bab 13

"Berarti sama dengan kejadian di dusun Karangasri waktu itu yang juga dilakukan perampok Macan Kumbang," sahut temannya.

Ranu terkejut sekaligus senang mendengar berita tersebut, Dia terus mendengarkan pembicaraan mereka agar bisa mendapatkan info lebih lanjut.

"Husst ... jangan membicarakan tentang perampok Macan Kumbang. Bisa-bisa dusun kita ini akan diserang mereka," cegah lelaki lainnya.

"Kenapa kau harus takut, di dusun kita ini hampir semua warganya adalah pendekar. Dan ada juga Sanjaya yang merupakan salah satu pendekar terbaik Perguruan Elang Hitam."

Ranu tersenyum kecil mendengar nama Sanjaya disebut. Entah kenapa dia sudah tidak memiliki dendam lagi dengan Sanjaya yang dulu sering menghajarnya. Mungkin karena sudah tidak bertemu lama, sehingga dendamnya pun berangsur menghilang."Maaf, Paman. Apakah Paman tahu dimana markas perampok Macan kumbang?"

Sontak keempat lelaki tersebut menoleh kepada Ranu. Mereka kaget dengan pertanyaan yang diajukan pemuda yang duduk di samping meja mereka itu.

"Ada apa kau mau mencari markas perampok kejam itu, Anak muda?" tanya lelaki bertubuh kekar dengan penuh selidik.

"Aku bukan mau mencari mereka, Paman. Tapi aku ingin menghindari mereka karena aku seorang pengelana. Jadi jika aku tahu markas mereka di mana, maka aku tidak akan melewati tempat itu," jawab Ranu dengan tenang.

"Syukurlah kalau begitu. Kabar-kabarnya markas mereka ada di hutan Larangan. Apa kau tahu dimana letaknya hutan Larangan?"

Ranubaya menggeleng, "Tidak tahu, Paman?"

"Jika kau dari sini, lurus saja ke arah utara. Setelah melewati empat dusun ada sebuah perempatan. Jangan ambil arah ke kiri karena akan melewati hutan Larangan!"

"Baiklah, Paman. Terima kasih atas informasinya."

"Sama-sama, Anak muda."

Ranu menoleh melihat pemilik warung yang sudah meletakkan makanan di depannya. Setelah itu tanpa berpikir panjang dia langsung menikmati nasi jagung pertamanya setelah tiga tahun hidup di dasar jurang.

Setelah selesai menghabiskan makanan, Ranu membayar dan keluar dari kedai makan tersebut. Dia berencana untuk langsung menuju hutan Larangan guna mencari markas perampok Macan Kumbang.

Ranu berjalan dengan santai melewati jalan dusun Karangkates tersebut. Pandangan matanya tertuju kepada lima orang pemuda yang berjalan mengarah kepadanya.

"Sanjaya," ucapnya dalam hati.Tidak ingin waktunya terbuang karena masalah yang pastinya akan dibikin Sanjaya terhadapnya, Ranu berjalan menunduk agar tidak dikenali.

Namun

setelah berpapasan, salah seorang teman Sanjaya, Kirno, ternyata sempat melihatnya.

"Tetua muda, bukankah itu si pecundang Ranu?"

Sanjaya langsung menoleh melihat Ranu yang berjalan berlawanan arah dengannya, "Ayo kejar dia! sudah lama aku tidak menghajarnya.

Sanjaya bersama keempat temannya langsung berlari mengejar Ranu dan menghadangnya.

"Hahahaha ... Kau mau kemana, pecundang?

Tiga tahun ini kau kemana saja?" Sanjaya memandang Ranu dengan tatapan meremehkan.

"Biarkan aku pergi, Sanjaya. Aku tidak ada urusan denganmu!"

"Hahaha ... tiga tahun tidak bertemu, sekarang kau sudah berani menatap mataku, apa kau sudah bosan hidup!?"

"Sudah aku bilang, aku tidak ada urusan denganmu. Biarkan aku pergi!"

"Si pecundang ternyata sudah punya mental sekarang! Kau bawa pedang buat apa? Percuma saja karena kau tetap akan jadi pecundang sampai kapanpun!"

"Aku hanya ingin berkelana Sanjaya, pedang ini juga buat berjaga-jaga saja. Siapa tahu ada hewan buas di dalam hutan."

"Hahaha, terserah kaulah! Hari ini kau tetap akan kuhajar! Tanganku sudah gatal ingin menghajarmu." Sanjaya tersenyum sinis. Namun dia melihat wajah yang berbeda. Dulu, Ranu selalu ketakutan jika melihatnya. Namun kali ini yang dilihatnya adalah sosok Ranu yang begitu tenang.

Di lain pihak, Ranu berpikir tidak ingin mencari keributan dengan Sanjaya. Dia memutuskan untuk berlari ke Perguruan Elang Hitam. Karena dengan begitu, Sanjaya tidak akan berani membuat keributan di perguruannya sendiri.

