Damian baru selesai mandi dipagi ini. Dia menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk, dilihatnya Hanna masih tertidur meringkuk tampak bergerak gerak seperti kedinginan tapi diacuhkannya, kembali melakukan aktifitasnya akan berpakaian. Diapun menghadap cermin kembali mengosok gosok tubuhnya dengan handuk. Beberapa hari ini setiap pagi dia merasakan badannya lebih segar karena dia bisa tidur nyenyak.
Dipakainya pakaian kerjanya dengan cepat, menyisir rambutnya, menggunakan jam tangan dan sepatunya. Semua sudah lengkap, tinggal berangkat. Hari ini meeting pukul 8.30 lebih pagi dari biasanya.
Damian kembali melihat cermin, di dalam cermin terlihat Hanna kembali bergerak gerak tapi tidak juga bangun. Diapun berjalan mendekati tempat tidur. Dia ingin memakinya seperti biasa supaya bangun. Wanita itu sangat suka sekali tidur.
Tapi melihat dia meringkuk kedinginan, dia tidak tega membangunkannya. Ditariknya selimut dan menyelimuti tubuh yang meringkuk itu, sampai bahunya, membuat wajahnya menjadi dekat dengan wajah wanita yang tidur itu.
Diapun menjadi memperhatikan wajah yang sedang tidur itu. Bukankah sebenarnya wanita itu juga cantik? Bahkan kecantikannya sangat alami, tidak ada vermakan apapun diwajahnya, dia sangat manis. Dilihatnya helaian rambut menutupi sebagian wajahnya. Tangannyapun bergerak untuk menyibakkan rambutnya, tapi terhenti saaat Hanna mengigau.
“Rumahku…Rumahku..” gumamnya, membuat Damian tersenyum. Wanita ini terus terusan mencari cari rumah di internet tapi tidak satupun yang jadi dia beli.
Tiba-tiba lamunananya buyar saat tiba-tiba Hanna terbangun.
“Kau! Sedang apa kau! Kau macam-macam denganku?” tuduh Hanna, sambil bangun dan duduk menatap Damian dengan curiga.
“Apa yang kau lakukan? Kau menciumku? Kau kena finalti, kau harus membayar x lipat!’ serunya lagi, membuat Damian kesal.
“Aku cuma menyelimutimu karena kau kedinginan,” jawab Damian, diapun kembali duduk dipinggir tempat tidur.
“Kau mengelak ya, jelas jelas kau akan menciumku tadi, kalau tidak untuk apa wajahmu dekat dekat denganku?” Hanna kembali menuduh sambil memberengut.
“Kau harus membayar 2x lipat,” seru Hanna.
“Baik kalau begitu, aku bayar 2x lipat. Sini kau mendekat!” kata Damian, mengulurkan tangannya, membuat Hanna menjauh.
“Mau apa kau?” tanya Hanna, mendelik curiga.
“Tentu saja menciummu, bukankah aku kena finalti harus membayar 2x lipat!” seru Damian, sengaja mengerjai Hanna, dan menarik tangan Hanna supaya mendekat. Hanna balas menarik lagi tangannya supaya terlepas.
“Sini!” seru Damian.
“Tidak!” tolak Hanna
“Sini!”
“Tidak!”
Karena tenaga Damian yang lebih kuat, tarikannya membuat Hanna terjatuh ke pangkuannya, Damian spontan menahan tubuh itu memeluknya dengan terkejut, dia tidak menyangka Hanna akan tertarik, sampai wajah mereka begitu dekat.
Mata mereka bertatapan. Sejenak terdiam, masing masing merasa kaget. Jantung Hanna terasa berhenti berdegup, dia sangat gugup, wajahnya sedekat itu dengan pria itu, ah pria itu sangat tampan, batinnya. Begitu juga Damian, menatap wajah wanita itu begitu dekat, bukankah dia terlihat semakin cantik? Bibir mungilnya membuatnya tergoda untuk menciumnya.
Tok tok tok !
