bab 16

"Ah, begitu saja kamu marah. Hahaha!"

"Ucapanmu itu tidak masuk akal! masa iya siluman sekeren aku kau suruh nyangkul atau nimba air. Memang dasar pendekar gendeng!"

"Memangnya kamu punya akal?" goda Ranu.

"Jangan salah! Meski aku tak berotak, tapi aku masih punya akal. Dari pada kaummu, semuanya punya otak dan akal, tapi kadang kelakuannya seperti tak punya otak dan tak punya akal," jawab Geni ketus.

"Asem, kamu nyindir aku?"

"Kata siapa? Tapi kalau kamu merasa ya syukurlah, hahaha!"

Ranu mengerucutkan bibirnya. Secara tidak langsung dia membenarkan ucapan Geni mengenai kaumnya.

Setelah melewati dusun kedua seperti yang orang di kedai makan bilang, Ranu mendapati sebuah perempatan jalan. Dia pun kemudian mengambil jalur belok kiri untuk menuju hutan larangan.

Dia berjalan terus mengikuti jalanan kecil berbatu tersebut hingga sampai di sebuah hutan yang luas dan lebat.

"Geni, kira-kira di mana markas para perampok itu?"

"Mana kutahu? Memang aku bapaknya mereka?"

Ranu tersenyum kecut mendengar jawaban teman seperjalanannya itu.

"Ah, sudahlah. Lebih baik aku berjalan terus dari pada mendengar ocehanmu!"

"Bodoh amat. Aku mau tidur lagi. Jangan menganggu!"

"Dasar kebo, tidur aja pekerjaanmu!"

"Apa kau bilang?" tanya Geni dengan nada sedikit keras.

"Aku bilang selamat bobok, Geni!" jawab Ranu sambil menahan tawanya.

Sesampainya di sebuah pohon besar, Ranu meloncat ke dahan yang cukup besar dan kuat untuk menahan beban tubuhnya. Matanya memandang dengan tajam ke setiap bagian hutan Larangan yang terjangkau olehnya.

Cukup lama dia menunggu hingga rasa bosan pun menyerangnya. Ranu kemudian bersandar di batang pohon dan kemudian dia pun tertidur sambil duduk hingga malam tiba.

Sayup-sayup terdengar pembicaraan tidak jauh dari pohon tempat Ranu tidur. Pemuda 18 tahun itupun terbangun dari tidurnya. Dia tergagap karena hari sudah gelap dan tidak ada penerangan sama sekali. Samar-samar dilihatnya dua orang laki-laki berjalan dari dalam hutan menuju ke jalan utama. Satunya bertubuh tinggi dan satunya agak pendek.

"Kabarnya ketua merencanakan untuk merampok di dusun Pangkatrejo besok. Apa benar berita itu?" tanya lelaki yang bertubuh jangkung "Sepertinya benar. Teman-teman yang lain juga bilang begitu."

"Dusun Pangkatrejo bukannya dusun kecil, kenapa ketua malah memberi perintah merampok dusun tersebut?"

"Entahlah, kita sebagai anggota hanya bisa mengikuti perintah. Kamu tahu sendiri kalau ketua sangat kejam bila ada anggotanya ada yang berani membangkang," jawab lelaki yang bertubuh pendek.

Ranu mendengarkan pembicaraan dua orang tersebut dengan seksama, "Ternyata mereka anggota perampok tersebut. Mereka berjalan dari sana, berarti markas mereka berada di dalam hutan," batinnya.

Dua orang lelaki anggota perampok tersebut berjalan hingga berada di bawah pohon yang diduduki Ranu. Mereka berdua lalu berbelok ke arah kanan dan berjalan terus hingga tidak terlihat lagi.

Karena masih buta dengan lokasi di dalam hutan tersebut, Ranu berinisiatif menunggu dua orang lelaki itut. Dia berencana untuk mengikuti keduanya dari jauh bila mereka kembali.

Hingga menjelang tengah malam, kedua orang tersebut telah kembali dan berjalan masuk ke dalam hutan.

Dengan ringan, Ranu mengendap-endap mengikuti langkah mereka berdua dari jauh. Sesekali dia bersembunyi di balik pohon ketika dua orang itu merasa diikuti.

