Kali ini mobilnya Damian melaju di jalanan yang menyusuri sebuah pantai yang indah, airnya begitu jernih dan terlihat membiru. Riak riak angin membuat air itu terlihat gemercikan, terkena sinar matahari.
Hanna menatap takjub danau itu. Benar-benar sangat indah. Di sekitar danau tampak bagunan-bagunan megah menjulang tinggi, sepertinya banyak sekali perhotelan disekitar danau.
“Apakah ini Swiss?” tanya Hanna pada Damian yang menyetir.
“Tentu saja, apa kau tidak melihat tulisan dibandara tadi?” jawab Damian setengah mengeluh.
“Kenapa pak Indra kau tinggalkan di Bandara?” tanya Hanna, menoleh pada Damian.
“Dia juga memilki rumah di Swiss,” jawab Damian.
“Hmm begitu ya. Jadi kau tidak ada pekerjaan disini?” tanya Hanna, kembali menatap kearah danau. Angin yang bertiup sepoi sepoi menyibakkan rambutnya yang bergelombang. Damian membiarkan atap mobilnya terbuka.
“Melihat keindahan alam ini, bukankah dunia ini seperti surga? Sangat nyaman dan teduh, aku ingin sekali punya rumah dekat air,” kata Hanna. Tersenyum senang membayangkan memiliki rumah yang indah dekat pantai.
“Bukankah kau akan membeli rumah di internet itu?” tanya Damian.
“Entahlah, harganya 10M, itu akan menghabiskan uangku,” jawab Hanna dengan wajah masam.
“Kecuali…” wajah Hanna langsung berseri-seri, menoleh pada Damian.
“Apa?” tanya Damian.
“Kecuali kau memperpanjang masa kerjaku menjadi 2 tahun, kau akan menambah uangmu 20M lagi, bagaimana?” tanya Hanna.
“Ah tidak, terlalu lama, aku tidak mau terus terusan kau menguntitku,” jawab Damian, membuat Hanna memberengut sebal.
“Kau fikir aku juga mau mengikuti kemanapun kau pergi? Meskipun kau mengajakku berjalan jalan terus, tetap saja lama-lama akan membosankan,” kata Hanna, membela diri.
“Tapi hari-hariku tidak akan membosankan kalau aku tinggal bersama dengan pria yang aku cintai. Cristian, aku fikir dia adalah cinta sejatiku, ah aku tidak tega melihat Sherli menangis,”lanjut Hanna.
“Jadi sebenarnya kau mencintai Cristian atau kau hanya kasian pada Sherli?” tanya Damian.
“Entahlah aku tidak tau,” jawab Hanna.
Mobil melaju melewati jalan di sepanjang perhotelan di pinggir danau. Terlihat orang orang begitu sibuk berlalu lalang.
“Apa nama tempat ini?” tanya Hanna.
“Lake Lugano,” jawab Damian.
“Tempatnya sangat indah dan romantis. Aku fikir di Paris saja yang akan memberikan kesan romantis, tapi menurutku Lake Lugano ini juga sangat romantis, Semoga aku menemukan cinta sejatiku disini,” ucap Hanna.
“Semoga saja bukan aku,” jawab Damian, membuat Hanna cemberut.
“Tentu saja bukan kau, kau juga bukan tipeku,” bela Hanna.
Damian cuek saja mendapat cibiran dari Hanna.
Kini mobil melewati jalan yang tidak terlalu lebar dan sepi, sepertinya sebuah pemukiman rumah rumah, bukan lagi perhotelan seperti tadi.
“Kita akan kemana?” tanya Hanna. Damian tidak menjawab.
Hingga sampailah mereka di depan sebuah rumah yang tidak cukup besar tapi sangat indah. Posisi rumah itu terletak lebih atas dari pagar rumahnya. Hanna sampai mendongakkan kepalanya melihat rumah itu.
“Rumah yang sangat indah,” gumamnya.
Gerbang pintu rumah itu terbuka otomatis. Damian menjalankan mobilnya melewati gerbang itu, memasuki garasi yang tidak terlalu luas, kemudian menghentikan mobilnya. Gerbang rumah itu kembali menutup.
“Rumah siapa ini?” tanya Hanna pada Damian.
“Rumahku, menurutmu rumah siapa?” tanya Damian, sambil memasuki sebuah pintu besar. Hanna mengikutinya. Mereka menaiki tangga rumah itu, tampaklah ruangan yang luas sekarang, dikelilingi kaca-kaca besar yang menghadap danau. Ternyata dari rumah itu bisa melihat Danau dengan jelas.
Angin tampak menyibakkan gorden gorden putih yang menjuntai panjang di kaca-kaca itu.