Setelah berpikir sesaat, sebuah ide cemerlang melintas di pikirannya. Diapura-pura tersenyum melihat di belakang Sanjaya dan teman-temannya.

"Hai, Jo. Aku di sini!" teriaknya sambil melambaikan tangan.

Seketika Sanjaya dan teman-temannya pun menoleh ke belakang dan kesempatan itu dimanfaatkan Ranu untuk berlari biasa menuju Perguruan Elang Hitam.

Karena tidak menemukan orang yang dipanggil Ranu, Sanjaya menggeram dengan keras dan langsung membalikkan badannya.

"Kau...!" tenggorokan Sanjaya tercekat.k Dia tidak melihat Ranu berdiri di tempat semula, tapi sudah lumayan jauh berlari.

"Kadal buntung, tikus got, rempeyek kecoa... dia menipu kita! Kejar sampai tertangkap!"

"Siap laksanakan, Tetua muda!"Sanjaya dan empat orang temannya pun berlari dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh mereka yang baru tahap awal.

Sesampainya di depan gerbang Perguruan Elang Hitam, Ranu berhenti di depan penjaga sambil berpura-pura terengah-engah, "Tolong, ada orang jahat mau mengganggu saya!"

"Siapa yang mau mengganggumu, Anak muda?"

Ranu menoleh ke belakang dan melihat Sanjaya beserta empat orang temannya sedang berlari menuju ke arahnya.

"I ... itu mereka!" tunjukknya.

Tanpa menunggu penjaga mempersilahkannya untuk masuk, Ranu langsung berlari masuk ke dalam perguruan Elang Hitam dan menabrak gerbang yang terbuat dari kayu hingga jebol.

"Edan ...! Apa karena saking takutnya bocah itu sehingga main tabrak saja sampai pintu gerbang jebol ditabraknya?" tanya penjaga pintu gerbang perguruan yang berumur sekitar 35 tahun.

Sesaat kemudian Sanjaya dan empat orang temannya sampai di depan Perguruan Elang hitam.

"Jadi Tetua muda yang tadi mengejar pemuda itu?"

"Benar, di mana si pecundang itu?" Sanjaya bertanya dengan memasang wajah sombong.

"Dia masuk ke dalam Tetua muda. Lihat, pintu gerbang itu bahkan ditabraknya sampai jebol karena saking takutnya!"

Sanjaya semakin tinggi hati karena secara tidak langsung penjaga gerbang tersebut mengira Ranu begitu takut dengannya.

Di dalam perguruan, Ranu terus berlari berputar-putar sambil berteriak keras.

"Tolooong... toloooong, ada orang jahat!

Tak pelak, tingkah Ranu di dalam perguruan itu menimbulkan kehebohan. Ratusan murid keluar dari asrama dan melihatnya yang bertingkah seperti orang bingung dan ketakutan.

Beberapa orang tetua juga keluar dan berusaha menenangkan Ranu.

"Berhenti kau pecundang! Kau telah membuat keributan di perguruan ini!" teriak Sanjaya dengan keras.

Ranu berhenti sejenak memandang Sanjaya, Sesaat kemudian dia berlari lagi berputar-putar sambil menunjuk Sanjaya, "Itu dia orang jahatnya...! Itu dia orang jahatnya...!"

"Kenapa kau ketakutan seperti itu? Bukankah kau bisa menghajar mereka semua dengan mudah?" Geni bertanya di dalam pikiran Ranu. Siluman api itu heran dengan tingkah Ranu yang menurutnya janggal.

"Diam kau, Supri ...!" bentak Ranubaya.

"Namaku Geni... bukan Supri!" sahut Geni dengan sengit.

"Diam dan lihat saja, Warni! Kamu ini ngomel saja kayak emak-emak tidak dikasih uang belanja!" Ranu kemudian berhenti dengan nafas ngos-ngosan putus nyambung senin kamis.

"Kamu kenapa, Anak muda? Kenapa membuat keributan di perguruan ini?" tanya salah seorang tetua di perguruan tersebut.

Ranu mengenali kalau tetua tersebut yang dulu memvonisnya tidak akan bisa belajar ilmu kanuragan. Dia berpikir jika akan memberi juga pelajaran kepada lelaki itu.

"Aku ... tolong aku, Tetua! Dia mau berbuat jahat kepadaku."

"Tetua muda? Kenapa dia mau berbuat jahat kepadamu?" Tetua tersebut penasaran dengan alasan Sanjaya yang katanya hendak berbuat buruk kepada pemuda di depannya.

Sanjaya bersama keempat bawahannya kemudian mendekati mereka berdua.

"Sanjaya, kenapa pemuda ini bilang kalau kau mau berbuat jahat kepadanya?""Pecundang itu seorang pencopet, Tetua. Karena tidak bisa belajar ilmu kanuragan, akhirnya dia menjadi pencopet," balas Sanjaya memberi jawaban memfitnah. Tidak mungkin juga dia memberi alasan jujur kalah Ranu sudah bertahun-tahun menjadi samsaknya untuk mencoba jurus baru.

"Aku bukan pencopet! Kalau aku pencopet, mana buktinya?" bantah Ranu. Jari tangannya sudah terkepal ingin menghajar Sanjaya.

"Mana ada maling ngaku! Kalau Tetua tidak percaya, Tetua bisa tanya mereka!" Sanjaya menunjuk keempat temannya.

Episodes
1 LPDA 1
2 LPDA 2
3 LPDA 3
4 LPDA 4
5 LPDA 5
6 LPDA 6
7 bab 7
8 bab 8
9 bab 9
10 bab 10
11 bab 11
12 bab 12
13 bab 13
14 bab 14
15 bab 15
16 bab 16
17 bab 17
18 bab 18
19 bab 19
20 bab 20
21 bab 21
22 bab 22
23 bab 23
24 bab 24
25 bab 25
26 bab 26
27 bab 27
28 bab 28
29 bab 29
30 bab 30
31 bab 31
32 bab 32
33 bab 33
34 LPDA 34
35 LPDA 35
36 LPDA 36
37 LPDA 37
38 LPDA 38
39 LPDA 39
40 LPDA 40
41 LPDA 41
42 LPDA 42
43 LPDA 43
44 LPDA 44
45 LPDA 45
46 LPDA 46
47 LPDA 47
48 LPDA 48
49 LPDA 49
50 LPDA 50
51 LPDA 51
52 LPDA 52
53 LPDA 53
54 LPDA 54
55 LPDA 55
56 LPDA 56
57 LPDA 57
58 LPDA 58
59 LPDA 59
60 LPDA 60
61 LPDA 61
62 LPDA 62
63 LPDA 63
64 LPDA 64
65 LPDA 65
66 LPDA 66
67 LPDA 67
68 LPDA 68
69 LPDA 69
70 LPDA 70
71 LPDA 71
72 LPDA 72
73 LPDA 73
74 LPDA 74
75 LPDA 75
76 LPDA 76
77 LPDA 77
78 LPDA 78
79 LPDA 79
80 LPDA 80
81 LPDA 81
82 LPDA 82
83 LPDA 83
84 LPDA 84
85 LPDA 85
86 LPDA 86
87 LPDA 87
88 LPDA 88
89 LPDA 89
90 LPDA 90
91 LPDA 91
92 LPDA 92
93 LPDA 93
94 LPDA 94
95 LPDA 95
96 LPDA 96
97 LPDA 97
98 LPDA 98
99 LPDA 99
100 LPDA 100
101 LPDA 101
102 LPDA 102
103 LPDA 103
104 LPDA 104
105 LPDA 105
106 LPDA 106
Episodes

Updated 106 Episodes

1
LPDA 1
2
LPDA 2
3
LPDA 3
4
LPDA 4
5
LPDA 5
6
LPDA 6
7
bab 7
8
bab 8
9
bab 9
10
bab 10
11
bab 11
12
bab 12
13
bab 13
14
bab 14
15
bab 15
16
bab 16
17
bab 17
18
bab 18
19
bab 19
20
bab 20
21
bab 21
22
bab 22
23
bab 23
24
bab 24
25
bab 25
26
bab 26
27
bab 27
28
bab 28
29
bab 29
30
bab 30
31
bab 31
32
bab 32
33
bab 33
34
LPDA 34
35
LPDA 35
36
LPDA 36
37
LPDA 37
38
LPDA 38
39
LPDA 39
40
LPDA 40
41
LPDA 41
42
LPDA 42
43
LPDA 43
44
LPDA 44
45
LPDA 45
46
LPDA 46
47
LPDA 47
48
LPDA 48
49
LPDA 49
50
LPDA 50
51
LPDA 51
52
LPDA 52
53
LPDA 53
54
LPDA 54
55
LPDA 55
56
LPDA 56
57
LPDA 57
58
LPDA 58
59
LPDA 59
60
LPDA 60
61
LPDA 61
62
LPDA 62
63
LPDA 63
64
LPDA 64
65
LPDA 65
66
LPDA 66
67
LPDA 67
68
LPDA 68
69
LPDA 69
70
LPDA 70
71
LPDA 71
72
LPDA 72
73
LPDA 73
74
LPDA 74
75
LPDA 75
76
LPDA 76
77
LPDA 77
78
LPDA 78
79
LPDA 79
80
LPDA 80
81
LPDA 81
82
LPDA 82
83
LPDA 83
84
LPDA 84
85
LPDA 85
86
LPDA 86
87
LPDA 87
88
LPDA 88
89
LPDA 89
90
LPDA 90
91
LPDA 91
92
LPDA 92
93
LPDA 93
94
LPDA 94
95
LPDA 95
96
LPDA 96
97
LPDA 97
98
LPDA 98
99
LPDA 99
100
LPDA 100
101
LPDA 101
102
LPDA 102
103
LPDA 103
104
LPDA 104
105
LPDA 105
106
LPDA 106

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!