Malam telah tiba, jam menunjukkan jam makan malam, Damian sudah lebih dulu pergi ke restaurant dengan Tommy. Hanna menyusul mencari-cari Damian di restaurant hotel itu. Meja meja tampak penuh.
“Kemana dia?” gumamnya. Akhirnya ditemukannya pria itu duduk membelakangi bersama teman-temannya yang lain sekitar 7 orang. Mereka tampak membicarakan sesuatu yang sangat menarik dan merekapun tertawa-tawa.
Hanna menghentikan langkahnya saat mendengar percakapan mereka, dan bersembunyi di tembok dekat mereka berkumpul.
“Setelah makan kita kesana. Dia sudah memilihkan wanita-wanita cantik untuk menemani kita malam ini, kalian tinggal memilih saja,” ucap salah seorang dari mereka.
“Ada yang paling cantik?” tanya seorang lagi.
“Ada, itu bayarannya lebih mahal,,” jawab pria tadi.
“Aku tidak peduli harga, yang penting dia membuatku puas,” kata yang lainnya.
“Benar, tidak ada salahnya bersenang senang sedikit. Memiliki uang banyak buat apa kalau tidak digunakan sebaik baiknya, iya kan?” timpal yang lainnya diikuti tawa teman-temannya.
Hanna berfikir, ternyata mereka akan mencari perempuan malam ini. Berarti malam ini dia bebas tugas, tidak perlu memeluk Damian yang mengigau, biarkan saja wanita bayarannya itu yang menemaninya, fikir Hanna. Ah dia akan tidur nyanyak malam ini, tidak perlu menunggui Damian semalaman. Tunggu tunggu, kapan dia tidur tidak nyenyak? Semalam juga bukankah dia tidur nyenyak dipeluk Damian? Aaah! Hanna menggeleng gelengkan kepalanya. Dia benar-benar payah. Kembali didengarkannya mereka yang mengobrol.
“Damian, kau akan ikut?” tanya temannya.
“Tentu saja tidak ikut, dia membawa istrinya,” jawab yang lain.
“Aku ikut. Aku menyusul kalau istriku sudah tidur,” kata Damian. Teman-temannya langsung tertawa.
“Hahaha…kau benar-benar pria sejati!” canda teman-temannya.
“Tega sekali kau meninggalkan istrimu,” kata yang lain.
“Apa kau masih sanggup melayani wanita lain setelah bersama istrimu?” tanya temannya, disela-sela tawanya.
“Kenapa tidak?” ucap Damian, kembali teman-temannya tertawa.
Hanna memberengut sebal mendengar perkataan Damian. Untung saja Damian bukan suaminya. Kalau dia benar-benar suaminya, dia sudah memukulnya dengan sepatu. Hanna menggeram kesal. Tiba-tiba seseorang menyapanya.
“Nyonya Damian!” panggilnya, membuat Hanna menoleh. Dan orang orang yang bercakap cakap itu langsung menhentikan pembicaraannya. Damian pun menoleh kearah suara yang memanggil Nyonya Damian.
Hanna menatap pria itu yang ternyata Tommy.
“Kenapa kau berdiri disana? Ayo,” ajak Tommy. Hanna hanya mengangguk, mengikuti Tommy menemui Damian dan teman-temannya.
Damian menoleh pada Hanna yang menghampirinya.
“Teman-teman, ini istriku,” kata Damian. Hanna mengangguk pada teman-temannya Damian yang menyapanya.
“Sayang duduklah,” kata Damian, sambil duduknya bergeser. Membuat Hanna mau muntah mendengarnya. Dasar pria hidung belang bermuka dua, umpatnya.
Tangan Damian mengulur meraih tangan Hanna supaya duduk disampingnya.
Hannapun duduk, dia mendelik pada Damian saat pria itu memeluk pinggangnya.
“Maaf aku mengganggu acara kalian,” kata Hanna pada teman-temannya Damian.
“Tidak apa-apa, kami berkumpul kalau pas ada acara saja.,” jawab teman Damian.
“Kapan kalian akan mengadakan resepsi? Pernikahan kalian sangat mengejutkan!” kata yang lain.
Hanna menoleh pada Damian.
“Secepatnya, ya kan sayang? Setelah beberapa urusanku beres,” jawab Damian menoleh pada Hanna sambil tersenyum. Hanna pun tersenyum mengangguk pada teman-temannya Damian.
“Kalian akan bulan madu kemana?”
“Mmm ke..”Hanna akan menjawab, tapi didahului Damian.
“Kami belum
membicarakannya, mungkin nanti kalau setelah resepsi,” jawab Damian.
“Bukankah proyek barumu akan beres minggu minggu ini? Kau bisa mempersiapkan resepsi dari sekarang,” kata Tommy.
“Ya benar, buat apa dilama-lama. Keburu punya bayi,” jawab yang lain sambil tertawa. Muka Hanna langsung memerah, punya bayi darimana? Bahkan menikahpun belum. Damian hanya tersenyum.
Hanna menoleh pada Damian.
