“Besok ada acara apa lagi?” tanya Hanna, saat mereka sudah pulang ke rumah Damian di sore harinya.
“Aku tidak tau. Semua ibu tiriku yang mengatur,” jawab Damian, membuka dasi dan jasnya nya, membuka beberapa kancing atas kemejanya, kemudian berbaring di tempat tidur, tubuhnya terasa pegal pegal dan lelah.
“Kau kenapa?” tanya Hanna, menatap Damian.
“Aku merasa lelah saja, semalam kau tidak memelukku, aku kurang tidur,” jawab Damian, sambil memejamkan matanya.
“Aku minta maaf aku ketiduran. Tapi kau jangan khawatir, aku akan memelukmu nanti malam,” ucap Hanna.
“Seharusnya begitu, aku sudah membayarmu dengan mahal,” jawab Damian, masih memejamkan matanya.
“Aku boleh tau, yang kau mimpikan tiap malam itu ceritanya sama atau beda-beda?” tanya Hanna.
“Sama. Ibuku meninggalkanku,” jawab Damian.
“Kau tau sekarang ibumu dimana?” tanya Hanna.
“Aku tidak tau, aku sudah mencarinya kemana-mana,” jawab Damian.
“Kenapa ibumu pergi?” tanya Hanna.
“Ayahku tergoda wanita yang jadi ibu tiriku sekarang,” jawab Damian. Membuat Hanna terdiam. Pantas saja Damian tidak suka pada ibu tirinya, karena wanita itu menyebabkan dia ditinggalkan ibu kandungnya. Kasian Damian. Dari luar dia bergelimang harta tapi dalam hatinya dia miskin kasih sayang.
Hanna duduk dipinggir tempat tidur, menatap Damian yang memejamkan matanya.
“Ada apa? Sudah aku katakan, jangan banyak memandangku, kau akan jatuh cinta padaku, kau kena finalti!” kata Damian.
“Tau darimana aku memandangmu?” tanya Hanna.
“Apa lagi pekerjaanmu jika dekat denganku? Dimana-mana kau selalu memandangku,” jawab Damian.
“Aah kaunya saja yang geer. Pria tampan sepertimu banyak di kota ini,” ucap Hanna, sambil mencibir.
“Kau menggangguku. Ada apa?” tanya Damian.
“Kalau besok tidak ada acara, aku mau memanjakan diriku, aku mau ke salon dan berbelanja, bagaimana menurutmu?” jawab Hanna.
“Terserah kau saja, aku sibuk besok,” kata Damian.
“Baiklah, sekarang aku mau mandi,” ucap Hanna, beranjak menuju kamar mandi.
Setelah mandi dan berpakaian, Hanna tiduran lagi di sofa empuk itu. Damian tampak bangun dari istirahatnya, dilihatnya wanita itu tiduran di sofa sambil memainkan handhponenya.
“Jangan lama-lama di sofa itu nanti kau ketiduran dan tidak memelukku lagi. Aku akan benar-benar mengambil uangku!” kata Damian.
“Kau jangan khawatir, aku sedang mencari-cari rumah jadi tidak akan tetidur,” jawab Hanna, tanpa menoleh.
“Kau terus terusan mencari rumah tapi tidak ada satupun yang kau beli. Apa uangnya masih kurang?” tanya Damian.
“Kau benar, ada rumah yang bagus lagi. Harganya 20 Milyar. Kalau aku membelinya, uangku tinggal 20 Milyar. Aku harus membeli tanah, kebun, uangku akan habis,” jawab Hanna.
“Kalau uangnya dibelanjakan pasti habis. Kecuali kalau uang itu tidak kau belanjakan, simpan saja di rekening, jadi utuh,” kata Damian. Tiba-tiba Hanna berseru dan bangun dari duduknya.
“Kau benar! Seharusnya aku tidak menggunakan uang itu! Tapi bagaimana dengan rumah yang akan ku beli itu?” tanya Hanna, menatap Damian yang masih duduk di tempat tidur.
“Kau tinggal minta pada suamimu,” jawab Damian.
“Waaah kau benar-benar baik! Kau akan memeblikanku rumah dipantai itu? Aku tidak menyangka kau sangat dermawan!” seru Hanna, berjalan mendekati Damian.
“Kalau seperti ini kau terlihat manis,” serunya lagi, wajahnya langsung berseri-seri, Hanna langsung duduk disamping Damian dan menyentuh tangannya lalu memijat mijatnya.
