bab 11

Surojoyo terkesima melihat api yang menyelimuti tubuh Ranu telah menghilang dan masuk ke dalam tubuh pemuda tersebut. Dia sekarang sudah begitu yakin jika Ranu benar-benar menjadi pilihan Pendekar Dewa Api untuk menjadi penerusnya, terlepas dari sifatnya yang konyol tentunya.

Ranu membuka mata sebelum menyunggingkan senyum puas. Dia lalu meloncat ringan dan mendarat di samping tubuh Surojoyo.

"Kau sudah berhasil, Ranu. Sekarang ayo kita kembali ke gua. Ada yang mau kakek bicarakan denganmu."

Dengan mengerahkan ajian Saipi Angin, mereka berdua melesat dengan kecepatan tinggi hingga sampai di pintu gua.

"Kau sudah menguasai jurus yang Kakek berikan. Begitu juga dengan tenaga dalam Dewa Api. Sudah saatnya kau menjajal dunia persilatan yang keras di atas sana," ucap Surojoyo.

Ranu mengangguk pelan.

Sebenarnya dia tidak ingin berpisah dari Kakek angkatnya itu, tapi dia sadar jika dirinya adalah penerus dari seorang pendekar legenda, dan tentu tugas besar akan tersemat kepadanya.

"Namun sebelum kau pergi, Kakek ingin memberimu sebuah pusaka untuk menemanimu berkelana, tapi ada syaratnya!"

"Syaratnya apa, Kakek?"

"Kau harus bisa menaklukkan makhluk yang menjadi penunggu pusaka tersebut! Apa kau sanggup?"

Ranu mengangguk dengan pasti.

"Sekarang beristirahatlah dahulu, kau pasti merasa lelah setelah menguasai Tenaga dalam Dewa Api,"

"Baik, Kek. Pertarungan melawan ular api itu benar-benar membuat tubuhku sakit semua."

"Ular api?" Surojoyo mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan keriput.

"Kakek tidak tahu aku bertarung dengan ular api?"

"Mana Kakek tahu! Yang Kakek tahu tadi tubuhmu oleng bergerak-gerak seakan mau jatuh ke bawah."

"Oh, lya, aku belum bercerita prosesnya tadi." Ranu terkekeh pelan sebelum kemudian menceritakan proses bagaimana dia bisa menguasai tenaga dalam Dewa Api.

Surojoyo kemudian meraih tangan kanan Ranu dan melihat pergelangannya. Sepasang mata mereka berdua terbelalak lebar karena tato bergambar ular berwarna merah itu sudah menghilang.

"Kemana menghilangnya, Kek?"

"Kok malah tanya Kakek, yang punya tangan kan kamu!"

Ranu kembali terkekeh. "Benar juga, ya! Kok bisa aku malah tanya Kakek."

Surojoyo terdiam sebentar sebelum kemudian kembali bersuara, "Bisa jadi karena kamu sudah menguasai tenaga dalam Dewa Api, maka gambar ular merah itu sudah menyatu di dalam tubuhmu."

Ranu mengangguk memahami ucapan Surojoyo. "Berarti, gambar ular merah itu adalah tenaga dalam Dewa Api itu sendiri. Apakah begitu maksud Kakek?"

"Mana kutahu! Kan tadi Kakek bilang bisa jadi. Bisa jadi benar, bisa jadi salah, hahaha."

Ranu mengelengkan kepalanya. Kemudian dia berdiri meninggalkan Surojoyo yang melihatnya dengan terheran-heran.

"Bocah itu kesambet jin mana, ya? Main ngelonyor saja tanpa pamit," gumam Surojoyo seraya menggaruk kepalanya.

Keesokan harinya. Surojoyo memenuhi janjinya mengajak Ranu menuju ke tempat Pedang Segoro Geni berada.

Dengan kecepatan yang mereka berdua miliki, tidak butuh waktu lama mereka telah sampai di tempat dimana Pedang Segoro Geni menancap di sebuah batu.