“Aku akan mengambil makanan. Kalian lanjutkan saja, aku tidak mau mengganggu,” kata Hanna. Damian mengangguk. Hannapun meninggalkan perkumpulan pria pria itu.
Hanna mengambil menu makanan dimasukkan ke piringnya.
“Punya bayi, bayi darimana, menikah juga belum,” gumamnya. Membayangkan mempunyai suami sepertiDamian, ah tidak. Dia ingin mempunyai suami yang mencintainya.
Hanna duduk di kursi yang kosong, mulai menyantap makanannya. Tidak berapa lama Damian menghampiri dan duduk di depannya.
“Ada apa?” tanya Hanna.
“Tentu saja menemanimu makan. Masa aku membiarkanmu makan sendiri,” ucap Damian.
“Kau sudah makan?” tanya Hanna. Damian hanya mengangguk.
“Kau ada acara dengan teman-temanmu?” tanya Hanna, menatap Damian.
Damian tidak menjawab.
“Aku tidak akan ikut campur urusanmu, pergilah,” kata Hanna.
“Memang seharusnya begitu,” ucap Damian.
Setelah Hanna menghabiskan makanannya, Damian mengantar Hanna kembali ke kamarnya. Tapi ternyata Damian tidak langsung pergi lagi.
Hanna kembali sibuk dengan telponnya. Dia menawar beberapa rumah yang ditawarkannya. Dia juga mencari cari info di link internet.
“Kau sedang apa?” tanya Damian, duduk bersandar di tempat tidur, tangan terlipat di dadanya.
“Mencari rumah, aku akan membeli rumah,” jawab Hanna tanpa menoleh.
“Rumah? “ tanya Damian.
“Benar, aku kan tidak mungkin pulang ke rumah orangtuaku,” jawab Hanna.
“Hemm aku baru ingat. Kenapa kau kabur dihari pernikahanmu? Kau dijodohkan?” tanya Damian.
“Tidak,” jawab Hanna.
“Terus kenapa kau pergi?” tanya Damian lagi keheranan.
“Aku belum siap menikah,” jawab Hanna, membuat Damian tertawa kecil.
“Kalau belum siap menikah kenapa mau menikah?” tanya Damian.
“Karena tiba-tiba aku tidak yakin kalau aku mencintainya,” jawab Hanna.
“Kenapa bisa begitu?” tanya Damian lagi, keheranan menatap wanita yang sedang sibuk mengscroll hpnya.
“Entahlah. Aku tidak ingin membicarakannya,” jawab Hanna.
Akhirnya Damian terdiam.
“Eh kenapa kau belum pergi juga? Kau kan ada acara dengan teman-temanmu,” tanya Hanna, menoleh kearah Damian.
“Satu jam lagi,” jawab Damian.
“Kenapa satu jam lagi?” Hanna melirik jam di dinding.
“Karena aku harus memuaskan istriku dulu, baru aku pergi,” jawab Damian, membuat Hanna melotot.
“Apa maksudmu bicara begitu?” semprot Hanna.
“Karena mereka mengira kita suami istri, sangat merepotkan,” keluh Damian.
Hanna tidak bicara lagi, dia kembali sibuk dengan hpnya, kini dia terlihat senyum senyum sendiri, kadang tertawa, kadang cemberut.
Damian memperhatikan wanita di depannya itu. Dia sama sekali tidak mengenalnya. Dia tidak mengerti kenapa dia harus membawa bawa wanita itu pergi ke luar negeri segala. Bahkan mereka tidak ada hubungan apa-apa sama sekali.
“Aku akan keluar, kau kunci saja pintunya,” ucap Damian, sejam kemudian.
“Ya,” jawab Hanna masih sibuk dengan Hpnya, kini sambil berbaring di sofa.
Damian meliriknya sebentar, lalu diapun keluar kamar.
Malam semakin larut, Hanna pindah berbaringnya ke tempat tidur. Senang rasanya tidak ada Damian di kamar itu, dia bebas malam ini tidak perlu menunggui Damian mengigau. Lama-lama diapun terlelap.
Malam semakin larut. Hanna bermimpi dia membeli sebuah rumah mewah yang sangat indah di pesisir pantai. Dari loteng rumahnya dia bisa melihat deburan ombak dipantai. Ruangan rumahnya dipenuhi jendela jendela kaca yang besar, seakan akan dia berada diluar rumah, bisa langsung menikmati pemandangan di pantai itu.
Tiba-tiba dia mendengar suara lirih seorang pria.
“Jangan, jangan pergi! Jangan meninggalkanku,” kata suara itu.
Hanna yang dalam mimpinya sedang berdiri di kamarnya yang di loteng itu, mencari arah suara itu berasal. Tiba-tiba dia merasakan dadanya begitu sesak dan tidak bisa bernafas. Ada apa ini? Kenapa dadanya sangat sesak? Uhu uhuk, dia terbatuk batuk, dan membukakan matanya.
Dia bermimpi, matanya menatap langit langit kamar. Tapi suara-suara itu tidak hilang meskipun dia bangun dari mimpinya. Dadanya juga terasa semakin sesak, ada apa ini? Sebuah kepala menyandar dibahu kanannya, diapun menoleh dan langsung terkejut saat didapatinya kepala Damian disampingnya. Dia terus mengigau.
