Hanna menguap beberapa kali. Tidur diatas sofa empuk itu benar-benar membuatnya sangat nyenyak. Dia mengerjapkan matanya karena silau lampu di dalam kamar itu. Dia kembali mengerjapkan matanya saat sosok pria dalam film yang ditontonnya ada dihadapannya.
“Pangeran Oregon! Ternyata kau ada di dunia nyata! Ternyata kau sangat tampan sekali!” seru Hanna, tangannya akan menyentuh wajah pria itu tapi sebuah bantal langsung menutup mukanya.
“Aku bukan pangeran Oregon!” teriak pria yang menutup muka Hanna dengan bantal kursi.
Hanna mengambil bantal yang menempel di wajahnya. Membelalakkan matanya lebar-lebar.
“Damian!” panggilnya.
“Iya, siapa lagi?” bentak Damian dengan kesal.
Hannapun bangun sambil menggosok gosok matanya.
“Aku bermimpi rupanya. Aku menonton film Rapunzel yang diselamatkan oleh pangeran Oregon. Aku fikir Pangeran Oregon ada di depanku,” keluhnya.
“Makanya kalau tidur jangan seperti orang mati!” keluh Damian.
Hanna menatap Damian yang berdiri menatapnya.
“Kau sudah tampan mau kemana?” tanya Hanna, menyelidik.
“Aku mau bekerja,” jawab Damian.
“Ini waktunya makan malam, masa kau akan bekerja malam-malam begini?” tanya Hanna.
Damian tidak menjawab, dia langsung membuka gorden jendela lebar-lebar sampai matahari masuk ke kamar itu.
Hanna langsung berlari ke jendela, melihat keluar kaca besar itu.
“Ini sudah siang? Malamnya kemana?” tanya Hanna, membalikkan badannya menghadap Damian.
“Malamnya ada dalam mimpimu!” hardik Damian.
“Jadi malam sudah lewat? Padahal aku belum makan malam,” keluh Hanna.
“Kau juga tidak memelukku tadi malam. Kepalaku agak pusing sekarang,” kata Damian.
“Apa aku tidur selama itu?” tanya Hanna tidak percaya.
“Kau seperti tidak pernah duduk disofa mahal saja, norak,” cibir Damian.
“Sofanya empuk sekali..sepertinya aku harus menyimpan sesuatu disana biar tidak terlalu empuk,” kata Hanna.
“Yang salah bukan sofanya, tapi kau si tukang tidur,” ucap Damian, bertolak pinggang menghadap Hanna.
“Kau kena finalti. Kau tidak memelukku semalam,” warning Damian.
“Apa? Kena finalti? Tidak, tidak, aku kan tidak sengaja,” kata Hanna.
“Kau selalu bilang tidak sengaja, kembalikan uangku!” ucap Damian.
“Tidak, tidak, aku akan membeli rumah dengan uang itu. Aku benar-benar ketiduran. Kenapa kau tidak membangunkanku?” elak Hanna.
“Apa? Kau menyalahkanku?” tanya Damian.
“Tentu saja. Karena kau tau aku tidur kau tidak membangunkanku sampai aku kelaparan sekarang, jadi bukan aku yang salah, tapi kau yang salah. Finaltimu tidak berlaku!” jawab Hanna, dengan pedenya.
“Kenapa lagi-lagi aku yang salah?” gerutu Damian, menatap Hanna yang tersenyum menang.
“Sebenarnya aku sudah membangunkanmu tapi kau tidur terus,” kata Damian lagi.
“Seharusnya kau berusaha lebih keras lagi untuk membangunkanku!” ucap Hanna, tidak mau kalah.
“Jadi aku salah lagi? Kau banyak alasan, kembalikan uangku!”
“Tidak! Tidak mau!” teriak Hanna.
Tiba-tiba ada suara ketukan di pintu. Merekapun menghentikan pertengkarannya.
Damian berjalan menuju pintu dan membukanya. Ny.Sofia sudah berdiri disana.
“Ada apa? Kau merusak pagiku!” Hardik Damian.
“Kau jangan lupa untuk fiting baju pengantin jam 11 siang,” jawab Ny.Sofia.
“Iya,” jawab Damian.
“Jangan telat, waktunya tinggal beberapa hari lagi, undangan juga sudah selesai dicetak,” kata Ny.Sofia.
“Iya,” jawab Damian masih dengan nada ketusnya, lalu menutup pintu kamarnya padahal Nyonya Sofia masih berdiri disana.
“Ada apa?” tanya Hanna.
“Fitting baju pengantin jam 11 siang,” jawab Damian.