“Bukankah ini sangat indah? Mirip seperti dalam mimpiku!” seru Hanna, berjalan mendekati jendela kaca, menyentuh kaca itu dengan tangannya.
“Tapi rumah ini harganya lebih dari 10M itu,” kata Damian, dia menaiki sebuah tangga lagi.
“Kau mau kemana?” tanya Hanna.
“Ke kamarku, aku lelah,” jawab Damian.
“Ke kamarmu? Kamarku dimana?” tanya Hanna berjalan mengikuti Damian menaiki tangga itu.
“Cuma ada satu kamar, kamarku saja, terserah kau mau tidur dimana,” jawab Damian. Kini terlihatlah sebuah ruangan besar tidak bersekat dari tangga tadi.
Sebuah tempat tidur besar ada disana.
“Rumah sebesar ini kenapa kamarnya Cuma satu? Tidak ada tembok penutupnya lagi, ” kata Hanna, keheranan.
“Karena ini rumah pribadiku, buat apa harus ada kamar yang lain,” jawab Damian, dia membuka jasnya disimpan di sebuah kursi.
Hanna melihat tempat tidur yang luas itu, langsung saja mengantuk menghantuinya. Diapun naik ke tempat tidur itu.
“Ha, tempat tidur yang nyaman, aku akan tidur disini,” ucap Hanna.
“Apa maksudmu? Itu tempat tidurku. Menyingkir dari tempat tidurku!” usir Damian.
“Kenapa kau mengusirku?” Hanna protes.
“Ini rumahku, kau bekerja disini,” ucap Damian, sambil menggulungkan lengan kemejanya.
“Sepertinya aku akan memelukmu semalaman supaya aku bisa tidur disini. Ha…kasur ini membuatmu mengantuk,” ucap Hanna, menyusupkan wajahnya ke bantal.
“Tidak, pindah dari kasurku. Aku mau istirahat. Aku sedang sadar sekarang, jadi tidak ingin memelukmu!” usir Damian, diapun naik ka tempat tidur merebahkan badannya.
“Ah kau ini pelit sekali. Kau tidak memiliki sofa panjang, jadi aku harus tidur meringkuk di kursi kecil itu? Yang benar saja,” keluh Hanna.
“Terserahkau mau tidur dimana, awas, menyingkir, aku mau tidur, badanku lelah sekali,” kata Damian. Hanna akhirnya bangun, menatap pria itu yang sudah berbaring memejamkan matanya. Diapun turun dari tempat tidur itu.
“Kau akan tinggal disini berapa lama?”tanya Hanna, berjalan mendekati kaca jendela yang besar itu, yang tembus pandang kearah danau.
“Entahlah, seminggu, dua minggu, mungkin sebulan,” jawab Damian.
“Kau banyak pekerjaan disini?” tanya Hanna.
“Tidak,” jawab Damian.
“Terus buat apa kau kemari?” tanya Hanna.
“Hanya untuk liburan saja, aku ingin bertemu teman-temanku,” jawab Damian.
“Kau banyak teman disini?” tanya Hanna lagi.
“Iya, ada beberapa,” jawab Damian.
“Berapa banyak?” tanya Hanna.
“Tidak bisakah kau diam? Aku mau tidur,” keluh Damian.
Membuat Hanna tertawa.
“Kau tidurlah, aku mau berjalan jalan di taman belakang itu,” ucap Hanna, tanpa menunggu jawaban dari Damian, dia keluar dari rumah itu, menuju taman belakang yang berumput hijau.
Taman itu menjorok ke tepi danau, sangat membuatnya nyaman, diapun duduk di sebuah kursi taman. Dari kejauhan dia melihat seorang pria berdiri menatap danau cukup lama.
Hanna berjalan mendekati pagar pembatas rumahnya Damian, saat pria itu membalikkan badannya dan tertegun melihat Hanna yang berdiri di pagar melihatnya.
“Hai,” sapa Hanna sambil melambaikan tangan tersenyum pada pria itu. Tapi pria itu malah terdiam saja, membuat Hanna tersenyum kecut, kenapa pria itu hanya memandangnya?
“Apa yang kau lakukan disana? Kau memancing?” teriak Hanna. Akhirnya pria itu tersenyum dan menghampirinya.
Hanna tertegun saat pria itu datang, semakin dekat semakin jelas kalau pria itu sangat tampan, membuatnya sedikit gugup dan malu, diapun merapihkan rambutnya yang acak-acakan terkena angin.
“Ya, aku pulang memancing,” ucap pria itu, sambil melirik ke rumahnya Damian.
“Kau tinggal di rumah ini?” tanya pria itu, kembali menatap Hanna.
“Mmm tidak, ini rumahnya teman… mmm saudaraku, ” jawab Hanna dengan agak bingung, karena diapun tidak tau jelas hubungan dengan Damian apa? Kalau teman, masa dia bersama teman pria? Bukankah itu sangat menjatuhkan?
