpangan antara
jalan Gagak dan Merpati tersebut. Wanita itu menambah kecepatan, takut
jika orang yang dituju menunggunyalama.
Namun naas, sebuh motor melaju dengan asal*
dari arah lawan. Wanita itu kaget lantas membanting stir ke arah kanan.
"Braakk"
Wajahnya membentur stir yang mengeluarkan
aliran darah segar. Wanita itu masih diam, seakan sedang berada diantara dua
dunia.
Dunia mana yang akan ia pilih?
***
Langit berwarna kelam. Gemuruh kasar terdengar memekikkan telinga. Perlahan, butir-butir air mulai berjatuhan, berlomba-lomba untuk sampai ke permukaan. Tak perduli rasa sakit karena jatuh yang berulang-ulang.
Seorang gadis tengah duduk di bangku tunggu tempat pemberhentian halte bis. Menunggu si setia antar
jemput - bis sekolah milik Mulia. Begitu setiap harinya, gadis itu berangkat pagi-pagi sekali---berjalan sendirian walau dia tau orang tuanya mampu untuk
membelikannya sepeda motor. Namun gadis itu menolak, karena dia takut masalah baru akan muncul dalam hidupnya, lagi.
Gadis itu menengadah ke atas, melihat butir-butir air yang jatuh--menimbulkan cipratan halus yang mengenai ujung sepatunya. Gadis itu terdiam sejenak, meresapi udara dingin yang menembus masuk melalui pori-pori kulitnya. "Hidupku tidak terlalu
menyakitkan, hujan lebih tahu tentang itu."
Lima menit berlalu, namun si bis setia antar jemput tak kunjung terlihat. Sudah dua puluh menit
berlalu namun tak ada satu pun angkutan yang lewat. Gadis itu menghela nafas pelan, seraya berucap "Mungkin karena hujan".
Si Gadis akhirnya berniat untuk jalan kaki menuju
sekolah, menunggu di situ tidak ada kepastiannya, sedangkan waktu masuk sekolah sebentar lagi tiba. Saat ia telah berdiri, sebuah mobil Mazda berhenti tepat di depannya. Mobil yang sangat dia kenal pemiliknya.
"Kak Jola!" Gadis itu tersenyum menyapa adik kelasnya yang sedang duduk di dalam mobil. Tidak lama setelah itu, si adik kelas turun bersama payung yang melindungi tubuhnya dari rintik sang hujan.
"Hai Kai, sama siapa kamu?" Jolatersenyum lalu merangkul adik kelasnya yang bernama Kaira.
"Sama Bang Aga kak. Kak Jola ngapain disini? Lagi nunggu bis?" Kaira menatap selidik ke arah Jola yang justru membalasnya dengan anggukan kepala. Tidak lama dari itu, Aga telah muncul dan berdiri tepat di sebelah Jola. Keduanya tersenyum singkat, lantas
beralih kembali menatap Kaira.
"Bareng aja La, hujan-hujan gini jarang ada bis yang
lewat." Aga menawarkan tumpangannya, gadis itu tersenyum dan meng-iya kan ajakan dari sang kawan.
Kaira menarik lembut tangan Joladan kemudian membawanya masuk ke dalam mobil.
Tidak ada obrolan panjang selama dalam perjalanan, yang ada hanya bunyi rintik hujan yang bertabrakan dengan kaca-kaca mobil. Ketiganya berdiam, tidak berniat untuk membuka percakapan, sampai mobil berwarna hitam itu terparkir rapi di halaman
parkir sekolah.
***
"Hidup tanpa cinta! Bagai taman tak berbunga~hai begitulah kata para pujangga~~" Suara nyanyian menghiasi hari baru di sekolah Mulia. Siapa lagi kalau bukan rombongan Amar dkk? Laki-laki itu gemar sekali mencari sensasi, tidak mau kalah dari para selebgram, yang tenar cuman gara-gara nyanyi 'ngik-ngik'.
