Aksen menatap seseorang yang berada dihadapannya itu dengan mata tak suka. Namun orang itu hanya mengedikkan bahu tak acuh, kemudian berbuat seenak sendiri di sana.
Melihat Aksen berekspresi berlebihan, entah mengapa membuat orang itu langsung tersenyum miring. Tapi sejujurnya dia datang dengan niatan baik. Sedikit hiburan tersendiri, ketika melihat wajah Aksen yang rupanya tidak bersahabat.
Aksen sendiri masih enggan untuk membuka suara. Berulang kali orang itu mengajaknya bicara, namun respon yang di dapat hanyalah anggukan dan gelengan saja. Makin lama orang itu hanya bisa menghala nafasnya, sepertinya Aksen masih sama seperti yang dulu. Bedanya sekarang, Aksen benar-benar menganggapnya sebagai musuh.
"Di sini saya tidak sedang menjadi pimpinan dari BGS CORP. Melainkan teman lama, atau mungkin sahabat lama anda."
"Bacot!" hanya itu yang keluar dari mulut Aksen, namun tak luput membuat orang itu tersenyum. Ini baru Aksen yang dia kenal dulu.
"Gue sebagai Arkan yang nggak lain adalah seorang sahabat yang pernah nyakitin lo, bahkan sangat-sangat yakin lo, hanya bisa minta maaf sama lo atas apa yang pernah gue lakuin terhadap lo ataupun Adik lo beberapa tahun yang lalu." Arkan membuka suaranya lagi. Berharap Aksen bisa memaafkannya, seperti Adik Aksen yang juga menerima permintaan maafnya.
Aksen terdiam. Bukan berarti ia merasa tersanjung. Ia hanya ingin kembali mengingat serpihan-serpihan masa lalu, yang kini sudah menjadi satu kesatuan dikepalanya. Aksen mengingat semua ingatan itu lagi.
Aksen menggelengkan kepalanya, benar-benar ia tidak ingin mengingatnya lagi.
"Lo nggak tau rasanya jadi Adik gue, ataupun diri gue! Bahkan lo nggak tahu rasanya kehilangan seseorang yang lo sayang, atau ditinggal oleh orang-orang yang lo sayang. Jadi saran gue, lo nggak perlu minta maaf!" seru Aksen yang sudah mulai bereaksi, dia sudah diselimuti oleh kebencian yang terpendam.
"Jujur gue percaya sama lo, lebih dari diri gue sendiri. Tapi apa hah? Lo ngingkarin semua itu dan nyakitin hati Adik gue. Dan secara nggak langsung, lo juga nyakitin gue yang nggak lain adalah sahabat lo sendiri. Lo..." lanjut Aksen, tapi cepat-cepat disela Arkan.
"Karena itulah gue minta maaf Sen. Gue sadar kok, gue banyak salah sama lo. Lebih dari itu, gue udah bener-bener nyesel. Gue terlalu **** buat ninggalin berlian seperti Adik lo itu." potong Arkan.
Aksen hanya memandang sinis, ia belum menyelesaikan kata-katanya secara menyeluruh.
"Tau nggak setelah lo mutusin Adik gue tanpa alasan yang jelas, terjadi peristiwa apa. Selain lo udah buat Adik gue nangis dan patah hati, lo sendiri juga udah mutusin persahabatan sama gue. Bahkan dengan diri lo yang gue nggak ngotak, dengan gamblangnya lo bisa nembak cewek didetik berikutnya. Hati lo dibuat dari apa? Batu?!" tandas Aksen berikutnya.
"Sen... Gua pikir akan ada kesempatan kedua." lirih Arkan.
"Kesempatan kedua lo bilang? Andai jika lo nggak jadian sama cewek lain didetik setelah lo mutusin Adik gue, gue masih bisa toleransi sama lo. Tapi, kenapa lo harus jadian sama cewek yang menurut gue pembawa sial dalam hidup gue? Karena disitulah, kesempatan kedua lo udah habis." mungkin ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, jadi tidak ada hari esok yang akan membuat mantan sahabatnya datang kembali.
Mengingat semua kenangan buruk itu sembari meringkasnya menjadi bentuk yang sedemikian rupa, tidak luput membuat Aksen lambat laun mengepalkan tangannya.
Awalnya, Aksen kehilangan Adik perempuannya untuk waktu sekian lama. Setelah lama mereka dipisahkan, akhirnya mereka dipertemukan lagi dan kembali hidup bersama. Jujur, Aksen rasa kebahagiannya sudah lengkap saat itu.
Ia mulai menjadi dirinya yang apa adanya, ditambah dengan keutuhan keluarganya yang sudah kembali. Namun nyatanya itu tak berlangsung lama, ujian masih datang bertubi-tubi.
Adiknya jatuh cinta terhadap salah satu sahabatnya, begitupun juga sebaliknya. Karena Aksen memiliki kepercayaan tinggi, alhasil ia merestui hubungan keduanya dengan syarat mereka harus tetap bahagia. Kebahagian Adiknya adalah kebahagiannya, kesedihan Adiknya juga kesedihan baginyal .