“Oh begitu? Pantas aku tidak pernah melihatmu. Aku sering lewat sini, rumahku juga tidak jauh dari sini,” kata pria itu, tersenyum ramah.
“Namamu siapa? Aku Gery,” ucap pria itu yang bernama Gery, mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
“Aku Hanna,” jawab Hanna.
“Kapan kapan kau boleh ikut memancing bersamaku,” kata Gery.
“Apakah danaunya banyak ikannya?” tanya Hanna.
“Cukup banyak, ini hanya untuk hiburan saja, ikannya dikembalikan lagi ke danau,”jawab Gery. Hanna tampak manggut-manggut, dia agak gugup dan memerah mukanya mendapat tatapan dari pria tampan seperti Gery.
“Hanna!” terdengar suara orang memanggilnya.
Hanna menoleh ke atas ke arah rumahnya Damian. Ternyata pria itu ada di teras kamar berdiri menatapnya dari kejauhan.
“Dia saudaramu?” tanya Gery, menoleh pada Damian dengan tidak begitu jelas, karena letaknya cukup jauh.
“I ..iya, kau mengenalnya? Namanya Damian,” jawab Hanna, kembali melihat ke arah Gery.
“Tidak, aku hanya kadang kadang melihatnya,” jawab Gery.
“Iya, dia sangat sibuk,” kata Hanna.
“Kau berapa lama tinggal disini?” tanya Gery.
“Belum tau, aku baru tiba,” jawab Hanna.
“Berarti kau belum tau seluk beluk Lake Lugano?” tanya Gery. Hanna menggeleng.
“Aku bisa mengantarmu kalau kau mau. Kebetulan besok aku masih libur, bagaimana kalau aku mengantarmu berkeliling?” tawar Gery. Senyum mengembang di bibir Hanna.
“Kau serius?” tanya Hanna, manatap Gery. Sungguh tawaran yang menyenangkan, dia pasti akan bosan seharian di rumah terus.
“Kalau kau mau, aku akan mengantarmu,” ucap Gery.
“Baiklah, sampai jumpa besok,” jawab Hanna.
“Aku jemput pukul 10?” tanya Gery.
“Boleh,” jawab Hanna.
“Hanna!” terdengar lagi Damian berteriak di teras rumah.
Hanna menoleh pada Gery.
“Baiklah Gery, sampai jumpa besok,” ucap Hanna. Gery mengangguk. Hanna pun segera meninggalkan Gery, kembali ke rumah.
Saat menaiki tangga rumah yang tertuju pada teras, Damian sudah mengomelinya.
“Kau bicara dengan siapa? Jangan sembarangan bicara dengan orang asing,” tegur Damian.
“Dia tetanggamu. Dia mengajakku berkeliling tempat wisata besok,” jawab Hanna, kini kakinya sudah sampai teras, diapun kembali melangkah masuk ke rumah, diikuti Damian.
“Jangan pergi sembarangan dengan orang asing,” kata Damian, dibelakang Hanna.
“Aku merasa dia orang yang baik, dia juga tampan,” ucap Hanna, tersenyum senang.
“Tidak boleh, kau tidak boleh pergi dengannya,” larang Damian.
“Kenapa?” tanya Hanna, membalikkan badannya menghadap Damian.
“Ya tidak boleh, karena kau istriku,” jawab Damian, mencari-cari alasan. Entah kenapa dia tidak suka Hanna pergi dengan laki-laki itu.
“Aku kan bukan istrimu yang sebenarnya. Lagipula disini orang tidak akan tau aku istrimu,” ucap Hanna, berjalan meninggalkan Damian, menuju toilet.
“Kalau tidak boleh ya tidak boleh,” ucap Damian.
“Kenapa? Kau sangat aneh. Aku mau berkeliling wisata dengannya,” jawab Hanna.
Kemudian Bruk!! Dia menutup pintu toilet.
Damian terdiam, Hanna mau berkeliling wisata dengan pria itu? Kenapa hatinya merasa tidak suka kalau Hanna pergi dengan pria itu.
“Kau tetap tidak boleh pergi! Dia itu orasng asing, kau belum mengenalnya!” teriak Damian. Tidak ada jawaban, hanya terdengar suara kran air dikucurkan.
****************************
Jangan lupa like dan komen ya…. Masih no konflik…yang santai santai aja..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
helga
cemburu nie yeee damian
2022-01-04
0
Katherina Ajawaila
cerita nya lucu, semangat thour, sukses terus😇
2021-11-06
0
Tatikkim
udah mulai cemburu.....bentar lgi bucin🤭🤭
2021-10-21
0