Hanna merasakan tubuhnya kedinginan, diapun menggerak gerakkan badannya dan gedebug! Diapun terbangun saat badannya terjatuh dari kursi.
Tidak jauh darinya duduk pria tampan itu bersandar,melonjorkan kakinya sambil membaca Koran. Dia melirik sekilas pada wanita yang terjatuh dari kursinya itu, kemudian kembali menatap korannya, dia tidak memperdulikannya.
Hanna membukakan matanya, badannya terasa sakit bekas jatuh tadi. Seketika matanya terbelakak kaget saat melihat apa yang dilihatnya disana.
“Dimana ini?” gumamnya. Diapun segera mendekati jendela, dilihatnya pemandangan langit dan awan putih diluar.
“Hah? Ini? Dimana ini?” tanyanya, tangannya menyentuh jendela tebal itu.
“Langit? Awan? Pesawat! Hah? Kenapa aku dalam pesawat?” serunya, membalikkan badannya kembali malihat sekitar, dilihatnya pria yang memberinya tumpangan itu sedang duduk santai dengan koran ditangannya.
“Tuan! Tuan!” serunya, mendekati Damian sambil mengangkat gaun pengantinnya.
“Tuan!Tuan!” panggilnya lagi lebih keras. Yang dipanggil masih saja mengacuhkannya.
“Tuan!” Teriak Hanna lebih keras sambil menarik Koran itu.
Perbuatannya membuat Damian kesal, diapun menyimpan korannya, menatap wanita itu dengan tajam. Hanna langsung menunduk saat dilihatnya pria itu seperti marah padanya.
“Maaf,Tuan!” ucap Hanna.
Damian tidak bicara apa-apa lagi, dia kembali mengambil korannya.
“Tuan!Tuan!” panggil Hanna lagi sambil menarik Koran itu lagi. Damian kembali menatapnya dengan kesal.
“Tuan, kenapa aku ada dalam pesawat? Kau mau membawaku kemana? Kenapa kau membawaku pergi?” tanya Hanna.
Damian tidak menjawab malah memanggil pak Indra.
“Pak Indra! Urus wanita ini!” perintahnya, lalu kembali mengambil korannya dan membacanya.
Pak Indra keluar dari balik pintu, segera menghampiri dan berdiri dekat Damian.
“Urus wanita itu!” perintah Damian, tanpa bergeming dari korannya.
Pak Indra menatap Hanna.
“Nyonya, apa yang bisa saya bantu?” tanya pak Indra.
“Nyonya? Kau panggil aku nyonya? Namaku Hanna, kau panggail aku Hanna,” jawab Hanna, menatap pak Indra.
“Maaf Nyonya, saya tidak berani,” jawab pak Indra.
“Aku mau tau, kita akan pergi kemana? Kenapa aku ada dipesawat ini?” tanya Hanna.
“Kita akan ke London, Paris, kemudian ke Swiss,” jawab pak Indra.
“Apa? London, Paris, Swiss? Kita akan ke Eropa?” tanya Hanna, terkejut mendengar jawaban dari pak Indra. Pria yang rambutnya sudah beruban itu mengangguk.
Hanna menoleh pada Damian.
“Tuan,kenapa kau membawaku pergi? Siapa, siapa yang membawaku masuk ke pesawat ini? Bukankah..bukankah aku tidur?” tanya Hanna, dia megingat ingat, kalau dia tertidur setelah makan kekenyangan di ruangan itu.
“Tentu saja, Pak Damian yang menggendongnya,” jawab pak Indra.
“Apa? Kau menggendongku?” tanya Hanna pada Damian yang masih mengacuhkannya, seolah-olah wanita itu tidak ada diruangan pesawat itu.
Pak Indra hanya tersenyum melihatnya.
“Tentu saja, suami Nyonya,” jawab pak Indra.
“Apa? Suami? Maaf pak, siapa namamu pak?” tanya Hanna menatap pak Indra.
“Dia bukan suamiku, aku juga bukan istrinya,” kata Hanna.
Pak Indra malah tersenyum.
“DI hari pernikahan suami istri bertengkar itu tidak baik,” ucap pak Indra.
“Apa maksudmu? Suami istri ? Aku bukan istrinya, dia bukan suamiku,” kata Hanna, mencoba meyakinkan pak Indra, yang malah tertawa kecil.
“Ada hal lain, Nyonya?” tanya pak Indra.
“Tidak, tidak,” Hanna menggeleng.
Pak Indrapun mengangguk dan meninggalkan mereka berdua.
Hanna menoleh pada Damian.
“Tuan, kenapa semua orang menganggap kita suami istri?Aku, aku bahkan tidak mengenalmu,” kata Hanna.