"Yok tarikk mangg!" Amar sudah berjoget ria mendengar alunan musik yang berasal dari ponsel
milik sahabatnya, Rian. Sedangkan Rian sang pemilik ponsel tertawa geli melihat aksi norak sahabatnya yang tidak tahu malu itu!
“Si Amar, ganteng-ganteng tapi bobrok!” celetuk Rian.
"Sawer adek baang!" Kini Amar
mengangkat-angkat tangannya persis seperti biduan yang minta disawer.
Tak mau ketinggalan, Rian mengeluarkan uang seribu koin dan meletakkan di tangan Amar sembari ikut berjoget ria.
Namun, belum sempat koin itu berpindah tangan. Rian yang memegang benda tersebut malah terjatuh masuk ke dalam selokan depan kelas.
"Wah jatuh!
Gue baru ingat itu bekas kerokan tadi malam. Makanya rada licin." Cerocos Rian sambil menatap
koinnya yang berkumpul bersama sampah-sampah lain di dalam selokan.
Amar berdecak sebal "Wah lo parah! Udah nyawer cuman seribu, bekas kerokan lagi!"
"Sarap lo semua!" Caci Farga yang hanya duduk memperhatikan kelakuan sahabatnya yang amat sangat norak itu.
Keduanya menoleh sejenak, berhenti berjoget namun sedetik kemudian kembali lagi dan kini semakin
gencar mengeluarkan semua macam gaya-- dari gaya ‘entah apa yang merasukimu’ sampai gaya ‘cintaku bukan diatas kertas’. Well, yang terakhir Rian yang paling jago.
"Tarikkkk mangggg!" Amar berteriak kencang lalu sedetik kemudian mereka tertawa bersama. Kekonyolan yang mereka buat hari ini tidak hanya untuk menghibur diri mereka sendiri, banyak para siswa yang ikut terhibur karena tingkah bodoh mereka berdua.
Sejenak untuk menghilangkan penat, karena saat jam pelajaran dimulai maka persiapkanlah otakmu sebaik mungkin, sebab berbagai rintangan sudah menunggu di depan sana.
"Hidup jangan dibawa terlalu serius kali! Gak berwarna hidup lo." Tukas Amar tepat saat ia duduk di sebelah Farga yang sedang membaca buku cetak bertuliskan MTK semester genap.
Amar tidak habis pikir, ada apa dengan MTK? Kenapa banyak sekali yang mengidolakannya?
"Main boleh, tapi belajar nomor satu." Sahut Farga kalem sambil menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam tas berwarna hitam dengan tambahan line putih.
Amar berdecih dan kemudiam berjalan masuk ke dalam kelasnya.
Saat di jalan, Amar bertemu dengan salah satu adik kelasnya yang tentunya sebelas dua belas dengan
kelakuan Amar di sekolah.
"Woy Topan! Kemana aja lo, jarang ngumpul?" Cowok yang disapa itu pun menoleh, kemudian
berjalan mendekat ke arah sumber suara.
"Biasa. Gue lagi sibuk mesra-mesraan dengan tugas Bu Mila. Ulangan gue remed lagi man!" Ucap cowok yang bernama Topan, seraya tertawa singkat.
Amar menganggukkan kepalanya mengerti, guru itu! Tidak bisa melihat anak muridnya senang!
"Anak baik. Rajin-rajin deh lo belajar biar gak bodoh kayak sohib gue, Patrick." Ucap Amar sambil terkekeh.
Topan tertawa renyah "Seharusnya lo bilang gini.
Rajin-rajin deh lo belajar, biar gak bodoh kayak gue. Dibandingin sama Patrick lo tu cuman beda tampang aja, selebihnya sama!"Dan tertawa lah Topan dan si **** Rian disana.
"Wah belum pernah disentil nih ubun-ubunya." Amar sudah siap dengan langkahnya, buru-buru Topan
berlari masuk ke dalam kelas.