"Itu pusaka yang Kakek maksud, Ranu.

Namanya Pedang Segoro Geni. Namanya sesuai dengan nama jurus yang sudah Kakek berikan kepadamu," kata Surojoyo.

Ranu mengangguk paham.

Surojoyo kemudian melompat ke atas batu tersebut dan mencabut Pedang Segoro Geni yang sudah menancap puluhan tahun.

Setelah itu dia kembali melompat ke bawah dan menunjukkan pedang tersebut kepada Ranu.

Pemuda 18 tahun itu mengamati dengan seksama pedang tersebut. "Pedang ini kok pendek sekali, ya, Kek?"

"Pendek gundulmu...! Belum-belum kau sudah menghinaku Bocah!"

Suara menggelegar tiba-tiba keluar berbarengan dengan munculnya makhluk penunggu pedang Segoro Geni. Makhluk yang berbentuk seperti manusia bertanduk dan bertubuh tinggi besar namun terbentuk dari api

Ranu kaget tidak terkira. Dia langsung meloncat ke belakang tubuh Surojoyo yang tingginya hanya sepundaknya.

"Tolong, Kek. Ada hantu!"

"Hantu ususmu melintir!" bentak makhluk tersebut.

"Lihat, Tuan Suro, apakah bocah gendeng seperti itu yang mau kau jadikan tuanku?!"

Surojoyo terkekeh, "Sabar, Geni. Anak Ini namanya Ranu. Dia gendeng hanya waktu-waktu tertentu saja."

"Kakek memanggil dia apa tadi? Geni? Jelek sekali namanya. Boleh aku ganti tidak namanya? Arnold, Alex atau Johan, biar keren," berondong Ranu.

Surojoyo hanya menggeleng sambil menepuk jidatnya. Baru kali ini dia menemui anak manusia yang sekonyol itu.

Makhluk yang dipanggil Geni oleh Surojoyo itu kemudian mengeluarkan kobaran api yang sangat besar, hingga membuat pohon disekitarnya langsung layu kepanasan.

"Kalo kau bisa mengalahkanku, Kau boleh memanggilku apa saja! Tapi kalau kau kalah, aku akan membakarmu!"

Ranu yang sudah mempunyai pengalaman sedikit bertarung dengan Ular Api kemudian maju hingga di depan makhluk itu.

"Baiklah, Mas Slamet. Aku memenuhi tantanganmu! Tapi kau jangan marah jika aku memanggilmu apa saja jika kau kalah!" Mata Ranumenatap makhluk api bertanduk itu dengan tajam.

Surojoyo kembali dibuat menepuk jidatnya. Dia tidak bisa membayangkan jika Ranu menjadi tuannya Geni, bisa-bisa pamor Geni sebagai salah satu di antara empat pusaka terkuat setelah Pedang Api, akan jatuh karena kekonyolan pemuda itu.

"Aku berjanji Bocah gendeng! Tapi sebelum kau bisa mengolokku lagi, aku akan membakarmu terlebih dahulu!"

"Kakek mundur dulu... aku akan menggebuk bokong makhluk itu biar tidak gampang emosi!"

Surojoyo terkekeh lalu bergerak menjauh.

"Bersiaplah, Bocah gendeng! Kau boleh minta maaf sebelum aku membakarmu."

"Preeeeet ...! Yang ada, aku yang akan menggebuk kepalamu itu biar tidak gampang emosi."

Geni yang sudah kehilangan kesabarannya langsung menyambar Ranu dengan tangannya.

Namun, serangan awal Geni bisa dihindari Ranu dengan mudah.

"Ayo serang aku lagi Mas Slamet!"

Geni semakin dibuat emosi karena serangan awalnya gagal. Dia lalu bergerak dengan begitu cepat sambil menyemburkan api dari mulutnya.Ranubaya sadar jika api yang menyembur kepadanya itu bisa membakarnya, dia langsung melompat tinggi dan langsung memberikan serangan balik. Pukulan Ranu mengenai kepala Geni dengan telak.

