Damian dan Hanna saling pandang. Mereka sangat terkejut dengan kehadiran Sinta dan yang lainnya. Apakah mereka mendengar pertengkaran tadi?
“Apakah itu bajunya?” tanya Damian, mencoba mengalihkan perhatian.
“Iya benar, ayo kita ke fitting room,” ajak Sinta. Hanna dan Damian mengangguk, mereka saling lirik sebentar kemudian besikap seolah olah tidak terjadi apa-apa.
Damian memeluk pinggang Hanna, yang sempat mendelik kearah Damian. Mulai drama lagi.
“Kau akan mencoba baju yang mana dulu?”tanya Sinta.
Hanna menoleh pada Damian. “Baju yang mana ?” tanya Hanna.
Damian mendekatkan kepalanya ketelinga Hanna.
“Tadi kan kau bilang badanmu bagus, jadi baju apapun akan bagus di badanmu yang kurus itu,” ledek Damian, membuat Hanna kesal, seketika kakinya sengaja menginjak kaki Damian dengan keras, sampai Damian berteriak.
“Aw!” teriaknya, sambil memegang kakinya, untung sepatunya bagus. Coba kalau sepatu biasa, pasti hak sepatunya Hanna sudah masuk ke dalam jari-jari kakinya.
Semua mata memandang ke arahnya.
“Ada apa Pak?” tanya Sinta, terkejut mendengar Damian berteriak. Hanna tertawa dalam hati, puas rasanya menginjak kakinya Damian.
“Sukurin!” dalam hati Hanna, tidak dengan bibirnya.
“Sayang, kau kenapa? Maaf, aku menginjak kakimu, sakit ya?” seru Hanna memegang tangan Damian pura-pura perhatian.
Damian meringis memegang kakinya. Hanna mendekatkan bibirnya ke telinga Damian.
“Kau mengejekku lagi, aku palu kakimu!” ancam Hanna.
“Sayang, bagaimana kakimu? Sudah baikan? Ayo kita lanjutkan memilih bajunya!” seru Hanna, sambil tersenyum manis, semanis manisnya. Damian meliriknya dengan sebal, sambil menahan sakit di kakinya.
“Ternyata wanita ini wanita iblis,” umpat Damian dalam hati.
Sinta tampak kebingungan, tapi dia kembali ke pekerjaannya, memberikan sebuah gaun pada Hanna.
“Coba dulu yang ini,” kata Sinta. Hannapun mengambil gaun itu dan masuk ke fitting room mencoba baju itu, tidak berapa lama keluar dari pintu itu.
“Bagaimana? Indah bukan?” tanya Hanna pada Damian, yang duduk di kursi tunggu di sebrangnya.
“Bagus,” jawab Damian,mengangguk angguk.
“Coba baju yang lain,” kata Sinta, memberikan baju yang lain. Keluar dari ruang pas, Hanna keheranan Damian tidak ada dikursinya.
“Kemana dia?” tanya Hanna pada Sinta yang juga keluar dari kamar pas bersamanya. Hanna celingak celinguk mencari Damian, tidak ditemukan juga.
“Mungkin ke toilet,” ucap Sinta.
“Coba aku cari kesebelah sana,”kata Hanna, berjalan sambil mengangkat gaunnya supaya tidak terinjak. Dilihatnya Damian sedang menerima telpon diluar.
“Oh Dia lagi menelpon, aku fikir dia kabur,” gumamnya, lalu membalikkan badannya, dilihatnya di kaca etalasi yang besar yang terdapat gaun gaun pengantin di dalam ruangan itu, ada bayangan wanita cantik yang sedang duduk sendiri tampak memperhatikan Damian terus, bahkan senyum senyum sendiri, sepertinya wanita itu tertarik pada Damian.
“Bu Hanna, mau lihat dulu yang ini?” tanya Sinta, memanggil Hanna. Hannapun menghampiri Sinta, sebelum Damian masuk dan melihat gaun yang dipakainya. Tapi sudah beberapa lama ternyata Damian belum muncul juga. Kemana dia? Terpaksa Hanna keluar lagi dari ruangan itu, melihat keruangan lain yang tadi terlihat Damian menerima telpon.
Sampai disana ternyata dilihatnya Damian sedang bicara dengan wanita cantik yang memperhatikan Damian tadi. Melihat itu membuat Hanna kesal. Sudah menunggu lama ternyata Damian malah asyik ngobrol dengan wanita itu.