Hanna merenung, bukankah Damian ada acara keluar? Kenapa dia pulang? Fikirnya. Dia mencoba melepaskan pelukannya Damian tapi diapun teringat kalau dia punya pekerjaan menghentikan igauannya Damian.
Hannapun menepuk nepuk tangan Damian yang memeluknya.
“Tidak, aku tidak akan pergi, tidurlah,” ucapnya sambil terus menepuk nepuk tangan itu. Damian mempererat pelukannya, masih mengigau.
“Jangan, jangan pergi! Jangan meninggalkanku,” igau Damian.
“Ya aku tidak akan pergi, tidurlah,” ucap Hanna lagi. Lambat laun suara igauan Damian semakin menghilang, hilang dan akhirnya terhenti. Kini hanya terdengar nafas teratur dari orang yang tertidur.
Sepertinya Damian sudah tertidur, fikir Hanna, pelukannya pun mulai mengendur, membuat Hanna bisa membalikkan badannya menghadap pria itu.
Ditatapnya pria yang tertidur itu. Mukanya pucat, keringat memenuhi wajahnya.
“Kasihan sekali kau. Sepertinya kau memang memiliki trauma yang sangat buruk,” gumamnya. Dilapnya keringat dingin di kening Damian.
“Kau sangat tampan,” gumamnya, sambil tersenyum, dan tiba-tiba senyumnya hilang, kenapa dia mengagumi ketampanan Damian? Jangan ! Jangan sampai dia menciumnya atau uang milyaran rupiahnya akan hilang. Sudah ada rumah yang cocok yang akan dia beli. Ditatapnya lagi wajah itu. Kalau senadainya dia harus menemani Damian seperti ini, apa dia nantinya akan jatuh cinta? Ah tidak boleh, milyarannya akan hilang. Ingat, dia melakukannya untuk uang. Hanya untuk uang, juga dia ingin membantu Damian menghentikan mimpi buruknya.
Lambat laun diapun tertidur meringkuk menghadap pria itu.
Sreeek! Terdengar suara jendela dibuka, sinarnya masuk menyilaukan mata.
Hanna melihat samar-samar bayangan seorang pria di dekat Jendela, menghalangi sinar yang masuk ke dalam kamar.
“Kau tidur atau mati? Sesiang ini kau belum bangun,” terdengar suara dari bayang bayang itu. Hanna menggosok gosokkan matanya, sambil melihat jam di dinding, diapun terkejut, jam 10 siang.
“Ha? Sudah siang!” serunya, dan langsung terduduk di tempat tidur. Dilihatnya Damian sudah rapi dengan jasnya.
“Ini jam cofeebreakku, aku kesini ingin melihatmu sudah bangun apa belum, ternyata kau masih tidur,” keluh Damian.
Hanna menoleh pada Damian, yang masih berdiri menatapnya.
“Ini semua karena kau mengigau semalaman,” keluh Hanna.
“Aku mengingau atau kau memandangku terus?” ejek Damian.
“Memandangmu apa? Kau memelukku membuatku sesak, mana mungkin aku memandangmu,” keluh Hanna berbohong.
“Eh kenapa kau tiba-tiba pulang? Aku fikir kau akan tidur bersama wanitamu dan tidak akan pulang,” kata Hanna. Tapi Damian tidak menjawab.
Hanna turun dari tempat tidur dan mengambil handphonenya, memperlihatkan sesuatu pada Damian.
“Apa?” tanya Damian, melihat pada layar Handphone ini.
“Ini rumah yang akan aku beli, bagaimana menurutmu? Baguskan? Ada di tepi pantai, tapi sayang harganya sangat mahal, 10 M. Itu menghabiskan uangku,” ucap Hanna.
“Bagus,” jawab Damian, sambil berlalu, sepertinya dia akan kembali ke meetingnya.
“Bukankah seharusnya seorang pria yang membelikanmu rumah?” tanya Damian, tangannya meraih knop pintu.
“Tidak ada pria yang akan membelikanku rumah semahal itu,” jawab Hanna, kembali menatap handphonenya.
Damian membuka pintu kamar itu.
“Jadi apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Damian, menoleh kearah Hanna.
“Sepertinya aku akan ke salon. Aku akan memanjakan diriku seharian di salon,” jawab Hanna sambil tersenyum senang.
Damian tidak bicara lagi, diapun menutup pintu kamar itu.
Hanna cepat-cepat ke kamar mandi, dia sudah menemukan salon yang bagus untuk dia kunjungi.
******************
Lanjut besok
Jangan lupa like dan komen
Baca juga karya author yang lain yuk. “My secretary” season ke dua
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Juragan Jengqol
mending cari rumah yang di bawah 1 M. bisa sih beli rumah mewah yg 10 M, tapi sanggup ga buat biaya bulanannya 😅
2023-11-24
0
Kisti Siti
Thor ceritamu lucu lucu gimana gitu😁😁
2021-11-01
0
trav❤️
sumpah ni otak jadi ngehalu. ....
2021-09-20
1