Geni hanya tertawa ketika pukulan Ranu mengenai kepalanya, "Hahaha, pukulanmu hanya seperti gigitan semut, Bocah gendeng. Serang lagi sepuasmu!" ejek Geni sebelum melepaskan tendangan.

Mendapati serangan tersebut, Ranu kemudian berkelit ke samping menghindari tendangan Geni yang begitu cepat mengarah perutnya. Namun tanpa diduga, sebuah pukulan Geni mendarat mulus di punggungnya.

Pemuda berambut panjang sebahu itu terpental ke depan hingga menabrak sebuah pohon. Untung saja dia masih sempat menahan pohon tersebut dengan tangannya. Jika tidak, maka muka dan dadanya bisa terlebih dahulu beradu dengan pohon besar. "Slamet ... slamet mukaku yang ganteng ini tidak sampai rusak," ucapnya sambil menahan rasa sakit di punggungnya.

Ranu membalikkan tubuhnya. Namun sebuah pukulan kembali dilepaskan Geni. Buru-buru dia meloncat ke samping hingga pukulan Geni menabrak pohon tersebut hingga hancur dan terbakar.

Surojoyo yang awalnya yakin Ranu bisa mengalahkan Geni, menjadi pesimis melihat Ranu dijadikan bulan-bulanan. Dia kehilangan keyakinannya karena serangan serangan Ranu seperti tidak berakibat apapun kepada makhluk api tersebut.

Dia kemudian menutup matanya ketika Ranu terkena tendangan tepat mengenai dadanya.

Ranu kembali mencelat jauh. Dadanya serasa terbakar oleh panasnya kobaran api yang dilepaskan Geni. Dia kemudian memuntahkan darah segar dari mulutnya.

"Apakah kau sudah menyerah, Bocah Gendeng?" cibir Geni."Menyerah kepada makhluk jelek sepertimu adalah penghinaan terbesar buatku!"

"Aseeem ...! Jangan salahkan aku jika membakarmu!"

Kecepatan Geni semakin bertambah. Dalam sekejap mata dia sudah berada di depan Ranu dan mencengkeram lehernya sebelum mengangkatnya tinggi.

"Apa tadi kau bilang!? Makhluk jelek!?"

Ranu yang hampir tidak bisa bernapas berusaha meronta. Kakinya berusaha menendang berulang kali ke tubuh Geni namun tidak sampai.

"Cepat minta maaf maka kau akan kulepaskan!"

Ranu kemudian memejamkan matanya. Dan tiba-tiba saja dia berteriak begitu keras, "Tidak sudiiii!"

Berbarengan dengan teriakan Ranu, sebuah ledakan keras muncul dari tubuh pemuda 18 tahun tersebut hingga membuat tubuh Geni terpental jauh.

"Tidak mungkin ...! Mana mungkin bocah semuda itu bisa menguasai tenaga dalam Dewa Api." Geni menggumam tak percaya.

Ranu mengelus-elus lehernya yang terasa panas dengan kedua tangannya. Matanya kemudian menatap tajam ke arah Geni yang terlempar jauh berkat ledakan tenaga dalam Dewa Api yang dikeluarkannya.

Senyum terkembang di bibirnya sebelum dia kemudian melesat dengan cepat dan memberikan serangan susulan kepada Geni.