Dilihatnya wanita itu begitu centilnya, dimata Hanna, bicara tertawa tawa, tersenyum,aaah menyebalkan, sepertinya wanita itu sedang merayu Damian, terlihat dari sikap tubuhnya yang dekat-dekat dengan Damian. Hannapun menjadi kesal. Dia langsung menghampiri mereka.
Hanna langsung berdiri di depan Damian menghadap wanita yang bicara dengan Damian itu.
“Heh! Kau kurang kerjaan ya? Mengganggu suami orang sembarangan! Dasar wanita tidak laku! Kau mau merayu suamiku? Tidak tahu malu kau, genit genit dengan suamiku!” bentak Hanna sambil bertolak pinggang.
Wanita itu tampak terkejut bukan main. Bengong tidak bisa berkata-kata.
“Apa? Kau mau bicara apa? Kau tidak bisa bicara kan? Jangan banyak alasan! Dasar wanita tidak tau diri, bisanya mengganggu suami orang saja! Apa kau tidak melihat ini toko apa? Kami sedang fitting baju pengantin buat resepsi! Kau malah merayu suamiku! Dasar wanita genit!” teriak Hanna, suaranya begitu keras sampai semua orang yang berada di butik baju pengantin itu pada keluar dan melihat keributan disana.
Wanita itu tampak pucat, masih tidak bicara.
“Hanna, hentikan!” ucap Damian, dia merasa malu mereka jadi tontonan oang.
“Diam! Wanita penggoda suami orang ini harus di beri pelajaran!” teriak Hanna, masih bertolak pinggang menatap wanita itu.
“Dasar pelakor!” maki Hanna lagi.
Seketika wanita itu menangis keras.
“Sayaaaaaang!!!Huhuhu…Sayaaaaang!” teriak wanita itu dengan keras. Membuat Hanna kaget, kenapa dia menangi menyebut sayang sayang.
“Apa maksudmu sayang sayang? Kau memanggil suamiku sayang? Kau tidak tahu malu ya?” Maki Hanna lagi.
“Hanna, hentikan!” teriak Damian.
“Kenapa? Kau senang dipanggil panggil sayang oleh wanita itu?” tanya Hanna, menoleh sebentar pada Damian dan kembali menatap wanita itu, yang masih menangis.
“Sayang, ada apa?” seseorang masuk ke dalam ruangan itu dengan terburu-buru menghampiri wanita itu.
“Ada apa sayang? Kenapa kau menangis? Ada apa?” tanya pria itu sambil memeluk wanita itu yang tidak berhenti menangis.
“Dia! Dia! Dia memakiku! Dia! Dia menyebutku pelakor! Huhuhuhu….” Jawab wanita itu memeluk suaminya.
Pria itu menatap Hanna yang mulai ketar ketir melihatnya.
“Apa yang kau lakukan pada istriku?” tanya pria itu.
“Apa? Istri? Kau suami wanita genit ini?” tanya Hanna, kaget ternyata wanita itu sudah bersuami.
“Dia mengganggu suamiku,” kata Hanna dengan ketus.
“Hanna, dia tidak menggangguku, dia temanku, Lilian, kami teman kuliah,” ucap suara disampingnya, Hanna menoleh pada suara itu yang ternyata suara Damian, yang menatapnya dengan wajah memerah karena marah dan malu.
“Apa? Dia temanmu?” tanya Hanna, kebingungan. Jadi yang dia marahi itu temannya Damian? Si wanita genit itu temannya Damian?
Damian menoleh pada pria itu.
“Maaf, ini hanya salah faham. Lilian maaf kan istriku, kau tetap datang ke resepsiku kan?” ujar Damian menoleh pada suaminya Lilian kemudian pada Lilian yang sedang menghapus air matanya.
Damian menoleh pada Hanna.
“Minta maaf,” perintah Damian.
“Aku minta maaf,” ucap Hanna dengan lirih, menunduk merasa bersalah.
Lilian tidak menjawab, dia kembali menangis, menoleh pada suaminya.
“Aku disebut pelakor huhuhu…” ucapnya, suaminya langsung memeluknya, mengajak keluar dari tempat itu, suaminya sempat melirik Hanna dengan tajam, dia masih kesal Hanna membuat istrinya menangis.
