AKSARA
Dorr.. Dorr.. Dorr..
Gedoran pintu rumah tetangga itu, sungguh memekikkan telinga dari seorang pemuda yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia sudah sangat terusik, sangat lelah, ditambah lagi dengan cahaya mentari yang sedikit demi sedikit memasuki kamarnya. Tentu saja membuat matanya terbuka lebar-lebar.
Pemuda itu mengutuk sejenak. Sial sekali, padahal ia masih mengantuk!
"Mamah! maafin Ara dong. Janji deh, nggak bakal didepak lagi dari sekolah. Sumpah, ini yang terakhir kali kok Mah. Please Mah, masa pintunya tetep dikunci sih?!" teriak seorang gadis diluar sana. "Kasih Ara masuk dulu dong. Masa Mamah tega ngebuat Ara serasa lagi diusir dari rumah, nanti dicap anak durhaka sama tetangga gimana Mah? Ara malu Mah! Ini masa Ara harus jadi gelandangan sih, Ara belum lulus sekolah!"
Pemuda itu menguap, sambil beradaptasi dengan cahaya mentari di dalam kamarnya, ia mulai berdiri dan hendak mencari letak sumber suara. Enak saja gadis itu mengganggu tidurnya. Tunggu pembalasannya saja, gadis itu pasti akan segera diberi pelajaran olehnya!
Dengan masih bertelanjang dada disertai dengan rambutnya yang masih sedikit acak-acakan, ia mulai berjalan lunglai tak bertenaga. Bibir pucat dan lingkar hitam yang tertoreh jelas di sepasang matanya itu, juga bisa dikatakan sebagai bentuk dominan dari tampilan wajahnya saat ini. Ia sudah seperti zombie, sudah seperti tak tidur selama berhari-hari.
"Mamah, tolongin Ara dong. Masa Mamah tega sih! Gini ya Mah, kalau kata Pak Ustadz sih jahatin anak berbakti dan baik hati semacam Ara ini bisa dikatakan dosa besar loh Mah. Kata Pak Ustadz juga, orang jahat itu imbalannya masuk neraka terpanas. Jadi bukain pintunya dulu dong Mah, biar Ara bisa dengan ikhlas mendoakan Mamah masuk syurga. Dosanya Mamah kan udah bergunung-gunung, emang nggak takut kalau ketika Mamah udah di akhirat nanti nggak pakai jalur hisab. Dapet VVIP ke Neraka langsung!" sungguh bocah biadab, benar-benar ingin dicoret dari kartu keluarga.
Pemuda itu hanya mengintip dari celah jendela. Terpampang jelas seorang gadis yang telah mengganggu aktivitas tidurnya itu, masih mengenakan pakaian SMA. Wajahnya babak belur seperti habis kena tinju, lalu dibagian rok belakangnya sedikit sobek hampir menampilkan pakaian dalamnya. Untungnya saja gadis itu memakai celana selutut, jadi gadis itu tidak perlu memamerkan paha mulusnya.
"Ciri khas gadis tomboy." ucap pemuda itu dalam hati. Ia berjalan menuju balkon kamar, dan ingin mencari tahu kelanjutannya dengan teliti. Sepertinya akan menarik.
"Mah, yakin nih Ara diusir! Nggak dikasih asuransi jiwa dulu gitu. Contohnya warisan, aset, properti dulu gitu!" teriak gadis itu dengan kembali menggedor-gedor pintu. Namun kemudian pintu rumahnya terbuka dengan sendirinya, tanpa curiga gadis itu masuk dengan membusungkan tubuhnya penuh bangga.
Pemuda yang sudah berdiri tepat di belakang pembatas balkon itu, hanya menatap lurus ke arah depan dalam diam. Nyatanya apa yang ia ekspetasikan tidak sesuai dengan realita, jadi membuatnya kehilangan minatnya. Bahkan Gadis itu bertingkah seolah tak gentar, sudah siap melawan maut.
Mau tak mau, pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya dan memilih pergi. Mau bagaimanapun pertunjukkan telah usai, jadi untuk apa ia bertahan. Lagipun sudah tak ada tontonan lagi, jadi untuk apa ia masih berdiri di sana?
Namun ketika pemuda itu hendak masuk lagi kedalam kamar, gadis itu berteriak sembari berlari kencang keluar rumah. Cara berlarinya itu seperti kucing yang sedang dikejar oleh anjing, terkesan tidak beraturan. Ada raut kepanikan yang terpancar dari matanya.