Damian akhirnya menyimpan korannya, diapun duduk dan menghadap Hanna.
“Yang membuat kekacauan ini siapa? Kau!’ ucap Damian dengan ketus.
“Aku?” tanya Hanna, tangannya menunjuk pada dadanya.
“Kau!” ulang Damian.
“Apa maksudmu aku?” tanya Hanna, merasa tidak bersalah.
“Kau, buat apa kau mengaku ngaku pada satpam kau istriku?” tanya Damian dengan nada tinggi.
“Apa maksudmu aku mengaku ngaku pada satpam? Waktu itu satpam melihatku diluar jadi bertanya, aku hanya menunjuk pada mobilmu dan satpam itu tau kalau aku bersamamu, hanya itu,” jawab Hanna.
“Ya karena ulahmu itu. Keluargaku, teman temanku, kolegaku, semua mengira kita sudah menikah,kau menghancurkan reputasiku,” ucap Damian.
Hannapun menunduk.
“Aku minta maaf, aku tidak berfikir akan seperti itu,” ucap Hanna.
Damian tidak menjawab lagi, dia kembali duduk dan meraih korannya kembali.
“Tuan, aku mau mandi,” ucap Hanna, membuat Damian menatapnya.
“Kau lihat bajuku? Dari kemarin aku memakai baju pengantin ini, badanku gatal-gatal,” ucap Hanna.
Damian melihat Hanna dari atas sampai bawah. Tanpa bicara apa-apa, kembali membaca korannya, membuat Hanna kesal, ini orang irit amat bicaranya, fikirnya.
Diapun akhirnya duduk dikursi tempat tadi dia terjatuh tadi. Memperhatikan seluruh isi pesawat itu. Sepertinya ini pesawat pribadi, karena penumpangnya hanya mereka berdua saja, dan pak Indra yang tadi itu.
Beberapa jam kemudian mereka sudah mendarat di bandara.
“Wah, bandaranya sangat megah,” gumam Hanna, matanya mengedar kesana kemari. Orang-orang tampak memperhatikannya yang masih menggunakan baju pengantin.
Dia berjalan mengikuti Damian, dengan kakinya yang tidak memakai sepatu. Damian sama sekali tidak mengomnetari kelakukan Hanna yang terkagum kagum dengan bandara yang megah itu. Sepertinya memang dia baru pertama kalinya kesini.
Sebuah mobil sudah menanti mereka diluar bandara. Hanna hanya mengikuti saja masuk ke mobil mewah itu, setelah Damian masuk, baru kemudian pak Indra.
“Kita akan kemana sekarang?” tanya Hanna pada Damian yang diam saja tidak menjawab.
“Kita akan ke butik,” jawab pak Indra.
“Ke butik?” tanya Hanna, menoleh pada pak Indra.
“Tentu saja. Bukankah Nyonya butuh pakaian?” jawab pak Indra.
“Kau benar, badanku sudah gatal-gatal, aku ingin mandi,” ucap Hanna.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu, diapun pindah duduknya disamping Damian.
“Tapi Tuan, aku tidak membawa uang,” ucap Hanna pada Damian. Lagi-lagi Damian tidak bicara.
“Lagi-lagi kau tidak mau bicara,” gumam Hanna, merasa kesal diacuhkan.
Pak Indra tampak tersenyum.
“Nyonya tidak perlu memikirkannya, semua sudah masuk tagihan pak Damian,” ucap pak Indra.
Hanna menoleh pada Damian.
“Aku akan membayarnya suatu hari nanti, ya. Aku anggap itu pinjaman ya,” ucapnya. Lagi-lagi Damian tidak bicara.
“Apa dia bisu?” gumam Hanna, semakin kesal karena Damian tidak bisa diajak bicara. Gumamannya tentu saja terdengar oleh Damian yang langsung meliriknya.
“Maaf,” ucap Hanna, melihat reakasi tidak suka dari Damian, diapun buru-buru menggeser duduknya, tidak bicara apa-apa lagi.
Sampailah mereka disebuah butik. Mereka langsung disambut pelayan toko yang ramah.
Hanna melihat lihat pakaian yang diperlihatkan oleh pelayan itu, sedangkan Damian duduk menunggu diruang tunggu.
Beberapa baju yang dipilihkan tidak ada yang dipilih Hanna, dia terus saja menggeleng, membuat pelayan itu kebingungan.
Damian terus saja melihat lihat jam tangannya, di sudah ada janji dengan koleganya untuk mengurus pekerjaannya.