“Pak Damian, apa anda sudah bangun? Meeting sekitar 15 menit lagi, jangan terlambat,” terdengar suara Pak Indra menyadarkan mereka berdua.
Damian segera menjauhkan wajahnya dan melepas pelukannya. Hanna cepat cepat bagun, merapihkan rambutnya yang acak-acakan.
“Aku mau mandi,” ucap Hanna, memalingkan mukanya yang kini memerah, dia benar-benar gugup. Beberapa malam ini dia terbiasa memeluk Damian yang mengigau, tapi dipeluk dalam keadaan sadar begini benar-benar membuat jantungnya seperti akan copot.
“Ya aku sudah siap,” jawab Damian, diapun bangun, merapihkan bajunya sebentar. Dilihatnya Hanna masuk kamar mandi, diapun segera keluar dari kamar itu. Pak Indra sudah berdiri mematung didepan pintu.
“Ayo,” ajak Damian sambil menutup pintu, pria beruban itu tampak tersenyum menatapnya.
“Kenapa?” tanya Damian.
“Kau terlihat lebih fresh dan bersemangat beberapa hari ini,” jawab pak Indra, tidak lepas dari senyumnya.
“Benarkah? Beberapa malam ini aku bisa tidur nyenyak, jadi badanku lebih segar,” jawab Damian, sambil berjalan menyusuri lorong kamar-kamar itu.
“Tentu saja, dengan menikahnya anda membawa dampak yang sangat positif,” jawab Pak Indra. Membuat Damian tertegun, pria ini masih mengira dia sudah menikah. Damian tidak bicara apa-apa lagi.
Dalam beberapa menit, mereka sampai di gedung perkantoran tempat Damian meeting dengan klien-kliennya.
“Hai Doni, apa kabarmu?” tanya Damian pada seorang pria muda, yang ditemuinya di ruang meeting.
“Damian! Sudah lama kita tidak bertemu. Ku dengar kau sudah menikah. Kenapa kau tidak mengundangku?” tanya Doni, merekapun berpelukan.
“Aku terburu-buru. Aku sangat sibuk,” jawab Damian.
“Aku juga rencananya akan menikah bulan depan,” kata Doni, mereka duduk dikursi berdekatan.
“Benarkah? Itu sangat bagus. Oh ya kau tidur di hotel yang sama denganku tidak? Bagaimana kalau nanti malam kita bertemu? “ tanya Damian.
“Maaf aku tidak bisa. Nanti sore aku akan mencari cincin pernikahan bersama calon istriku, aku membawanya kesini sekalian kami ada jadwal prewed,” jawab Doni.
Mendengar perkataan Doni, membuat Damian teringat sesuatu. Hanna waktu itu sepulang dari salon meniupi jari-jarinya terus, dia masih ingat jari-jarinya tidak memakai cincin satupun apalagi cincin pernikahan.
“Cincin pernikahan?” tanya Damian, menatap Doni.
“Iya, cincin pernikahan. Bukankah kita menikah harus ada cincin pernikahan? Kau seperti yang belum menikah saja, terkejut begitu,” jawab Doni.
Damian merenung, dia tidak membelikan cincin pernikahan pada Hanna.
“Kau membelinya dimana?” tanya Damian.
Doni menyebutkan sebuah toko.
“Disana kualitasnya sangat bagus. Harganya lumayan mahal tapi sangat memuaskan,” jawab Doni. Damian tidak bicara lagi.
Keesokan harinya…
“Kau masih juga tidur? Ayo cepat mandi, aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” kata Damian, berdiri menatap Hanna yang masih tertidur.
“Kua selalu mengomeliku tiap hari. Aku ini selalu begadang menungguimu semalaman karena mengigau. Kau fikir aku akan tidur nyenyak mendengar suaramu yang berisik?” keluh Hanna, menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya.
“Nanti siang kita kan berangkat ke Swiss, sebelum berangkat, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” kata Damian.
“Kau mau mengajak kemana?” tanya Hanna, didalam selimut.
“Membeli cincin,” jawab Damian.