“Masih lama kan? Ini baru jam 9,” ucap Hanna.
“Aku ada urusan penting dikantor,jadi harus ke kantor dulu,” jawab Damian.
“Bagaiman denganku?” tanya Hanna.
Damian tampak berfikir beberapa saat kemudian baru bicara.
“Kau ikut aku ke kantor. Cepat mandi. Tapi ingat, jangan membuat masalah, pakai baju yang sopan, kau akan bertemu karyawan-karyawanku, jangan membuat malu,” ucap Damian.
“Baiklah, aku akan mandi,”kata Hanna, sambil berlari menuju toilet.
“Jangan lama! Aku tunggu di meja makan!” teriak Damian. Tidak ada jawaban, hanya terdengar suara air keran.
Mobil berhenti di halaman parkir sebuah gedung di pusat kota. Parkiran begitu penuh dengan mobil-mobil.
“Ini kantormu?” tanya Hanna. Damian tidak menjawab. Diapun membuka pintu mobil, turun dari mobilnya, begitu juga dengan Hanna.
Seorang satpam berlari dan memberi hormat. Hanna tampak canggung satpam itu memberi hormat, dia hanya tersenyum saja.
“Ingat jangan berbuat yang aneh-aneh,” ucap Damian, mengingatkan.
“Iya, tenang, beres bos!” jawab Hanna dengan semangat, sambil bercanda memberi hormat. Damian hanya mendecih sebal dengan sikap pecicilannya Hanna, dan tiba-tiba Hanna hampir saja kehilangan keseimbangannya, saat kakinya keseleo, untung Damian langsung meraih pinggangnya. Membuat Hanna terkejut dan memeluk Damian.
“Sudah aku katakan, jangan membuat ulah!” gerutu Damian.
“Kakiku keseleo,” ucap Hanna, dengan wajah pucat.
“Berjalan yang benar!” seru Damian.
“Iya,” jawab Hanna sambil melepas pelukannya. Membetulkan pakaiannya, Lalu berjalan mengiringi Damian.
Memasuki loby, dua petugas receptionis menyapa mereka.
“Pagi Pak!” sapa mereka, sambil melirik pada Hanna yang membalasnya dengan senyum.
“Pagi!’ jawab Damian seperlunya, kembali berjalan menuju lift. Dari bayangan di pintu lift Hanna bisa melihat dua petugas itu saling berbisik kemudian memperhatikan mereka. Sekilas terdengar percakapan mereka saat Hanna dan Damian meninggu lift yang masih tertutup.
“Apakah itu Nyonya Damian? Istri pak Damian. Pak Damian kan sudah menikah di luar pulau. Sepertinya itu istrinya,” ucap seorang petugas receptionis itu.
Hanna menoleh pada Damian yang tampak biasa saja, meskipun mungkin Damian mendengar percakapan mereka. Beberapa orang berdatangan, berdiri di depan pintu lift sebelahnya. Mereka membungkuk memberi salam pada Damian. Sepertinya karyawan Damian, fikir Hanna.
Kembali terlihat kasak kusuk diantara mereka.
Lift di depan Hanna terbuka. Hanna mengikuti langkah Damian masuk ke lift itu. Dilihatnya hanya mereka berdua yang masuk.
“Kenapa mereka tidak masuk?” tanya Hanna.
“Ini bukan lift buat mereka,” jawab Damian. Hanna baru mengerti kalau mereka menaiki lift khusus.
Mamasuki ruangan dilantai entah keberapa, Hanna tidak memperhatikan Damian menekan tombol lift.
Seorang wanita yang usianya mungkin 40 an, berambut ikal sebahu dan memakai kacamata langsung menyambutnya.
“Pagi pak, rapatnya akan segera dimulai,” kata wanita itu, sambil melirik pada Hanna.
“Ini istriku,”kata Damian.
“Halo, Bu Damian, saya siska, sekretrarisnya pak Damian,” kata Bu Siska, sambil mengulurkan tangannya bersalaman dengan Hanna.
Dari salah satu pintu sebuah ruangan, keluar sosok pria yang sudah berumur yang Hanna kenal, Pak Indra. Ternyata Pak Indra sudah ada dikantornya Damian.
“Pagi Pak, anda sudah ditunggu didalam,” sambut pak Indra, lalu menoleh pada Hanna.
“Nyonya,” sapanya sambil mengangguk.
Kenapa dia memanggilku Nyonya lagi? Aku tambah tua, fikir Hanna. Tapi dia hanya membalas senyuman pada pak Indra.