Karena langkah Topan yang tidak hati-hati, alhasil dia menabrak seorang gadis hingga membuat gadis
itu jatuh hingga membentur ubin lantai yang dingin. Hal itu sontak membuat seluruh pasang mata melihat kearah mereka.
"Aww!" Rintih si gadis.
Topan bangkit berdiri, dan membiarkan gadis yang ia tabrak tadi terduduk diatas lantai. "Hati-hati kalo jalan!" Bentak Topan pada gadis di depannya.
Gadis itu menatap Topan garang, dia yang ditabrak kok malah dia yang dibentak! "Lo yang salah, tapi lo malah nyalahin gue? Etika lo dimana ha?!"
Gadis itu melanjutkan "Gue
lagi jalan baik-baik dan dari arah sana lo lari-larian sampai gak nyadar kalau lo udah nabrak gue?” Helen melirik tajam ke arah Topan. “Sekarang lo malah nyalahin gue? Waw!" Gadis itu menepuk tangannya seakan takjub dengan orang yang sangat
tidak dia kenal.
"Lo tau gue lagi lari, kenapa lo gak menghindar? Salah lo sendiri dong karena lo nggak hati-hati!" SahutTopan dingin. Dia sama sekali tidak
berniat meminta maaf, karena menurutnya itu sama saja menjatuhkan harga dirinya sebagai laki-laki.
Gadis itu menghembuskan nafas pelan "Oke. Gue gak mau debat. Kali ini, lo gua maafin."
Gadis itu berbalik sebelum tadi Topan sempat melihat name-tag yang bertuliskan Helena Aksarta.
***
"Jadi gitu ceritanya?
Emang ciri-ciri nya gimana sih Hel, siapa tau gue kenal kan."
Helen menatap Kaira malas "Terus
kalau lo kenal, lo mau apa?" gadis itu balas bertanya, enggan menjelaskan ciri-ciri yang diminta oleh Kaira karena menurutnya, mengingat kembali
peristiwa tadi membuat wajahnya memanas karena malu. Bayangkan saja, Helen terjatuh dan dilihat oleh sebagian siswa Mulia yang kebetulan berada di koridor depan kelas. Dan tidak ada
satupun dari mereka yang membantu Helen untuk berdiri.
Sekilas Kaira melihat kearah lutut Helen yang tertutup rok abu-abu itu mengeluarkan darah
segar. Lututnya terluka.
"Mau gue antar ke UKS gak? Mumpung belum bel." Usul Kaira.
Helen menoleh,lengkap dengan wajah datarnya.
"Gue bukan cewek lemah yang baru di tabrak langsung mejeng ke UKS." Tutur Helen yang menolak ajakan tersebut.
Cewek lemah? Perasaan tadi Kaira tidak mengucapkan hal-hal yang berbau 'lemah' niat dia kan baik mau nolongin!
"By the way, gue baru dapat kabar dari
kak Aftan. Istirahat nanti kita disuruh kumpul di lapangan tengah." Tutur Helen yang kembali
mengerjakan aktivitasnya mencatat jadwal masuk guru.
Kaira tiba-tiba melenguh "Gue
jadi rada malas untuk ikut trip kali ini." Helen sedikit memutar kepalanya menghadap kaira, “mau sampai kapan sih lo mau nge-hakimi dia terus? Selama ini lo
menghindar, tanpa dia tahu penyebab dari kemarahan lo. Lo punya mulut Kai, lo bilang ke dia. Lo jelasin ke dia. Lo minta penjelasan dari dia kenapa dia bisa setega itu terhadap bunda lo. Udah dua tahun Kai, dan lo masih nyimpan dendam lama
itu?"