"Ampun Mah, jangan gebukin Ara sama sapu terbangnya nenek sihir lagi. Dosa loh Mah, nanti beneran masuk neraka loh karena udah jahatin anak yang polosnya kayak Ara ini." ucap gadis itu sembari mengaduh pelan, dan berusaha untuk terus menghindar.
"Lebih dosa Mamah atau kamu yang selalu durhaka sama orang tua hah?! Ingat syurga ada ditelapak kaki Ibu! Kalau Mamah masuk neraka, sudah jelas kamu masuk neraka!" bentak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda. Wajahnya berapi-api, seakan sudah bersiap menerkam mangsanya.
Gadis yang bernama Ara itu terus mengaduh pelan, sambil terus menerus menghindari serangan kilat dari Mamahnya. Ara mengangkat kedua tangannya di samping telinga, tanda ia sudah menyerah.
"Janji deh, kali ini Ara bakal jadi anak baik dan rajin menabung." pinta gadis itu pada Mamahnya kemudian. Sekilas, ada sensasi menggelitik ketika ia menekankan kata anak baik.
Pemuda itu sedikit melengkungkan kedua sudut bibirnya. Sediikit-sedikit ia terkekeh pelan dengan kelakuan Ibu dan Anak itu.
'Mungkin dia termasuk gadis pembangkang, tubuhnya saja biru semua seperti habis adu jotos.' batin pemuda itu sembari memegangi pembatas balkon lagi, ia menyaksikan dengan cermat kembali.
"Janji, janji, janji! Berapa kali sih kamu udah janji sama Mamah? Beribu-ribu kali, dan kamu itu sudah sering berbohong sama Mamah! Saking kebalnya mungkin Mamah dibohongi kamu, Mamah jadi nggak tega lagi buat masukkin kamu ke pondok pesantren. Biar beneran tobat dan jadi anak baik beneran!" ucap wanita itu yang kemudian meletakkan sapunya begitu saja di atas tanah. "Cukup Mamah telepon Papah kamu, dan besok kamu sudah dimasukkin ke pesantren sana."
Gadis yang bernama Ara itu berjongkok, ia menangis pelan sambil memegangi lutut Mamahnya. "Jangan masukkin Ara ke pondok pesantren Mah, Ara beneran khilaf kok. Ara sekarang juga sadar, karena Ara Mamah jadi banyak menanggung dosa. Janji deh, mulai besok Ara jadi anak baik."
Wanita paruh baya itu berkacak pinggang. "Khilafnya kamu itu berkali-kali, apa masih pantas disebut khilaf?! Lagian tadi kamu ngapain buat anak orang sampai masuk got? Ngapain kamu lempar tas temen kamu sampai nyangkut di pohon beringin? Ngapain juga kamu ikut tawuran antar sekolah? Kamu perempuan, jangan bar-bar."
Gadis yang bernama Ara itu meringis. "Itu beneran khilaf kok Mah. Refleks aja pengin ngasih pelajaran cabe-cabean sekolah, lagian songong sih sama Ara. Pokoknya jangan di pondok pesantren ya Mah? Suwerr ini sekolah yang terakhir kok."
Wanita paruh baya itu menggeleng tegas, lalu mulai melenggang masuk ke dalam rumah diselingi dumelan tanpa jeda. Sesekali anak itu harus diberi pelajaran.
"Tinggal tunggu keputusan Papahmu saja, pokokny kamu lihat hasilnya nanti. Palingan koleksi skate board kamu, bakal dibakar sama Papahmu."
Gadis itu langsung mengerang, tetapi ditahan dalam-dalam. "Jangan yang satu itu dong Mah, Ara doain nih alis Mamah pendek sebelah. Kalau bisa ya, Ara do'ain bibir Mamah monyong lima senti. Kenapa sih Mamah nggak pernah bosan ceramahin Ara? Ara aja bosen sama suara cempreng Mamah, ngalahin toa mesjid tau!"
Wanita paruh baya itu melotot, secara refleks ia melempar sebelah sandal yang sedang dipakai olehnyanya ke arah Anak bandelnya itu. Tepat pada saat itu, sandal yang dilempar olehnya mendarat mengenai bibir Anaknya. Tentu saja membuat wanita paruh baya itu tersenyum sumringah, dengan hati yang berbunga-bunga ia mulai memasuki rumahnya dengan langkah ringan. Sekarang bibir anaknya lah yang akan monyong lima senti!
