Kilas 14

Flashback

Senja, kala itu. Seorang bocah laki-laki tengah bermain bola bersama ayahnya. Mereka tampak akrab, layaknya hubungan harmonis antara orang tua dengan anaknya.

Sesekali bola yang di tendang si kecil menggelinding lurus ke depan---ke arah sang ayah, namun sang ayah seolah kesusahan dan membiarkan bola tersebut masuk ke dalam gawang. Menciptakan perasaan bahagia si kecil karena bola yang dia tendang tidak berhasil di tangkap oleh sang ayah.

"Ayah kalah lagi!" Cengirnya untuk yang kesekian kali. Seolah menghitung berapa kali ayahnya sudah gagal menjaga gawang tiap kali bermain bersama.

"Iya. Topan mainnya makin bagus nak." Puji sang ayah membanggakan.

Topan kecil yang dipuji pun langsung mengangguk antusias.

Topan. Bocah kecil yang kerap kali membuat orang di sekitar tersenyum karena keberadaannya. Tingkahnya yang lucu itu yang membuat orang di sekitar cepat akrab dan nyaman ketika bersama.

Namun, semua sisi riang Topan berbanding 180° saat dia mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung dari orang tuanya saat ini.

Kejadian itu berlangsung saat Topan sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke-sebelas. Setelah acara sesi potong kue dan make a wish selesai. Tidak banyak tamu yang datang, hanya sebagian keluarga dan teman dekat rumah saja yang diundang. Tak lama dari itu, Topan pamit untuk tidur karena dia merasa badannya sudah sangat pegal sejak siang tadi. Ayah dan ibu pun mengijinkan dan mempersilahkan Topan untuk istirahat.

Belum sempurna pintu kamar itu tertutup, samar-samar Topan mendengar pembicaraan antara ayah dan ibunya.

"Sampai kapan kita merahasiakan ini dari Topan Yah? Ibu takut semakin lama kita menutupi, semakin dia merasa di bohongi." Ujar ibunya kala itu. Raut cemas terlihat jelas pada parasnya yang ayu. Wajah yang ia turunkan pada si sulung dengan wajah mereka yang mirip. Luna dua, biasa orang menyebut si sulung.

"Ayah tau Bu. Sudah sebelas tahun rahasia ini aman. Ayah gak bisa bayangin kalau-kalau suatu saat Topan tahu tentang hal ini." Ayah menjawab lesu. Wajahnya yang semula segar berubah menjadi muram. Masalah ini sangat pelik jika diceritakan. Dan mereka belum sanggup untuk menceritakannya pada Topan. Dan mungkin tidak akan pernah sanggup. Mereka sudah terlanjur menyayangi si bungsu, Topan.

Sementara dari balik pintu kamar, Topan menjatuhkan badannya ke lantai, syok dengan kenyataan yang remang-remang baru dia terima. Jika dia boleh berpendapat, dunia terlalu tega mempermainkannya.

Mereka, orang tua idealnya. Orang tua yang selalu mengerti apa kemauannya dan jika dunia memberikan fakta bahwa dia bukanlah anak kandung dari ayah dan ibu, Tidak ada yang bisa Topan perbuat, dunia telah merubah pandangannya.

Pagi menyapa, setelah malam memberinya kabar derita. Mario, ayah Topan sedang duduk di meja makan sambil membaca koran pagi hari---rutinitas paginya. Sedangkan Luna, ibunya sedang menggoreng telur mata sapi kesukaan Topan dan Hana, kakak pertamanya.

Tidak ada yang berubah dari mereka. Pandangan mereka masih sama seperti tadi malam dan malam-malam sebelumnya. Ibu masih menyapanya, mengajaknya duduk ke meja makan---sarapan bersama dan sang kakak yang selalu menyayanginya.

Topan tertegun, tidak kah pernyataan semalam itu sudah jelas baginya? Apakah mereka selama ini berpura-pura dalam kebahagiaan dan tidak mengharapkan kehadirannya? Tapi tidak ada orang yang sanggup berpura-pura dalam kurun waktu sebelas tahun!

Mereka jelas menyayangi Topan, egoiskah jika Topan ingin memutar takdir, bahwa dia dan Hana adalah saudara satu darah yang sama-sama berasal dari rahim ibu yang sama? Sungguh pun demikian, Topan tidak sanggup untuk menerimanya.

Luna masih sibuk menaruh nasi goreng di piring mereka masing-masing. Topan melirik ayah yang sedang sibuk membaca koran, dan Kak Hana yang sibuk dengan serial TV pagi itu.

Topan terdiam sejenak, namun ibu duluan menyadari hal itu. Dengan lembut Ibu berkata. "Kamu kenapa Topan? Ada yang membuat kamu tidak nyaman di sekolah?"

Topan mendongak, melihat ibu yang kini melihatnya dengan senyuman hangat. Sekali lagi! Topan tertegun dengan senyum itu. Senyum yang bukan berasal dari ibu kandungnya "Nggak kok Bu, Topan lagi males aja."

Ibu mengerutkan kening heran mendengar jawaban anak bungsunya, namun ibu menutupinya dengan menyuruh mereka semua menghabiskan sarapan, keburu dingin, begitu kata Ibu.

Di sela-sela kegiatan sarapan, si bungsu--- Topan, berkata, yang sukses membuat orang tuanya menatapnya terkejut.

"Topan bukan anak ayah dan ibu ya?" Lirih suara si bungsu. Anak kecil itu menitihkan air matanya, sehingga membuat kedua orang tuanya merasa cemas.

Lamat-lamat Topan melihat anggukan kecil dari ayahnya. Itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia bukanlah berasal dari keluarga ini. Topan bangkit berdiri lantas berlari ke dalam kamar. Meninggalkan sarapannya yang masih tersisa setengah, membiarkan raut khawatir di wajah ibu dan ayahnya dan kebingungan pada sang kakak.

Tahun-tahun cepat berlalu. Topan pun telah beranjak menjadi remaja muda dengan wajahnya yang semakin menunjukkan kharismanya bagi lawan jenis. Pun kepribadiannya. Hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun membawa Topan pada perubahan sikap yang drastis. Jika dulu orang-orang menyayanginya karena sikapnya yang santun. Justru kini sikap itu hilang bagai tertelan kenangan, Topan yang sekarang adalah seorang remaja laki-laki pembuat onar, yang sering menjadi biang kerusuhan baik di sekolah maupun dalam keluarganya.

Tidak ada yang tahu pasti perihal perubahan itu sejak ayah dan ibu menceritakan tentang kenyataan dia bukanlah anak kandung mereka. Bahkan kedekatannya dengan Hana pun merenggang, sampai pada titik Topan bersikap seolah tidak mengenalnya.

Semua itu jauh lebih menyakitkan bagi orang tua Topan, dengan semua perubahan buruknya.

Dan sejak saat itu pula. Topan tidak pernah terbuka lagi pada keluarganya.

Namun dari semua itu, sikap tegar yang kini membuat Topan tetap bertahan walau nasibnya tidak seburuk anak-anak di luar sana yang bernasib sama seperti dirinya. Setidaknya orang tua angkat Topan masih menyayanginya dengan penuh kasih sayang.

Hanya saja Topan sudah sangat sadar diri. Untuk tidak meminta lebih kasih sayang tersebut

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!