Semakin jauh mereka berjalan, semakin lebat dan gelap situasi di dalam hutan. Ranu bahkan sampai menggunakan tenaga dalam yang dialirkan ke matanya agar bisa melihat lebih jelas.

"Kenapa mereka berdua bisa melihat dengan jelas di situasi segelap ini?" tanyanya dalam hati.

"Mereka sudah terbiasa lewat sini, bodoh!"

Geni tiba-tiba menyahuti pertanyaan Ranu.

"Kamu ini bikin kaget saja!" balas Ranu kesal.Setelah berjalan cukup lama, kedua anggota perampok itu sampai di sebuah bangunan atau lebih tepatnya perkampungan, karena saking banyaknya rumah di tempat itu.

Kedua orang laki-laki itu pun masuk ke dalam perkampungan tersebut. Ranu sengaja tidak mengikuti sampai masuk ke dalam karena ingin melihat situasi terlebih dahulu.

Ranu kemudian melompat ke sebuah pohon yang tinggi yang terletak tidak jauh dari perkampungan perampok tersebut. Dia memilih pohon yang paling lebat dan mempunyai dahan yang kuat agar bisa bertahan sampai pagi.

"Bagaimana menurutmu, Geni. Apakah Kakek Suro pernah mengalami situasi seperti ini?"

"Jangankan yang cuma begini, bahkan yang jauh lebih berat juga sering."

"Lalu apa yang dilakukan Kakek Suro waktu itu?"

"Dasar manusia tak punya akal, bertanya saja bisanya," gerutu Geni."Katanya kalau malu bertanya sesat di jalan. Dari pada aku mati tragis ya mending bertanya padamu, hehehe." Ranu menutup mulutnya agar tidak sampai terdengar anggota perampok.

"Kamu ini paling pintar membalikkan ucapan orang lain!"

"Huahahahaha, sejak kapan kamu jadi orang?" Andai tidak berada di dekat perkampungan perampok, tentu Ranu sudah tertawa lantang.

"Sudah ... sudah! Lebih baik fokus ke tujuanmu. Saat ini kamu belum punya pengalaman bertarung, kalau kamu memaksakan menyerang mereka, bisa-bisa kamu yang mati sendiri," ucap Geni menerangkan.

"Maka dari itu aku bertanya padamu, Tuanku Geni margeni! Lalu aku harus bagaimana?"

"Sebentar, biarkan authornya berpikir dulu. Nampaknya dia kebingungan, kikikik!"

Ranu terus mengamati perkampungan tersebut sambil berbicara dengan Geni di dalam pikirannya. Sesekali dia melihat beberapa orang melintas dari satu rumah ke rumah lain.

"Ranu, apakah kamu berani menyelinap ke sana? Maksudku biar lebih aman, kamu lewat atap saja!"

"Lewat atap?" Ranu mengernyitkan dahinya.

"Iya, gunakan ilmu meringankan tubuhmu," jawab Geni.

"Baiklah, aku akan mencobanya."

Ranu kemudian mempersiapkan dirinya untuk melompat ke atap sesuai saran Geni. Tapi kegamangan masih saja dirasakannya.

"Tapi kalau aku jatuh, bagaimana?"

"Kalau jatuh ya ke bawah. Masa jatuh ke atas!" jawab Geni asal-asalan.

"Benar juga katamu, dasar siluman gendeng."

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, Ranu melompat ke bawah dan langsung berlari dengan ajian Saipi angin. Dia kemudian dengan bertumpu pada gapura untuk meloncat tinggi ke atap salah satu rumah.

Hampir saja Ranu erpeleset ketika mendarat di atas atap. Untungnya dia bisa menyeimbangkan dirinya, sehingga bisa duduk berlutut dengan sempurna.

"Carilah rumah yang paling besar. Biasanya pemimpin itu tempatnya paling besar dan mewah," kata Geni.

Ranu melihat atap yang paling tinggi dan menonjol. Dia menduga kalau atap itu adalah atap rumah pemimpin perampok sesuai ucapan Geni.

Setelah berdiri dan menyeimbangkan tubuhnya di atas atap, Ranu berlari dengan begitu ringan. Dia melompat dari atap satu ke atap yang lain hingga sampai di atap rumah paling besar dan mewah.