"Dasar emak. Kalau aja, doain orang tua yang enggak-enggak itu sama sekali nggak dosa. Kenapa sih doa-doa gue yang pengin Emak baru nggak pernah dikabulin. Semoga saja sih bukan emak ara tuh." ratap Ara sembari menekan-nekan bibirnya. Ia mendapatkan karma.
"Awwww..." ringis Ara yang hendak mendudukkan diri, "Sejak kapan gue babak belur?"
Ara menggaruk-garuk dahinya yang tidak gatal. Tetapi sepertinya ia tak mendapatkan jawaban atas luka memar disekujur tubuhnya. Atau mungkin, ia saja yang pura-pura melupakan sesuatu?
Bodo amat, itu sudah biasa baginya! Ia memilih untuk tetap duduk disertai matanya yang menyapu ke sekeliling. Dan mendadak tatapannya berhenti pada satu titik, dia mendapati seorang pemuda tampan yang tengah menatapnya dalam-dalam.
Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
Ara menganga. Apakah itu seorang pangeran yang jatuh dari khayangan? Enak saja, masa Pangerannya Mimi Peri sih. Ara tidak akan menerimanya! Lagipula, jelas-jelas pemuda itu adalah tetangganya. Tapi mengapa ia baru bertemu dengan pemuda itu? Padahal ia sudah lama tinggal ditempat ini, rumahnya juga tidak pernah bergeser kemana-mana semenjak dia lahir bukan?
Meskipun pemuda itu nampak dewasa atau lebih tua beberapa tahun darinya, itu tak membuat nyali Ara yang hobi jahil langsung menciut. Sekejap, Ara sedikit tersenyum. Kemudian melambai-lambaikan tangannya kearah pemuda itu.
"Hai Om, ganteng banget deh! Boleh minta line, nomor whatsapp, akun sosmed lainnya, atau segalanya deh. Hati Om juga nggak apa-apa, insyaallah dedek siap menampung hati Om kok. Tanda tangannya juga boleh, siapa tahu laku di pasaran nanti. Kalau gitukan, Ara jadi pengin buka bisnis. Oh ya, Om sudah punya gandengan belum? Mau digandeng sama Ara nggak? Truk aja gandengan, masa Om enggak." teriak Ara sambil terus mengedip-ngedipkan matanya.
Dalam sekejap, pemuda itu langsung menatap Ara dengan jijik. Hilang sudah pemikiran tomboy tentang gadis dihadapannya ini. Nyatanya ia lebih parah dari para gadis yang selalu mengejarnya kemanapun dia pergi.
"Sinting!" hanya itulah yang keluar dari mulut pemuda itu kemudian masuk ke dalam kamarnya lagi.
Sedangkan gadis yang bernama Ara itu hanya menampilkan senyum cerah, kejahilannya itu memang tak pernah gagal. Ini mungkin bukan apa-apa, masih ada yang lebih pro dari ini. Ternyata jiwa sok polosnya selalu berhasil.
"Gila, padahal di sekolah-sekolah yang gue kunjungi nggak ada tipe-tipe cowok yang mirip kayak dia. Apa jangan-jangan dia artis ya?" Ara jadi menggaruk-garukan kepalanya, pasalnya ia tak cukup tahu soal artis-artis Ibukota. Kalaupun ia tahu, itupun karena rekan gosip kelasnya. ralat, mantan kelasnya sekarang.
"Gue harus nonton televisi nanti, siapa tahu dia artis beneran. Keren deh kalau dia beneran artis, lumayan gue bisa masuk televisi walaupun jadi figuran. Tahu-tahukan ada wawancara di depan rumah gue." seorang yang disapa ara itu kemudian pergi menuju kedalam rumahnya.
*****
**1500 Kata.
Yang pernah baca sampai tamat, pasti tau alur ceritanya kok. Cuma ganti cover dan sedikit revisi aja.
By: Vaa_Morn**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ai Rusyati
gk sengaja buka2 apl ini nemu cerita yg dr prolog nya bagus sarat akan makna kyk nya seru cerita nya so cus lanjut baca
2023-06-20
0
Cim Brut Tzy
gabung dulu
2022-04-12
0
wybyibooo
wah ketinggalan ini. baru tahu dan baca di 2022
2022-02-14
0