“Kau benar-benar pria yang baik,” ucapnya, membuat Damian keheranan.
“Kau kenapa?Kenapa kau memujiku? Kau juga memijatku,” tanya Damian, sambil menoleh pada tangan Hanna yang memijatnya.
“Tentu saja aku memujimu. Aku senang kau akan membelikanku rumah dipantai itu!” jawab Hanna, tersenyum lebar.
“Apa? Siapa yang akan membelikanmu rumah?” tanya Damian, terkejut, sambil menepiskan tangan Hanna, lalu berdiri.
“Tadi kau bilang kau akan membelikanku rumah itu,” jawab Hanna, menatap Damian dengan
serius.
“Aku tidak bilang begitu,” elak Damian.
“Tadi katamu aku bisa minta pada suamiku untuk membelikan rumah itu,” jawab Hanna.
“Memang benar, suamimu saja yang membelikannya, biar uangmu utuh,” kata Damian.
“Kau kan suamiku sekarang, jadi kau yang akan membelikan rumah itu,” jawab Hanna dengan pedenya.
“Apa? Tidak! Aku bukan suamimu! Buat apa aku membelikan rumah untukmu? Kau wanita yang aneh!” Tolak damian.
“Bukankah semua orang taunya kita suami istri! Berarti kau suamiku, kau yang akan membelikan rumah itu!” ucap Hanna.
“Tidak, aku tidak mau! Pakai saja uangmu!” teriak Damian, sambil pergi ke kamar mandi.
“Kau suami yang pelit!” balas Hanna berteriak. Tidak ada jawaban apa-apa dari kamar mandi.
“Huuuh, aku sudah memijat mijatnya tadi, dia tidak jadi membelikanku rumah,” gerutunya, lalu tersenyum, merasa lucu mengerjai pria itu.
Terdengar suara pintu kamarnya diketuk. Hanna segera membukanya.
Pak Wardi sudah ada di depan pintu.
“Nyonya besar menunggu di meja makan, sekarang,” kata Pak Wardi.
“Ya baiklah, aku juga sudah lapar,” jawab Hanna, lalu menoleh ke kamar mandi.
“Sayaaang, aku ke meja makan! Kau menyusul ya!” teriaknya dengan keras, kedua tangannya menempel di samping kanan kiri mulutnya. Pak wardi sampai terkejut dengan ulahnya.
Tidak ada jawaban. Hanna menoleh pada Pak Wardi yang tampak masih bengong.
“Ayo,” ajak Hanna sambil menutup pintu kamar.
Di meja makan, Ny.Sofia sudah duduk disana, dia langsung mempersilahkan duduk pada Hanna.
“Duduklah, sekarang waktunya makan,” ucap Ny.Sofia.
Hanna langsung duduk di kursi yang kosong.
“Mana suamimu?” tanya Ny.Sofia.
“Dia sedang mandi,” jawab Hanna.
Ny.Sofia menatap Hanna.
“Kau mau makan apa?” tanyanya. Seorang pelayan mengisikan minuman di gelas gelas yang kosong termasuk gelas Hanna.
Hanna melihat menu di meja makan itu yang beraneka ragam, sepertinya sangat lezat. Kemarin malam dia ketiduran samapi pagi jadi tidak tahu menu apa yang biasa dipasak di rumah keluarga Damian ini.
Hanna menunjuk beberapa menu, pelayan langsung mengambilkannya buat Hanna, karena memang meja itu sangat besar dan menu juga sangat banyak pilihan.
“Kenapa makanannya banyak sekali? Apakah ada orang lain yang akan makan?” tanya Hanna, menatap Ny.Sofia.
“Tidak. Karena aku tidak tau istrinya Damian menyukai makanan apa. Kedepannya kau bisa bicara pada Pak Wardi makanan apa saja kesukaanmu,” jawab ibu tirinya Damian itu.
“Baik, Bu,” jawab Hanna. Ternyata ibu tirinya Damian tidak sejahat yang dbayangkan, fikirnya.
Terdengar suara langkah menghampiri meja makan. Damian langsung duduk disamping Hanna. Pelayan langsung mengisikan menu menu ke piring Damian, sepertinya pelayan itu sudah hafal kebiasaannya Damian. Tanpa menunggu lagi, dia langsung memakan makanan di piringnya.
Ibu itirinya melihat sebentar pada Damian, lalu diapun mulai makan.
“Kau tinggal dimana?” tanya Ny.Sofia, melirik pada Hanna. Damian tampak menghentikan makannya sebentar. Dia baru sadar selama ini dia tidak pernah tahu identitasnya Hanna. Dia hanya tahu namanya Hanna, tidak silsilahnya.