Akhirnya dia mencari Hanna. Dilihatnya di depan Hanna sudah bertumpuk pakaian yang ditolak Hanna.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Damian dengan wajah masam.
“Nyonya menolak semua pakaiannya, Tuan,” kata pelayan itu.
Damian menoleh pada Hanna.
“Kau serius tidak ada pakaian yang kau suka?” tanya Damian.
Hanna mendekatkan bibirnya ke telinga Damian.
“Harganya sangat mahal, tidak ada yang murah, terlalu mahal,” ucapnya, membuat wajah Damian memerah. Rupanya dari tadi wanita itu hanya melihat bandrol harga dibaju baju itu.
"Kau membuang buang waktuku saja," umpat Damian.
Damian mendekati baju baju yang betumpuk dikursi itu. Diambilnya satu, dilihatnya lalu disisihkanya, ke kursi yang kosong. Begitu juga yang lainnya. Setelah ada yang cocok, dia memberikannya pada pelayan itu baju baju yang cukup banyak.
“Bungkus,” ucap Damian pada pelayan toko. Hanna yang mendengarnya merasa kaget.
“Tidak, tidak Tuan, itu terlalu banyak,” ucapnya, tapi tidak digubris Damian. Pelayan toko langsung ke kasir sedangkan Damian kembali ke ruang tunggu.
“Nona, nona tunggu, aku bisa minta bajunya satu? Aku mau langsung memakainya,” panggil Hanna pada pelayan itu, yang segera mengulurkan baju bau ditangannya. Hanna memilih satu baju.
“Apakah disini ada kamar mandi? “ tanya Hanna. Pelayan toko itu menunjukkan letak toilet.
Lagi-lagi Damian melihat jamtangannya. Pelayan toko memberikan kantong kantong berisi pakaian tadi pada pak Indra, yang langsung memanggil supirnya untuk memasukkannya ke bagasi mobil.
“Kenapa wanita itu lama sekali,” gerutunya, sambil berdiri dari duduknya, dan gerakannya terhenti saat matanya melihat sepasang kaki bersepatu cream, matanya langsung bergerak ke atas. Dilihatnya wanita itu sudah berganti pakaian dan dia terlihat lebih cantik, setelah mandi dan berpakaian yang bersih.
Damian terkesima sebentar, bukankah wanita itu cukup cantik? Cukup cantik? Tentu saja bagi Damian hanya cukup cantik, Karena dia lebih sering bertemu dengan wanita yang super super cantik, yang jauh lebih cantik dari Hanna.
“Bajunya sangat bagus bukan? Cukup ditubuhku,” ucap Hanna, membuyarkan lamunanya Damian.
“Hem,” jawab Damian, sambil membalikkan badannya mau melangkah keluar butik itu.
“Tuan tunggu!” panggil Hanna. Membuat Damian menoleh.
“Kau tulis ya hutangku berapa. Suatu saat nanti aku akan membayarnya,” ucap Hanna. Damian tidak menjawab, dia kembali berjalan keluar butik.
Hanna mengikutinya dari belakang.
“Tuan! Tuan! Bukankah aku cantik dengan baju ini?” tanya Hanna lagi. Mereka berjalan diparkiran. Tentu saja Damian tidak akan menjawab hal hal sepele seperti ini.
“Tuan!Tuan!” panggil Hanna lagi. Kini Damian menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menghadap Hanna.
“Bisakah kau tidak memanggilku Tuan?” tanya Damian, dia gerah dengan kata-kata Tuan dari mulutnya Hanna.
“Kau mau aku panggil apa?” tanya Hanna.
“Kau sudah tau namaku,” jawab Damian, kembali berjalan. Hanna mengernyit.
“Oh ya Damian. Aku memanggilmu Damian saja?” tanya Hanna, kembali mengikuti langkah Damian, yang tidak menghiraukannya, dia merasa tidak nyaman wanita itu mengikuti kemanapun dia pergi.
“Namaku Hanna, Hanna,” ucap Hanna, memperkenalan dirinya.Damian tetap tidak bereksi, mau namanya Hanna atau siapapun dia tidak peduli.
Merekapun kembali masuk mobilnya, ternyata pak Indra sudah ada di mobil bersama supir.
“Kita sudah ditunggu, Pak,” ucap pak Indra pada Damian.
“Ya, kita berangkat,” jawab Damian. Mobilpun melaju meninggalkan butik itu.
*****************
Jangan lupa Like dan Vote ya.
Trimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Lala
tunggu kau bucin damian
2022-01-27
0
Nur Hidayah Hafiz
wah, keliling Eropa nih. .
2022-01-02
1
mboiss94
kesini karna baca MTD...
2021-12-21
0