“Apa? Cincin? Cincin apa?” tanya Hanna.
“Cincin pernikahan,”jawab Hanna.
“Pernikahan siapa?” tanya hanna lagi masih dalam selimut.
“Pernikahan kita,” jawab Damian.
“Pernikahan kita? Apa?” tiba-tiba Hanna bangun dan menyibakkan selimutnya. Dia duduk menatap Damian.
“Kau mau membeli cincin pernikahan kita?” tanya Hanna.
“Iya. Bukankah kalau yang sudah menikah memakai cincin?” jawab Damian.
Hanna langsung turun dari tempat tidurnya.
“Kenapa kau tidak bilang dari tadi. Kalau membeli cincin aku mau,” seru Hanna, memasukkan kakinya pada sandal dilantai. Membuat Damian mencibir, tadi dibangunkan susahnya minta ampun, mendengar membeli cincin langsung bersemangat.
“Eh tunggu. Tapi nanti cincinnya jadi milikku kan? Tidak perlu ku kembalikan kalau aku tidak menjadi istrimu lagi?” tanya Hanna. Tiba-tiba Hanna berhenti bicara, Damian juga agak terkejut dengan apa yang dibicarakan Hanna, tidak menjadi istrinya lagi.
Hanna menatap Damian begitu juga Damian, tidak ada kata-kata yang terucap.
“Aku mau mandi, bersiap-siap,” ucap Hanna, terlebih dahulu sadar, dia segera masuk ke kamar mandi.
Damian duduk di sofa. Hanna benar, sampai kapan Hanna akan menjadi istri pura-puranya?
Sejam kemudian mereka sudah berada di toko yang disebutkan Doni kemarin.
Hanna dengan semangat memilih milih cincin yang sangat indah indah itu.
“Kau lihat? Ini bagus kan?” tanya Hanna. Saat memasukkan sebuah cincin ke jarinya, diperlihatkan pada Damian.
“Bagus,” jawab Damian.
Hanna mengambilkan sebuah cincin lagi untuk pria.
“Sini tanganmu!” ucapnya sambil menarik tangan Damian, lalu memakaikan cincin itu, dan melihatnya.
“Bagus, sangat cocok untukmu dan cukup dijarimu,” kata Hanna, kemudian menoleh pada pemilik toko.
“Harganya berapa?” tanya Hanna. Pemilik toko menyebutkan harga yang membuat Hanna langsung batuk batuk.
“Kau kenapa?” tanya Damian.
“Mm tidak tidak. Sepertinya cincin ini tidak cocok buat kita. Cari lagi yang lain,” kata Hanna sambil melepas cincin dijarinya. Damian memperhatikannya, Hanna kembali bicara dengan pemilik toko.
“Apa ada yang lain?” tanya Hanna.
“Yang lain? Apa itu kurang bagus? Anda tidak suka?” tanya pemilik toko.
“Bukan bukan itu, maksudku apakah ada yang lebih murah?” jawab Hanna, bicaranya agak dipelankan, kini pemilik toko mengerti rupanya cincin itu kemahalan.
“Bungkus saja yang itu,” tiba-tiba Damian menyela. Hanna menoleh padanya, lalu tangannya melambai-lambai memberi kode supaya Damian mendekat. Damianpun mendekatkan kepalanya ke wajah Hanna yang langsung berbisik ketelinganya.
“Harganya terlalu mahal,” ucap Hanna.
“Kau ingatkan, ini cincinnya akan jadi milikku. Kau akan jatuh miskin kalau menghambur hamburkan uangmu begini. Beli yang murah saja, tidak apa-apa,” bisiknya lagi. Kini Damian menatapnya, mereka saling bertatapan. Hanna mengangguk. Damian kembali menatap memilik toko.
“Bungkus yang itu,” ucapnya, membuat Hanna membelalakkan matanya. Damian benar-benar membeli cincin yang mahal itu.
“Damian, kau serius?” tanya Hanna menoleh pada Damian. Pemilik toko tampak pergi ke bilik toko, akan membungkus cincin itu.