"Hei, siapa itu di atas!?"Salah seorang perampok sekilas melihat gerakan Ranu yang berlompatan di atas atap.

"Waduh, mati aku! Geni, kita ketahuan."

"Kok kita? Kan cuma kamu yang kelihatan," sahut Geni.

"Oh, lya. Aku lupa kalau kamu siluman. Lalu kita harus bagaimana?"

"Berpikirlah, Ranu. Jangan selalu bertanya padaku! Ini baru masalah kecil yang kau hadapi. Nanti akan banyak masalah besar yang menghadang."

Ranu kemudian mulai menghitung kemungkinan berapa persen dia akan selamat jika bertarung secara terbuka. Tapi kalau melarikan diri, pasti mereka akan mengejarnya.

Meskipun memiliki ajian Saipi Angin, tapi di malam yang gelap seperti ini bisa-bisa dia menabrak pohon, pikirnya.

"Kita hadapi mereka, Geni. Aku tidak akan mundur sejengkalpun." Ranu membulatkan tekadnya. Bagaimanapun juga kematian kedua orang tuanya serta penduduk dusun Karangasri harus dibalaskan.

"Hei siapa di atas, cepat turun atau kami paksa turun dan kami bunuh!" Suara keras salah satu perampok tersebut akhirnya mengundang anggota perampok yang lain.

Selepas mengambil kesimpulan, Ranu kemudian bangkit berdiri. "Jangan bunuh, Paman. Aku hanya mencari layang-layangku. Sepertinya tadi jatuh di sini."

Ranu berpura-pura turun dengan pelan dan takut terjatuh, "Paman, bisa tolong ambilkan tangga?"

"Enak saja menyuruh orang! Bisa naik, harusnya bisa turun sendiri. Meloncatlah!

Senyum terkulum Ranu menandakan dia sudah punya rencana berikutnya. Dia pun akhirnya meloncat dan pura-pura terkilir.

"Aduh ... sakit! Kakiku terkilir, Paman. Di sini ada dukun pijat urat apa tidak?"

Pertanyaan konyol yang diajukan Ranu membuat hampir semua gerombolan perampok yang kini sudah mengerubunginya berang.

"Tidak ada dukun pijat di sini, yang ada hanyalah tukang jagal semua! Apa yang kau lakukan di atas?"

"Aku mencari layang-layangku, Paman. Sepertinya tadi jatuhnya di sini," balas Ranu beralasan.

"Bohong! Mana mungkin bermain layangan malam-malam. Kau pasti mau memata-matai kami!" bentak salah satu anggota perampok.

"Bersiaplah, Geni. Mereka tidak bisa diajak musyawarah," kata Ranu di dalam pikirannya.

"Kamu yang bodoh! Bikin alasan nyari layangan malam-malam, apa tidak bisa kamu bikin alasan lain yang lebih bagus?" sahut Geni kesal.

"Kenapa kamu diam? Kamu pasti mata-mata, Jawab?!"Semakin banyak anggota perampok yang datang mengerumuni Ranu. Sambil menenteng berbagai senjata, mereka memandang pemuda tersebut dengan tatapan membunuh.

Ranu kembali menghitung kemungkinan untuk lolos. Melawan ratusan orang bukan suatu hal yang gampang buatnya. Apalagi dia baru pertama kali mengalami kejadian seperti ini.

Karena Ranu tak kunjung menjawab, salah satu perampok memberi perintah untuk membunuhnya.

"Bunuh dia! jangan sampai lolos!"

Belasan orang langsung bergerak maju dan mengayunkan senjatanya ke tubuh Ranu. Karena tidak bisa lari ataupun berkelit dalam keadaan terkepung seperti itu, Ranu terpaksa mencabut Pedang Segoro Geni yang tergantung di punggungnya.

Dengan gerakan cepat dia berkelit dan memutar tubuhnya sambil menyabetkan pedangnya.