“Jam 11 anda harus fitting baju pengantin. Nyonya besar terus mengingatkan supaya anda tidak lupa,” lanjut Pak Indra, berjalan menjajari Damian dan Hanna, sedangkan Bu Siska ada dibelakangnya.
Merekapun memasuki sebuah ruangan besar yang ternyata sudah banyak orang di dalamnya. Hanna bisa melihat dilayar tertulis agenda rapat pengurus anggota koperasi.
Suasana yang tadinya ramai seketika hening, begitu Damian masuk dalam ruangan itu.
Damian maju ke depan podium, sedangkan Hanna duduk dikursi depan yang ditunjukkan oleh Bu Siska yang juga duduk disebelahnya, termasuk Pak Indra.
Setelah memberi sambutan sepatah dua patah kata. Tiba-tiba Damian memanggilnya.
“Dalam kesempatan ini juga aku akan memperkenalkan seseorang,” ucap Damian, lalu menoleh pada Hanna.
“Sayang, ayo maju kedepan,” panggil Damian, turun dari mimbarnya, berjalan beberapa langkah dari panggung pendek itu, mengulurkan tangannyanya pada Hanna yang segera berdiri menerima uluran tangan Damian.
Hannapun berdiri dipanggung rendah itu berdampingan dengan Damian, menatap puluhan pasang mata menatap kearah mereka. Dia merasa gugup dipandangi banyak orang seperti itu didalam ruangan yang sangat asing baginya.
“Perkenalkan ini istriku,Hanna,” ucap Damian, sambil tangannya meraih pinggang Hanna.
Tampak terdengar riuh para yang hadir. Entah apa yang mereka ucapkan, tapi dari raut muka mereka terlihat mereka ikut senang dengan kabar itu.
“Halo bu Damian!”
“Halo!” sapa mereka yang terdengar sebagian. Hanna hanya tersenyum dan mengangguk kepalanya.
“Kapan pak Resepsinya?” terdengar celetukan seseorang.
“Sebentar lagi, masih dalam persiapan,” jawab Damian.
“Kita diundang semua kan Pak?” tanya mereka lagi.
“Ya, kalian saya undang semua,” jawab Damian.
Seketika ada harus dihati Hanna. Hatinya terharu disambut ramah dilingkungan kerja yang bukan suaminya! Drama apakah ini? Sampai kapan drama ini akan berlanjut? Apakah drama ini sudah terlalu jauh?
“Sayang, kau kembali duduk,” ucap Damian, menoleh pada Hanna dengan senyumnya yang manis. Sekilas menatap senyum hangat itu, senyum itu seakan tulus diucapkan seorang suami pada istrinya, Damian pemain opera yang unggul. Akhirnya Hanna mengangguk dan kembali ke kursinya dekat ibu Siska.
Damian kembali melanjutkan sambutannya sepatah duapatah kata sebagai penutup, Dia hanya membuka acara ini saja.
“Karena beberapa urusan saya tidak bisa mengikuti acara ini, nanti dari pihak penyelenggara dan pak Indra yang akan memberikan laporan langsung pada saya. Semoga acara ini berjalan lancar dan menghasilan program yang bagus untuk kedepannya,” Damian mengakhiri sambutannya diikuti tepuk tangan yang hadir.
Hanna masih terbawa suasana haru. Hatinya begejolak pro dan kontra. Sesuatu yang awalnya di anggap lelucon yang gampang ternyata tidak semudah dijalaninya jika sudah membawa hati.
“Sayang, ayo, ke ruanganku,” ajak Damian, mengulurkan tangannya pada Hanna yang masih duduk penuh dengan berjuta kata mengelilingi kepalanya.
Hanna menerima uluran tangan Damian dan bangun dari duduknya.
“Bu Siska, apa saja agenda yang di reschedule? Yang terganggu karena aku harus ke tempat fiiting baju pengantin itu?” tanya Damian. Berjalan keluar dari ruangan itu berbicara dengan ibu Siska.
Hanna hanya melihat tangan Damian yang tidak melepaskan pegangan tangannya. Tiba-tiba hatinya bertanya-tanya, akankah suatu saat nanti jika drama ini usai, dia akan bersedih melepas kebersamaan ini?
*****************************
Jangan lupa like dan komen
Baca juga “My Secretary” yuk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Juragan Jengqol
untung ga ada yg kepikiran ngecek ke kantor catatan sipil 😁
2023-11-25
0
Febri Ana
waduh nanti suka beneran deh hi hi hi
2022-11-17
0
Erma Wahyudi
dari sekian novel yg aku baca rata rata si ceo punya cew,kalau egk suka ganti ganti pasangan tsetelah aku baca novel ini sangat berbeda aku suka
2022-04-02
0