“Bukankah cincin pernikahan itu harus yang special?” tanya Damian, menatap Hanna.
“Kau akan jatuh miskin kalau membeli barang barang yang mahal,” jawab Hanna.
“Aku tidak akan jatuh miskin karena membeli sebuah cincin,” kata Damian.
“Apa kau sekaya itu? Kenapa aku tidak jadi istrimu saja?” seru Hanna,mendadak genit.
“Tidak, kau bukan tipeku,” elak Damian.
“Hem, kau selalu bicara begitu, bukankah tadi kau akan menciumku?” gerutu Hanna, kini Damian yang terbatuk batuk, mengingat dia hampir saja tergoda menciumnya.
Sepanjang jalan ke Swiss, Hanna tidak henti hentinya melihat jarinya yang sudah mengenakan cincin, dia terus senyum senyum sendiri. Cincin yang sangat indah, dia menyukainya hanya saja kenapa cincin itu mahal sekali?
Damian sesekali memperhatikannya sambil membaca korannya.
“Kau menyukai cincinnya?” tanya Damian tanpa menoleh.
“Tentu saja, aku menyukainya, sangat indah,” jawab Hanna, kembali membalik balikkan jarinya.
“Hemmm seandainya ada pria yang melamarku, memakainkan cincin ini dijariku, aku akan sangat bahagia sekali,” ucapnya.
“Tidak akan ada,” jawab Damian, membuat Hanna langsung memberengut, menoleh kearahnya.
“Maksudmu apa? Kau fikir tidak akan ada pria kaya yang menyukaiku, begitu?” semprot Hanna, menatap tajam pada pria yang serius dengan korannya.
Damian hanya mengangkat alisnya tanpa menjawab.
“Kau ini sangat keterlaluan, mana jarimu?” tanya Hanna, sambil mendekati Damian.
“Apa?” tanya Damian, menatap Hanna yang menarik tangannya.
“Lepaskan cincinmu! Aku juga tidak mau menikah denganmu, cepat lepaskan!” teriak Hanna, tangannya mencoba melepaskan cincin dijari tangan Damian.
“Tidak mau,” tolak Damian.
“Lepaskan!”
“Tidak!”
“Lepaskan!”
Karena tarik menarik itu, Hanna berhasil melepaskan cincin dijari Damian tetapi…Cling!Cincin itu terpental jatuh dan menggelinding ke bawah.
“Ha? Cincinnya jatuh!” teriak Hanna dengan kaget, menoleh kearah Damian yang memberengut kesal.
“Kau menjatuhkan cincinku!” teriak Damian, membuat Hanna merasa bersalah.
“Maaf, aku
tidak bermaksud menjatuhkannya,” ucap Hanna, dengan sedih.
Damian berdiri, menyimpan korannya, menatap Hanna yang menunduk.
“Kau harus mencarinya sampai ketemu! Bukankah kau bilang cincin itu mahal sekali? Kalau tidak ketemu, kau harus menggantinya,” perintah Damian.
“Bagaimana aku bisa menggantinya? Uangku buat beli rumah bukan buat mengganti cincinmu,” jawab Hanna.
“Kalau begitu cari, sampai ketemu,” kata Damian, kembali duduk dan meraih korannya kembali.
Kini Hanna berjongkok dibawah mencari cari arah cincin tadi menggelinding.
“Awas kalau tidak ketemu,” ancam Damian. Hanna tidak menjawab, dia serius mencari cincin.
***********************
Lanjut besok ya…masih tema yang ringan ringan saja.
Jangan lupa like dan komennya
Baca juga “My Secretary” karya author yang lain, tentang cinta segitiga yang mengharu biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Lilik Khoniah
iya aku suka banget Ama ceritanya
2023-03-29
0
zahira aulia Putri
yg ini ringan tapi asik.
yg my secretay menguras air mata
2022-05-29
0
Lala
Damian sudah menunjukkan tanda tanda bucin ..
2022-01-27
0