“Aku tinggal di pulang kecil,” jawab Hanna.
“Orang tuamu masih ada?” tanya Ny. Sofia.
“Ada,” jawab Hanna, tiba-tiba dia merasa rindu pada orangtuanya. Suaranya terasa berat, dia menunduk mengaduk-aduk makanannya. Tapi kalau dia pulang, dia takut orangtuanya mempermasalahkan pernikahan itu. Orangtuanya pasti marah sudah dipermalukan.
Damian melirik istri palsunya itu, dia berfikir apa Hanna teringat orangtuanya?
“Apa pekerjaan orangtuamu?” tanya Ny. Sofia, menatap Hanna.
“Orangtuaku?” Hanna tampak terkejut saat ditanya pekerjaan orangtuanya.
“Orangtuanya pengusaha terkaya dipulau itu, memiliki banyak perahu dan kapal pesiar juga. Mungkin perusahaanku akan bekerja sama dengan perusahaan ayahnya,” jawab Damian tiba-tiba membuat Hanna menoleh. Kenapa Damian bicara begitu?
“Begitu? Baguslah, setidaknya dia memang cocok jadi istrimu,” kata Ny.Sofia. Damian tidak bicara lagi.
“Apa yang kau kerjakan disana? Kau bekerja di perusahaan ayahmu?” tanya Ny.Sofia lagi.
“Iya, dia membantu perusahaan ayahnya,” jawab Damian lagi. Lagi-lagi Hanna menoleh ke arahnya.
Damian seperti tidak peduli, dia kembali makan makanan di piringnya.
“Wah, kau pasti kuliah diluar negeri,” tebak Ny.Sofia.
“Iya, dia kuliah di Australia,” jawab Damian, Hanna menoleh lagi pada Damian, tapi dia tidak bicara apa-apa, hanya tersenyum dan mengangguk.
“Nanti resepsi, orangtuamu sebaiknya datang,” ucap Ny.Sofia. Membuat Hanna dan Damian terbatuk-batuk.
“Ada apa?” tanya Ny.Sofia kaget.
“Tidak apa-apa, aku hanya merasa tenggorokanku kering,” jawab Hanna, sambil meminum air putih itu, juga Damian bersamaan. Mereka kaget tidak terfikir Ny.Sofia mengundang orangtuanya Hanna.
“Orangtuanya sangat sibuk, sering bepergian ke luar negeri,” jawab Damian.
“Makanya kau kabari sekarang. Tidak bagus resepsi tidak ada orangtua mempelai wanita,Oratuamu pasti akan datang,” ucap Ny.Sofia.
“Ba, baik,” jawab Hanna dengan ragu-ragu akhirnya mengangguk.
"Kau berapa bersaudara?" tanya Ny.Sofia lagi.
"Aku anak tunggal," jawab Hanna, Ny.Sofia tampak mengangguk angguk.
“Ayo habiskan makanmu. Aku melihat kau makan banyak di pesta waktu itu,” ucap Ny.Sofia.
“I iya bu,” jawab Hanna, melirik pada Damian yang diam saja.
Setelah makan malam merekapun masuk kamar.
“Bagaimana ini? Ibumu minta orangtuaku datang?” tanya Hanna, menatap Damian sambil menutup pintu.
“Seharusnya aku tadi bilang kalau orangtuamu sudah meninggal,” jawab Damian.
“Enak saja kau bicara begitu! Orangtuaku masih hidup!” bentak Hanna.
“Tapi sekarang kita jadi punya masalah,” jawab Damian.
“Kau benar,” jawab Hanna mengangguk dengan lesu.
Kemudian mereka berjalan menuju sofa, duduk berdampingan di sofa tempat tidurnya Hanna itu.
*********************************
Readers, masih flat ya ceritanya….author belum bikin konflik berat, cos novel satunya “ My Secretary” sedang menguras airmata..
Jangan lupa like dan komen
Baca juga “My Secretary” season 2 Love Story in London, episode : Aku ingin kau hidup
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Juragan Jengqol
kalau modelnya gitu ga bakal pernah cukup. punya 20 pengen beli yg 10. punya 40 pengen beli yg 20. maruk itu namanya....
2023-11-25
0
Aurora
👍👍👍👍👍👍👍
2021-08-21
1
Lailan Kasuma
tuh kan mulai masukmasalanya
2021-03-23
2