Episodes
1 LPDA 1
2 LPDA 2
3 LPDA 3
4 LPDA 4
5 LPDA 5
6 LPDA 6
7 bab 7
8 bab 8
9 bab 9
10 bab 10
11 bab 11
12 bab 12
13 bab 13
14 bab 14
15 bab 15
16 bab 16
17 bab 17
18 bab 18
19 bab 19
20 bab 20
21 bab 21
22 bab 22
23 bab 23
24 bab 24
25 bab 25
26 bab 26
27 bab 27
28 bab 28
29 bab 29
30 bab 30
31 bab 31
32 bab 32
33 bab 33
34 LPDA 34
35 LPDA 35
36 LPDA 36
37 LPDA 37
38 LPDA 38
39 LPDA 39
40 LPDA 40
41 LPDA 41
42 LPDA 42
43 LPDA 43
44 LPDA 44
45 LPDA 45
46 LPDA 46
47 LPDA 47
48 LPDA 48
49 LPDA 49
50 LPDA 50
51 LPDA 51
52 LPDA 52
53 LPDA 53
54 LPDA 54
55 LPDA 55
56 LPDA 56
57 LPDA 57
58 LPDA 58
59 LPDA 59
60 LPDA 60
61 LPDA 61
62 LPDA 62
63 LPDA 63
64 LPDA 64
65 LPDA 65
66 LPDA 66
67 LPDA 67
68 LPDA 68
69 LPDA 69
70 LPDA 70
71 LPDA 71
72 LPDA 72
73 LPDA 73
74 LPDA 74
75 LPDA 75
76 LPDA 76
77 LPDA 77
78 LPDA 78
79 LPDA 79
80 LPDA 80
81 LPDA 81
82 LPDA 82
83 LPDA 83
84 LPDA 84
85 LPDA 85
86 LPDA 86
87 LPDA 87
88 LPDA 88
89 LPDA 89
90 LPDA 90
91 LPDA 91
92 LPDA 92
93 LPDA 93
94 LPDA 94
95 LPDA 95
96 LPDA 96
97 LPDA 97
98 LPDA 98
99 LPDA 99
100 LPDA 100
101 LPDA 101
102 LPDA 102
103 LPDA 103
104 LPDA 104
105 LPDA 105
106 LPDA 106
Episodes

Updated 106 Episodes

1
LPDA 1
2
LPDA 2
3
LPDA 3
4
LPDA 4
5
LPDA 5
6
LPDA 6
7
bab 7
8
bab 8
9
bab 9
10
bab 10
11
bab 11
12
bab 12
13
bab 13
14
bab 14
15
bab 15
16
bab 16
17
bab 17
18
bab 18
19
bab 19
20
bab 20
21
bab 21
22
bab 22
23
bab 23
24
bab 24
25
bab 25
26
bab 26
27
bab 27
28
bab 28
29
bab 29
30
bab 30
31
bab 31
32
bab 32
33
bab 33
34
LPDA 34
35
LPDA 35
36
LPDA 36
37
LPDA 37
38
LPDA 38
39
LPDA 39
40
LPDA 40
41
LPDA 41
42
LPDA 42
43
LPDA 43
44
LPDA 44
45
LPDA 45
46
LPDA 46
47
LPDA 47
48
LPDA 48
49
LPDA 49
50
LPDA 50
51
LPDA 51
52
LPDA 52
53
LPDA 53
54
LPDA 54
55
LPDA 55
56
LPDA 56
57
LPDA 57
58
LPDA 58
59
LPDA 59
60
LPDA 60
61
LPDA 61
62
LPDA 62
63
LPDA 63
64
LPDA 64
65
LPDA 65
66
LPDA 66
67
LPDA 67
68
LPDA 68
69
LPDA 69
70
LPDA 70
71
LPDA 71
72
LPDA 72
73
LPDA 73
74
LPDA 74
75
LPDA 75
76
LPDA 76
77
LPDA 77
78
LPDA 78
79
LPDA 79
80
LPDA 80
81
LPDA 81
82
LPDA 82
83
LPDA 83
84
LPDA 84
85
LPDA 85
86
LPDA 86
87
LPDA 87
88
LPDA 88
89
LPDA 89
90
LPDA 90
91
LPDA 91
92
LPDA 92
93
LPDA 93
94
LPDA 94
95
LPDA 95
96
LPDA 96
97
LPDA 97
98
LPDA 98
99
LPDA 99
100
LPDA 100
101
LPDA 101
102
LPDA 102
103
LPDA 103
104
LPDA 104
105
LPDA 105
106
LPDA 106

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!