Semuanya hancur, semuanya berantakan disaat pemeran lainnya hadir dan sialnya memporak-porandakan pondasi yang sudah mulai berdiri tegak. Memainkan kehidupan orang tuanya, kemudian mengambil hati sahabatnya yang tak lain adalah kekasih Adiknya sendiri. Segalanya berubah dalam sekejap.
Lalu apa yang harus ia lakukan saat itu? Bahkan secara tidak langsung kehidupannya mulai tertekan, mulai terasa menyakitkan, dan hatinya mulai dibanjiri dengan sayatan-sayatan tak kasat mata. Ia membenci keluarganya sendiri, dan memilih untuk pergi.
Aksen menggeleng cepat, lalu berusaha untuk kembali ke alam nyatanya. Ia tak tahan lagi dengan kilasan masa lalunya itu, ia ingin segera melupakannya.
"Gue nggak tahu harus ngomong apa lagi. Tapi gue harap, lo bisa pergi dari tempat ini tanpa gue suruh. Saat ini juga." titah Aksen tanpa basa-basi lagi.
Ya meskipun dalam hatinya ingin sekali memafkan kesalahannya, luka lama tak bisa disembuhkan begitu saja. Apalagi ia mengidap sebuah penyakit yang dapat menyakiti dirinya sendiri. Jangan sampai penyakitnya kambuh lagi.
"Please Sen, tolong maafin gue. Jika bukan sebagai sahabat, lo bisa nganggap gue sebagai temen yang pernah ada di belakang lo."
Sedetik kemudian, Aksen menatap Arkan dengan tatapan merendahkan. "Sejak kapan lo jadi temen gue? Persahabatan kita bahkan udah putus, itupun karena kemauan lo sendiri waktu itu."
Arkan meradang, bukan jawaban ini yang ingin ia dengar.
"Lo udah nggak anggap gue sebagai sahabat lo Sen?" pertanyaan bodoh dari Arkan, membuat Aksen yang hendak menyandarkan diri langsung berdecih pelan.
Aksen berdiri, kemudian meletakkan kedua tangannya pada saku celana. Pikirannya sudah terbang entah kemana, dan itu berkat Arkan yang sudah membuang ketenangannya sejak awal ia datang.
"Lo kan yang dulu pernah ngomong, kalau gue itu bukan sahabat lo. Lo tuli!"
Arkan bungkam. Sepertinya ia tidak ingat, namun ia juga merasa membenarkan penuturan yang diucapkan oleh Aksen.
"Lo yang dulu bilang, kalau lo itu salah milih gue sebagai sahabat lo. Lo lupa juga?"
Arkan lagi-lagi hanya bungkam. Benar saja apa yang diucapkan oleh Aksen. Sedangkan Aksen, sudah menitikkan air matanya lagi.
"Karena lo, Adek gue terluka." ucapan Aksen perlahan kian melemah. Membuat Arkan yang sedari tadi bungkam, langsung tertohok seketika.
"Satu hal yang gue sesali. Kenapa gue terlalu percaya sama seseorang yang berkedok sahabat." Aksen menjeda kalimatnya, lalu berbalik menatap Arkan yang tampak tak bergeming. "Ternyata gue salah kira, ketika gue selalu berpikir bahwa lo orang baik."
Arkan mengangguk lemah. Merasa dibenarkan dengan ucapan Aksen yang terus tergiang dikepalanya. Ia memang bodoh, sangat bodoh! Sehingga dengan sikap yang telampau sangat biasa itu, ia rela meninggalkan sebuah berlian demi mendapatkan sebuah perunggu.
"Gue minta maaf. Tapi gue nggak akan berhenti berharap, gue yakin bisa perbaiki semuanya dari awal lagi. Gue pergi!" hanya itu yang Arkan ucapkan, kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.
Aksen jatuh terduduk. Kakinya sudah sangat lemas untuk menopang tubuhnya. Ia menggigit bawah bibirnya agar tak menimbulkan suara tangisnya. Lagi-lagi, kilasan balik masa lalu membuatnya lemah tak berdaya. Desiran aneh dalam hatinya ingin meluapkan sesuatu. Tapi apa!Dia ingin tenang, dia ingin melupakan semuanya lagi. Tapi ia harus bagaimana?
Dimana ia bisa mendapatkan ketenangan tanpa ada seorang Adik disampingnya sekarang? Ia tidak ingin mengingat semuanya lebih rinci lagi.
Tapi lagi-lagi, Aksen lemah untuk menerima keadaan.
*****
1136 Kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Annisa Khairani
pikun kaks, bkn tuli😭
2021-10-09
2
Secret 😲
ini tuh karna aq nya yg terlalu bodoh apa emg crita nya yg berbelit" muter" sih ...
maaf thor galfok 🙏🙏🙏
2021-08-07
2
Dessy Slankysjathy
pnasaran....adiknya aksen itu mninggal apa lg diluarnegri?
2020-10-17
6