Hanna menundukkan kepalanya dalam-dalam, dagunya hampir menyentuh Dadanya, saking malu dan merasa bersalah pada Damian dan wanita itu. Di sebrangnya, Damian duduk bersandar di sandaran kursi dengan melipat kedua tangannya,menatap wanita yang di depannya itu dengan tajam. Mereka berada di café terbuka yang terletak disamping butik baju pengantin.
“Kau tau apa kesalahanmu?” tanya Damian.
Hanna mengangguk tanpa mengangkat kepalanya, masih menunduk, rambutnya hampir menutupi wajahnya.
“Apa?” tanya Damian.
“Aku salah. Aku fikir dia pelakor!” jawab Hanna.
“Pelakor katamu?Kau memarahinya seakan-akan Lilian benar-benar mengganggu suami orang!” kata Damian.
“Aku lupa. Aku merasa kau suamiku. Aku lupa kalau kau bukan suamiku, aku terbawa perasaan menonto sinetron,” jawab Hanna.
“Kenapa kau selalu menonton sinetron?” tanya Damian.
“Ya karena aku suka menonton sinetron,” jawab Hanna.
“Lupakan sinetron! Lilian itu teman kuliahku, dia minta undangan resepsi kita,” kata Damian.
“Tapi dia sangat genit, aku fikir dia sedang merayumu,” ucap Hanna.
“Kau ini! Lilian memang seperti itu gaya bicaranya, dia memang centil di kampus juga, bukan dia sedang merayuku. Aku malu pada Lilian dan suaminya,” kata Damian.
“Ya aku minta maaf,” ucap Hanna dengan sungguh-sungguh.
“Aku sungguh sungguh menyesal,” lanjutnya.
Damian menghembuskan nafas dengan kesal.
“Jadi mau apa lagi sekarang?” tanya Damian.
“Kita makan, aku lapar,” jawab Hanna, baru mendongak menatap Damian, yang seketika serasa ingin sekali memakan wanita di depannya itu.
“Bukankah waktunya ini makan siang?” tanya Hanna, wajahnya kembali berseri-seri. Damian semakin memberengut, sepertinya wanita ini benar-benar sudah lupa apa yang sudah terjadi. Hanna langsung memanggil pelayan memesan makanan.
Damian mencondongkan tubuhnya mendekatkan wajahnya pada Hanna.
“Aku ada pertanyaan untukmu,” kata Damian.
“Pertanyaan apa?” tanya Hanna mentap wajah Damian yang dekat di depannya.
“Kenapa kau mendekatakan wajahmu? Kau mau menciumku? Kau kena finalti!” ucap Hanna.
“Siapa lagi yang mau menciummu,” keluh Damian, kembali kesal dan menjauhkan tubuhnya dari meja.
“Kau mau bertanya apa?” tanya Hanna.
“Bagaimana kalau aku benar-benar suamimu dan ada wanita yang merayuku?” tanya Damian.
“Kalau kau suamiku?” tanya Hanna. Damian mengangguk.
“Tapi kau kan bukan suamiku,” jawab Hanna membuat Damian jengkel.
“Kalau, kalau, ah sudahlah, lupakan!” teriak Damian, menyerah bicara dengan Hanna, menepiskan tangannya.
“Tentu saja aku akan memukul kepalanya dengan sepatuku!” jawab Hanna kemudian.
“Kau akan memukulnya?” tanya Damian dengan serius.
“Tentusaja, aku akan menghancurkannya sampai jadi debu!” jawab Hanna, berlebihan.
“Eh kenapa kau bertanya begitu?” tanya Hanna tiba-tiba sambil menatap Damian.
“Kau sangat menakutkan,” jawab Damian, membuat Hanna tertawa.
“Untung aku bukan suamimu,” lanjut Damian.
“Untung aku juga bukan istrimu, hahhaha….” Balas Hanna sambil tertawa.
***********************
Lanjut besook
Jangan lupa like dan komen ya
Baca juga “ My secretary” season 2 Love Story in London
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Mae Allis
dr awal cerita sampe ke part ini ..aku masih tanda tanya...hanna ini apa bukan dr keluarga kelas atas?? sifatnya agak agak bar bar. ga ada elegannya sekali jd perempuan.
2022-06-01
0
Ririn
pasangan koplak
ntar juga pada bucin
2022-03-09
0
Cece Jumi
membacanya bikin senyum2 sendiri, sangat menghibur sekali Thor
2022-03-05
0