Episodes
1 LPDA 1
2 LPDA 2
3 LPDA 3
4 LPDA 4
5 LPDA 5
6 LPDA 6
7 bab 7
8 bab 8
9 bab 9
10 bab 10
11 bab 11
12 bab 12
13 bab 13
14 bab 14
15 bab 15
16 bab 16
17 bab 17
18 bab 18
19 bab 19
20 bab 20
21 bab 21
22 bab 22
23 bab 23
24 bab 24
25 bab 25
26 bab 26
27 bab 27
28 bab 28
29 bab 29
30 bab 30
31 bab 31
32 bab 32
33 bab 33
34 LPDA 34
35 LPDA 35
36 LPDA 36
37 LPDA 37
38 LPDA 38
39 LPDA 39
40 LPDA 40
41 LPDA 41
42 LPDA 42
43 LPDA 43
44 LPDA 44
45 LPDA 45
46 LPDA 46
47 LPDA 47
48 LPDA 48
49 LPDA 49
50 LPDA 50
51 LPDA 51
52 LPDA 52
53 LPDA 53
54 LPDA 54
55 LPDA 55
56 LPDA 56
57 LPDA 57
58 LPDA 58
59 LPDA 59
60 LPDA 60
61 LPDA 61
62 LPDA 62
63 LPDA 63
64 LPDA 64
65 LPDA 65
66 LPDA 66
67 LPDA 67
68 LPDA 68
69 LPDA 69
70 LPDA 70
71 LPDA 71
72 LPDA 72
73 LPDA 73
74 LPDA 74
75 LPDA 75
76 LPDA 76
77 LPDA 77
78 LPDA 78
79 LPDA 79
80 LPDA 80
81 LPDA 81
82 LPDA 82
83 LPDA 83
84 LPDA 84
85 LPDA 85
86 LPDA 86
87 LPDA 87
88 LPDA 88
89 LPDA 89
90 LPDA 90
91 LPDA 91
92 LPDA 92
93 LPDA 93
94 LPDA 94
95 LPDA 95
96 LPDA 96
97 LPDA 97
98 LPDA 98
99 LPDA 99
100 LPDA 100
101 LPDA 101
102 LPDA 102
103 LPDA 103
104 LPDA 104
105 LPDA 105
106 LPDA 106
Episodes

Updated 106 Episodes

1
LPDA 1
2
LPDA 2
3
LPDA 3
4
LPDA 4
5
LPDA 5
6
LPDA 6
7
bab 7
8
bab 8
9
bab 9
10
bab 10
11
bab 11
12
bab 12
13
bab 13
14
bab 14
15
bab 15
16
bab 16
17
bab 17
18
bab 18
19
bab 19
20
bab 20
21
bab 21
22
bab 22
23
bab 23
24
bab 24
25
bab 25
26
bab 26
27
bab 27
28
bab 28
29
bab 29
30
bab 30
31
bab 31
32
bab 32
33
bab 33
34
LPDA 34
35
LPDA 35
36
LPDA 36
37
LPDA 37
38
LPDA 38
39
LPDA 39
40
LPDA 40
41
LPDA 41
42
LPDA 42
43
LPDA 43
44
LPDA 44
45
LPDA 45
46
LPDA 46
47
LPDA 47
48
LPDA 48
49
LPDA 49
50
LPDA 50
51
LPDA 51
52
LPDA 52
53
LPDA 53
54
LPDA 54
55
LPDA 55
56
LPDA 56
57
LPDA 57
58
LPDA 58
59
LPDA 59
60
LPDA 60
61
LPDA 61
62
LPDA 62
63
LPDA 63
64
LPDA 64
65
LPDA 65
66
LPDA 66
67
LPDA 67
68
LPDA 68
69
LPDA 69
70
LPDA 70
71
LPDA 71
72
LPDA 72
73
LPDA 73
74
LPDA 74
75
LPDA 75
76
LPDA 76
77
LPDA 77
78
LPDA 78
79
LPDA 79
80
LPDA 80
81
LPDA 81
82
LPDA 82
83
LPDA 83
84
LPDA 84
85
LPDA 85
86
LPDA 86
87
LPDA 87
88
LPDA 88
89
LPDA 89
90
LPDA 90
91
LPDA 91
92
LPDA 92
93
LPDA 93
94
LPDA 94
95
LPDA 95
96
LPDA 96
97
LPDA 97
98
LPDA 98
99
LPDA 99
100
LPDA 100
101
LPDA 101
102
LPDA 102
103
LPDA 103
104
LPDA 104
105
LPDA 105
106
LPDA 106

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!