Kaira terdiam sejenak. Helen membangkitkan rasa sedihnya. Gadis itu berucap terlalu santai, tanpa
memikirkan dampak yang Kaira rasakan. Tapi, omongan Helen itu benar. Kaira terlalu lama tenggelam dalam pahitnya masa lalu. Dan bila diteruskan, dia akan mati dalam penyesalan itu sendiri.
Kaira tidak menjawab, berbicara dengan Helen tidak akan membuat opininya terasa benar. Selalu gadis
itu mencela, dengan opini-opini lain yang lebih masuk akal. Alhasil Kaira hanya diam seribu bahasa, menutupi gejolak kesal karena dia gagal mempertahankan egonya.
Bel masuk sudah berbunyi, dan saat disadari. Alia, sahabat mereka tak kunjung tiba. Saat Helen menatap ke arah pintu tampaklah Alia yang berdiri memakai sepatu yang tidak lengkap, alias hanya sebelah. Helen mengangkat alisnya seolah bertanya "Ulah apa lagi yang lo buat?"
Dan saat itu…Alia meringis menatap tatapan tajam
milik sang sahabat seraya menjawab. " Sepatu gue di tangkap Pak satpam Hel. Pinjemin gue sepatu ya, gue malu pakek sepatu sebelah."
***
"Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Jadi gini teman-teman sekalian, kalian semua gue kumpulin disini karena kita akan membahas rencana naik gunung kita minggu depan. Gue perkirakan itu sekitar dua minggu dari sekarang. So, dengerin baik-baik dan catat apa aja yang gue suruh, Ok?" Kaira, Helen dan juga Alia telah berada di halaman tengahsekolah, tepatnya mereka sedang mengadakan rapat eskul.
Kaira memperhatikan penuh apa-apa saja yang Aftan, ketua eskul pecinta alam, ucapkan. Tepat saat Kaira sedang mencatat apa-apa saja
yang diperlukan, rombongan Amar dkk baru datang---lebih tepatnya lagi,datang terlambat.
"Sorry bro kita telat. Tadi habis berburu
mie ayam di kantin." Ucap Amar pada Aftan, teman akrabnya.
Bedanya, Aftan tidak bandel seperti Amar dkk. Dia
termasuk salah satu cowok berprestasi. Namun tetap saja, kedekatannya dengan Amar sama halnya
seperti dengan Rian dan Farga.
"Alasan basi." Jawab Aftan sambil terkekeh. Aftanpun menyadari bahwa Amar tidak datang bertiga, melainkan ada satu member baru,
alias Topan, yang ikut pada rapat kali ini.
"Lo Topan anak kelas XI 3 itu bukan?" Menyadari namanya disebut. Laki-laki yang dipanggil
Topan itu pun menoleh serta mengangguk singkat sebagai bentuk jawaban.
"Yoi bro. Dia boleh ikut kan? Hitung-hitung untuk nambah orang untuk bawain tas kita. Ya gak
bro?" Ucap Amar seolah meminta persetujuan Topan, mendengar itu Topan hanya mendengus kesal. Siapa juga yang mau dijadiin kacung pas naik gunung,
kalau iya dia berjanji akan menggulingkan orang itu dari atas puncak gunung.
"Ya udah. Lo ber-empat cepat gabung dengan yang lain. Dan ingat, catat apa yang gue
pinta." Kata Aftan final.
Menyadari hal itu. Kaira spontan saja menundukkan pandangannya dalam-dalam agar matanya tidak berkontak langsung dengan manik mara Amar. Gemuruh di dadanya kembali berulah, pikirannya kembali mengecap hal-hal buruk tentang Amar, berbeda dengan hati kecil yang menyuruhnya untuk memaafkan.
Sedangkan Helen. Gadis berkacamata itu membulatkan matanya kaget karena melihat sosok manusia tak beradab yang sudah membuatnya malu tadi pagi. Berjalan beriringan dengan
rombongan si kakak kelas, Amar. Kali ini dia setuju, trip kali ini tidak akan berjalan manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments