bab 15

Untuk semakin mempermalukan Wignyo, Ranu menaruh kedua tangannya di belakang punggung. Secepat apapun Wingnyo menyerang, dia bisa menghindar dengan mudah dengan posisi tangannya tetap di belakang.

"Enam ...!" Sebuah tendangan Ranu menghantam telak kening Wignyo hingga membuat salah satu tetua Perguruan Elang Hitam itu terpelanting jatuh.

Melihat salah satu tetua di perguruannya Tumbang dalam satu serangan, Ketua Perguruan Elang Hitam hanya bisa mengurut keningnya. Hari ini, nama Perguruan Elang Hitam telah jatuh oleh seorang pemuda.

Sanjaya bahkan tidak berani untuk mengangkat wajahnya karena takut dan juga malu.

"Dengarkan kalian semua yang ada di sini! Mempelajari ilmu kanuragan itu bukan untuk gagah-gagahan, bukan pula untuk menindas yang lemah, apalagi meremehkan orang lain!" ucap Ranu dengan intonasi sedikit tinggi.

"Kalau kalian ingin tahu bagaimana rasanya ditindas dan dipermalukan orang lain, tanyalah mereka berdua! Dulu, Sanjaya dengan bantuan teman-temannya selalu ingin menghajarku setiap kami bertemu, karena tentu saat itu aku masih sangat lemah. Tapi sekarang kalian bisa lihat sendiri, orang yang dianggap Sanjaya lemah ternyata bisa membalikkan keadaan dengan mudah," sambung Ranu.

Sanjaya semakin tertunduk malu. Sedikitpun dia tidak memiliki keberanian untuk mengangkat wajah.

"Begitu juga dengan tetua kalian ini, karena aku dulu divonisnya tidak bisa mempelajari ilmu kanuragan, dia dengan seenaknya meremehkanku. Sekarang buktinya apa? Mereka berdua yang harus merasakan sakit dan malu karena tingkah mereka sendiri."

Tidak ada yang berani bersuara ketika Ranu meluapkan sedikit emosinya. Bahkan ketua perguruan Elang Hitam hanya diam. Dia sadar diri kemampuannya masih kalah dibanding pemuda tersebut.

Seusai berbicara, Ranu kemudian berjalan keluar dari perguruan Elang Hitam. Tujuannya adalah mencari gerombolan perampok Macan Kumbang yang telah memperkosa ibunya dan juga membunuh kedua orang tuanya.

"Sanjaya, Wignyo, kalian tidak pantas menjadi anggota perguruan ini! Sifat kalian jauh dari sifat pendekar. Mulai hari ini kalian berdua bukan anggota perguruan Elang Hitam lagi!"Mendapat hukuman berupa pengusiran, Sanjaya langsung berlari dan berlutut di kaki Ketua perguruan Elang Hitam, "Guru, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Kedua orang tuaku telah meninggal dunia. Kalau guru mengusirku, kemana aku harus pergi?"

"Sudah tahu begitu kenapa sifatmu tidak berubah? Aku akan memaafkanmu jika pendekar tadi mau memaafkanmu dan mengantarmu ke sini. Ajak juga teman-temanmu yang dulu kau ajak untuk menghajar pendekar itu!"

Sanjaya mengangguk lalu berlari mengejar Ranu yang sudah berada di luar dusun Karangkates. Teman-temannya yang lain pun berlari menyusul Sanjaya. Mereka tentunya juga tidak mau bila harus di usir dari perguruan yang sudah menjadi rumah kedua setelah dusun Karangasri dihancurkan oleh gerombolan perampok beberapa tahun lalu.

Ranu terkejut ketika mendengar suara Sanjaya yang memanggilnya sambil berlari. Pikirannya bertanya-tanya hendak berbuat apa lagi pemuda itu. Dia pun kemudian berhenti.

Sanjaya langsung berlutut ketika sudah berada di depan Ranu. Teman-temannya pun berbuat serupa seperti yang dilakukan Sanjaya.

"Ranu, aku minta maaf atas perlakuanku dulu. Aku sadar apa yang telah aku lakukan itu salah. Aku terlalu bangga dengan apa yang kumiliki dan kuraih. Ternyata semua itu tidak ada artinya."

Senyum Ranu pun terkembang melihat Sanjaya sudah sadar dan mengakui kesalahannya. "Bangunlah, Sanjaya. Sebenarnya aku sudah lama memaafkanmu, tapi karena kamu tadi mengungkit luka lama, maka aku perlu menyadarkanmu."

Sanjaya kemudian bangkit berdiri, "Tapi... aku dan teman-temanku ini telah diusir dari perguruan. Kami tidak boleh kembali jika tidak bersamamu."

Melihat raut muka Sanjaya yang begitu berharap, Ranu pun mengiyakan permintaan Sanjaya.

"Baiklah, ayo kita ke sana!" jawab Ranu lalu berjalan bersama kelima pemuda yang dulu selalu membullynya.

Sesampainya di Perguruan Elang Hitam, Ranu lalu menemui ketua perguruan Elang Hitam dan memintanya untuk tetap menampung Sanjaya bersama teman-temannya.

"Pendekar, aku hanya ingin mereka sadar dari kesalahan yang telah mereka perbuat. Aku bersyukur dengan kejadian tadi yang akhirnya membuka mataku. Selama ini aku hanya mementingkan pengajaran ilmu kanuragan dan tidak menyelipkan ajaran tentang moralitas."

Ranubaya hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan ketua perguruan Elang Hitam.

"Apakah pendekar juga dari dusun Karangasri seperti Sanjaya dan teman-temannya?"

"Benar, Ketua."

"Lalu pendekar ini belajar ilmu kanuragan dari mana? Di dusun Karangasri bukannya tidak ada perguruan silat?"

"Belajar dari mana itu tidak penting, Ketua. Yang lebih penting itu setelah kita belajar ilmu kanuragan, akan kita apakan ilmu yang kita miliki? Mohon maaf, Aku mau pamit dulu, Ketua. Ada hal yang lebih penting harus aku lakukan"

"Pendekar mau kemana?"

"Ke hutan Larangan!" jawab Ranu singkat. Dia menunduk sebentar memberi hormat dan kemudian berjalan cepat keluar dari kompleks perguruan Elang Hitam.

"Bukankah hutan Larangan itu markas perampok Macan Kumbang? Kenapa dia kesana? Apa mungkin?" Ketua perguruan Elang Hitam bertanya-tanya dalam hati.

Setelah batang punggung Ranu menghilang di balik pintu gerbang, ketua Perguruan Elang Hitam itu menatap geram Sanjaya dan keempat temannya.

"Kalian dengar ucapan pendekar tadi? Lihatlah dia, Ilmu kanuragan begitu tinggi tapi tetap mempunyai sifat mulia dan budi pekerti yang luhur."

Sanjaya dan teman-temannya menunduk ketakutan.

"Jadikan kejadian hari ini sebagai sebuah pelajaran buat kalian, bahwa di atas langit masih ada langit. Jangan merasa jumawa dengan kemampuan yang kalian miliki!"

"Aku sadar dengan kesalahan yang telah kulakukan selama ini. Aku berjanji akan belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, Ketua" ucap Sanjaya dengan nada suara yang sedikit parau.

Sementara itu, Ranu yang sudah berada di luar dusun Karangasri, menumpang sebuah kereta kuda enuju dusun berikutnya yang jaraknya lumayan jauh.

Jika hitungannya tidak meleset, dalam beberapa hari dia akan sudah tiba di hutan Larangan.Sesampainya di dusun berikutnya, Ranu turun dari kereta kuda yang ditumpanginya.

"Terima kasih, Paman," ujarnya kepada pemilik kereta kuda.

Ranu berjalan menyusuri jalanan yang mungkin hanya terdapat sekitar 40 rumah saja di dusun tersebut. Untuk mengusir kebosanannya, dia kemudian mencoba berkomunikasi dengan Geni, "Bangun pemalas, dari tadi kamu tidur saja! Sesekali nyangkul atau nimba air gitu.

Tidur saja pekerjaanmu!"

"Aku memang pemalas. Malas mendengar suara pendekar gendeng," jawab Geni acuh tak acuh.

Ranu tertawa kecil mendengar jawaban teman seperjalanannya yang hanya bisa didengarnya seorang.

Terpopuler

Comments

Bias Satria

Bias Satria

lanjut Thor mantab

2025-02-23

1

lihat semua
Episodes
1 LPDA 1
2 LPDA 2
3 LPDA 3
4 LPDA 4
5 LPDA 5
6 LPDA 6
7 bab 7
8 bab 8
9 bab 9
10 bab 10
11 bab 11
12 bab 12
13 bab 13
14 bab 14
15 bab 15
16 bab 16
17 bab 17
18 bab 18
19 bab 19
20 bab 20
21 bab 21
22 bab 22
23 bab 23
24 bab 24
25 bab 25
26 bab 26
27 bab 27
28 bab 28
29 bab 29
30 bab 30
31 bab 31
32 bab 32
33 bab 33
34 LPDA 34
35 LPDA 35
36 LPDA 36
37 LPDA 37
38 LPDA 38
39 LPDA 39
40 LPDA 40
41 LPDA 41
42 LPDA 42
43 LPDA 43
44 LPDA 44
45 LPDA 45
46 LPDA 46
47 LPDA 47
48 LPDA 48
49 LPDA 49
50 LPDA 50
51 LPDA 51
52 LPDA 52
53 LPDA 53
54 LPDA 54
55 LPDA 55
56 LPDA 56
57 LPDA 57
58 LPDA 58
59 LPDA 59
60 LPDA 60
61 LPDA 61
62 LPDA 62
63 LPDA 63
64 LPDA 64
65 LPDA 65
66 LPDA 66
67 LPDA 67
68 LPDA 68
69 LPDA 69
70 LPDA 70
71 LPDA 71
72 LPDA 72
73 LPDA 73
74 LPDA 74
75 LPDA 75
76 LPDA 76
77 LPDA 77
78 LPDA 78
79 LPDA 79
80 LPDA 80
81 LPDA 81
82 LPDA 82
83 LPDA 83
84 LPDA 84
85 LPDA 85
86 LPDA 86
87 LPDA 87
88 LPDA 88
89 LPDA 89
90 LPDA 90
91 LPDA 91
92 LPDA 92
93 LPDA 93
94 LPDA 94
95 LPDA 95
96 LPDA 96
97 LPDA 97
98 LPDA 98
99 LPDA 99
100 LPDA 100
101 LPDA 101
102 LPDA 102
103 LPDA 103
104 LPDA 104
105 LPDA 105
106 LPDA 106
Episodes

Updated 106 Episodes

1
LPDA 1
2
LPDA 2
3
LPDA 3
4
LPDA 4
5
LPDA 5
6
LPDA 6
7
bab 7
8
bab 8
9
bab 9
10
bab 10
11
bab 11
12
bab 12
13
bab 13
14
bab 14
15
bab 15
16
bab 16
17
bab 17
18
bab 18
19
bab 19
20
bab 20
21
bab 21
22
bab 22
23
bab 23
24
bab 24
25
bab 25
26
bab 26
27
bab 27
28
bab 28
29
bab 29
30
bab 30
31
bab 31
32
bab 32
33
bab 33
34
LPDA 34
35
LPDA 35
36
LPDA 36
37
LPDA 37
38
LPDA 38
39
LPDA 39
40
LPDA 40
41
LPDA 41
42
LPDA 42
43
LPDA 43
44
LPDA 44
45
LPDA 45
46
LPDA 46
47
LPDA 47
48
LPDA 48
49
LPDA 49
50
LPDA 50
51
LPDA 51
52
LPDA 52
53
LPDA 53
54
LPDA 54
55
LPDA 55
56
LPDA 56
57
LPDA 57
58
LPDA 58
59
LPDA 59
60
LPDA 60
61
LPDA 61
62
LPDA 62
63
LPDA 63
64
LPDA 64
65
LPDA 65
66
LPDA 66
67
LPDA 67
68
LPDA 68
69
LPDA 69
70
LPDA 70
71
LPDA 71
72
LPDA 72
73
LPDA 73
74
LPDA 74
75
LPDA 75
76
LPDA 76
77
LPDA 77
78
LPDA 78
79
LPDA 79
80
LPDA 80
81
LPDA 81
82
LPDA 82
83
LPDA 83
84
LPDA 84
85
LPDA 85
86
LPDA 86
87
LPDA 87
88
LPDA 88
89
LPDA 89
90
LPDA 90
91
LPDA 91
92
LPDA 92
93
LPDA 93
94
LPDA 94
95
LPDA 95
96
LPDA 96
97
LPDA 97
98
LPDA 98
99
LPDA 99
100
LPDA 100
101
LPDA 101
102
LPDA 102
103
LPDA 103
104
LPDA 104
105
LPDA 105
106
LPDA 106

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!