Kilas 9

"Sekeras apapun kamu menangis, Sekencang apa pun kamu berteriak, atau sedendamnya kamu sama orang lain. Itu semua gak akan pernah merubah masa lalu." Deretan kata itu menampar keras hati seorang gadis yang sedang duduk berhadapan dengan abangnya. Kejadian satu jam yang lalu kembali terngiang dalam benaknya. Gadis itu masih menyesali perbuatannya, membocorkan rahasia terpentingnya pada laki-laki itu. Seharusnya dia diam saja, dengan segala kebencian yang dipendam selama ini, namun sungguh! Kaira tidak kuat untuk menahannya lagi. Semuanya mengalir lancar sore itu.

Tetesan air matapun terhenti, terdiam untuk beberapa saat. Kaira memaksa kinerja otaknya agar lebih cepat mencerna kata per kata.

"Sesakitnya kamu masih lebih sakit orang yang melihatmu."

Suasana di ruangan itu menjadi hening. Hanya detak jam dinding yang terdengar. Orang yang berucap barusan mencoba memberi arti sebuah kehilangan.

Tidak selamanya kehilangan adalah hal yang buruk. Ingatlah, dalam hidup ini semuanya berpasangan termasuk ketika kita kehilangan seseorang, akan ada waktunya nanti seseorang yang baru akan muncul dalam hidup kita. Menggantikan orang yang telah pergi, begitu terus siklusnya.

Benci tidak akan menyelesaikan masalah dan diam tidak akan membuat orang lain tahu kita sedang marah.

"Kamu ngerti kan maksud abang?" Perlahan Aga mengangkat wajah Kaira yang tertunduk. Gadis itu hanya pasrah, sesaat mereka berkontak mata. Nafasnya tersengal akibat menangis tadi. Hidungnya memerah, matanya sembab keadaannya benar-benar kacau saat ini.

Namun pancaran mata Aga yang teduh nan tegas membuat Kaira baru sadar akan kesalahannya selama ini. Keyakinannya mulai muncul. Ternyata bersikap memaafkan itu jauh lebih baik ketimbang membenci orang yang ujungnya akan memutuskan tali silaturahim.

Perlahan tapi pasti, bongkahan es yang selama ini menutupi sebagian hati Kaira mulai luruh. Kegigihannya dalam menutupi masalah ini mulai terbuka. Dan pasti, setelah ini akan ada awal baru lagi bagi Kaira.

Sepulang dari taman, Kaira mengunci diri di kamar, mengabaikan semua pertanyaan dari Aga. Kaira merasa saat ini ia tengah berada di titik terlemah dalam hidupnya. Luka lama itu kembali terangkat yang sayangnya tidak dapat Kaira tanggung sendirian. Ia butuh seseorang yang bisa mengerti, dan tahu jalan keluar dari masalah yang dia hadapi.

Alia dan Helen yang mengantarnya pulang. Dua sahabat itu terheran saat Kaira yang memohon minta diantar pulang dengan wajah yang sudah basah. Sebelumnya Kaira mengusap pipinya agar tidak terdapat bekas air mata di pipinya. Sedangkan di belakang ada Amar yang terus meneriaki nama Kaira namun yang gadis itu lakukan malah memaksa sahabatnya untuk pergi dari taman saat itu juga.

Mereka yang bingung hanya menurut tanpa bertanya lebih dalam. Mereka tahu saat ini Kaira sedang tertekan dan mereka tidak mau bila pertanyaannya menambah beban pikiran Kaira.

Di dalam mobil tidak ada yang memulai percakapan. Hanya bising radio yang menjadi penyelamat mereka yang berada dalam mobil. Helen dan Alia saling beradu pandang ke belakang, tempat di mana Kaira duduk. Namun gelengan dari Helen yang menghentikan niat Alia untuk bertanya. 'Biarin dia tenang dulu, kalo sudah tenang baru ditanya.' Begitulah kira-kira maksud dari gelengan Helen.

Sesampainya dirumah, benar saja gadis itu langsung turun tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Tak ada yang bisa ia jelaskan selain kalimat kecewa pada dirinya sendiri.

Terkadang kita harus mengeluarkan seluruh amarah yang kita pendam, agar kita tahu bahwa hal itu akan menjadi penyesalan dikemudian hari.

Hari ini, hari dimana semua kebencian sirna, kesakitan pulih, kesadaran pun muncul. Hidayah Allah yang memudahkan umatnya untuk saling memaafkan. Menangisi masa lalu hanya membuat kita berada dalam titik yang sama dan akan membuat kita terpuruk dalam jurang yang gelap.

Aga hanya tidak ingin Kaira memelihara sifat seperti itu. Lantas wajahnya tersenyum kemudian memeluk sayang adiknya-Kaira.

Hal yang kita tidak tahu saat kita merasa sedih adalah, ada orang lain yang justru lebih sedih melihat kita terpuruk. Betapa egoisnya kita yang hanya mementingkan diri sendiri. Merasa kalo masalah itu hanya kita sendiri yang tersakiti.

"Bunda pasti bangga dengan kamu dek." Ucap Aga pelan setengah berbisik. Kaira mengangguk dalam dekapan. Kenyamanan yang ia temukan saat tak ada lagi sang Bunda.

Satu lagi yang perlu diingat, percayalah… hati manusia tak ada yang sekeras batu.

***

Kejadian itu kembali terputar, menyetel setiap adegan demi adegan, ucapan demi ucapan. Semua yang diucap Kaira tertuju tepat ke arahnya. Namun terasa ganjil, saat diri sendiri merasa tidak bersalah.

Ungkapan kepedihan terlihat jelas dari sorot matanya menerawang. Inci demi inci ia ingat, tak satu pun luput tertinggal. Mulai dari seragam sekolah, tempat rawat, dan keterangan dokter yang gadis itu ucap.

'Gue pembunuh.' Kata itu terus terngiang. Berputar-putar seakan kalimat itu memang nyata.

Jantungnya berdetak lebih kencang, ketakutan kini melanda dirinya. Bisikan-bisikan halus mulai terdengar seakan mengatakan 'Kau memang membunuhnya!'

"Ahh!" Amar bangkit berdiri, mencoba mencari opini lain tentang masalah ini. Berjalan ke kanan dan kiri dalam ruangan 3X4 m itu, namun bisikan itu sangat kuat hingga membuat Amar terduduk lemas.

"Gak! Gue gak bisa kayak gini terus. Gue harus minta maaf." Ucapnya mantap.

Sekali lagi, hati seseorang yang tersakiti. Hanya karena kelakuan bodoh Amar dulu yang menyebabkan dampak yang besar untuknya. Terutama pada hari ini

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!