DELAPAN

Aksen merebahkan tubuh diatas kasur, setelah menyegarkan diri seharian penuh. Kedua tangannya digunakan untuk menopang kepalanya, sedangkan tatapan matanya mengarah kearah langit-langit kamarnya. Lampunya dibiarkan menyala, sedangkan matanya perlahan-lahan mulai terpejam dan berimajinasi penuh di dalam sana.

Semuanya memang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Rasa, keinginan, hati, semuanya telah berubah semenjak Mamahnya pergi. Semuanya sudah berbeda. Termasuk waktu yang memberikam celah dan jarak bagi mereka yang berada didekatnya.

Aksen tersenyum miris. Ia mengangkat satu tangannya dan menelisik setiap inci bekas luka ditangannya. Meskipun beberapa tahun telah berlalu, luka-luka sayatan itu masih terbayang ditangan putihnya itu. Menyisakan sejuta tanya, apakah penyakitnya masih ada atau tidak? Karena setahunya penyakit itu sudah melekat dalam dirinya dan sepertinya kekal hidup di dalam sana.

"Mau jadi apa kamu hah? Sudah larut, tapi baru ingat rumah. Kapan kamu mau jadi anak baik-baik dan nggak keluyuran malam-malam Ara, kamu itu anak perempuan!"

Aksen langsung membuka matanya lebar-lebar dan bangkit, kemudian pergi menuju balkon kamarnya yang langsung menatap rumah di seberang jalan. Sejenak ia tertegun dengan lelaki paruh baya itu. Namun kemudian mengangguk-angguk setelah mengetahui orang diseberang rumahnya tak lain adalah kolega bisnisnya.

Arah mata Aksen langsung menatap Ara yang terlihat santai dengan raut wajahnya yang nampak biasa saja. Tidak ada raut takut apapun yang terpancarkan selain diam, kemudian menunduk pasrah. Sama sekali tak berkeinginan untuk membuka suaranya.

"Coba kamu kayak Reval dengan jadi anak baik dan diam di rumah. Nggak pernah tuh dia dikeluarkan dari sekolah, malah dia bisa jadi Ketua Osis. Kamu kapan jadi anak benernya? Nggak bosan kamu diasingkan dari rumah dan hidup sama Kakekmu, seharusnya kamu bisa berubah setelah tahu apa makna kehidupan sebenarnya?!"

Diasingkan? Pantas saja Aksen baru melihat anak itu untuk pertama kali ditempat ini. Padahal sesering mungkin ia pulang ke rumah, meskipun beberapa bulan ini ia lebih senang tinggal di Apartemen.

Ara menghiraukan, kemudian melempar tasnya begitu saja keatas lantai. Waktu telah menunjukkan jam 12 malam saat itu, tetapi ia begitu santainya berjalan ditrotoar sana sembari bersenandung ria. Ia tak ingin lagi menganggu banyak orang yang akan mengistirahatkan diri sejenak, disaat waktu yang akan segera menjelang pagi.

Ara langsung menjatuhkan dirinya, kemudian siap memejamkan mata dengan tas sebagai tumpuan kepalanya. Ia tak ingin bertengkar pada malam-malam larut seperti ini, terlebih lagi ia sudah terlalu lelah karena seharian penuh ini, ia memiliki banyak urusan. Untuk itu, ia memilih diam saja, dan berusaha untuk tidur dengan ala kadarnya.

"Ara?!" bentak Papahnya yang sudah tak tekontrol lagi. Bahkan Mamahnya yang baru saja bangun dari pejaman matanya, langsung saja turun ke bawah untuk menenangkan suaminya itu.

Ara dengan pejaman matanya tersenyum sinis. Dinginnya lantai, tak pernah membuatnya langsung menggigil. Seolah-olah ia tahan, dan sudah berpengalaman dengan keadaan seperti itu. Ara tentu saja tak terlalu kedinginan dengan udara yang sejuk itu.

"Tahu nggak Pah... Selain Papah penuh ambisi, Papah juga terlalu otoriter. Salah jika aku dari kecil udah nakal? Saat itu aku masih kecil dan nggak tau apa-apa Pah. Cukup ajari aku bagaimana caranya bersikap layaknya anak kebanyakan. Yang dulu Papah lakuin cuma bisnis, bisnis, dan bisnis. Bahkan semenjak Reval lahirpun dan hampir masuk sekolah, Papah nggak pernah ada waktu!"

"Ara, masuk kamar!" seru Mamahnya yang baru saja sampai diambang pintu. Membuat suaminya yang hendak melakukan sesuatu, langsung melirik tajam kearah sang isteri.

Ara tak bergeming. Ia masih setia memejamkan matanya, tanpa ada niatan untuk membukanya. Namun dalam hatinya, ia sedikit bersorak kesal. Sampai kapan Mamahnya itu selalu mengganggu niat Papahnya? Ia ingin sekali membuat Papahnya berubah.

"Ara! Jangan membantah Mamah?!" kali ini bentakan Mamah yang keluar dari mulutnya.

Ara langsung membuka matanya mendengar itu, kemudian melirik kearah duanya. Tak ada tatapan bersahabat, tapi hanya satu yang Ara inginkan. Cepat-cepatlah mereka pergi dari hadapannya, Ara sudah muak. Bukannya mencari tahu, yang Papahnya lakukan cuma bisa marah dan marah saja.

"Kenapa?" hanya itu yang keluar dari mulut Ara dengan tubuh yang masih terbaring penuh.

"Dasar anak nggak tahu diuntung! Nggak cukup selama ini kamu jadi berandalan!" bentak Papahnya yang sudah maju mendekati Ara yang langsung bangkit dari rebahannya. Seolah ia menantang kembali rasa emosi yang Papahnya miliki.

"Iya, Ara nggak pernah diuntung untuk hal ini! Kenapa? Papah tahu nggak apa yang dilakuin Ara sampai larut malam begini hah?" Ara menjeda kalimatnya, "Satu hal yang harus Papah tahu, bukan berarti Ara berandalan. Ara masih tahu batasan dan tahu cara menjaga diri."

Papahnya sudah mengangkat tangannya bersiap untuk menampar. Refleks, Ara langsung menutup matanya dengan sedikit getaran aneh dalam hatinya.

Rasanya begitu sakit, ketika Papahnya untuk pertama kali ini hendak melakukan sesuatu di luar dugaannya. Tak ada pergerakan sama sekali, sehingga Ara perlahan-lahan mulai membuka matanya kembali.

"Sebenarnya Ara anak kandung kalian apa bukan sih?" tanya Ara yang nampak frustasi setelahnya. Ia memungut tas nya, kemudian berlari penuh menuju kamarnya. Tak mau lagi melihat wajah kedua orang tuanya yang sudah kelewat batas. Padahal, Ara sendiri ada alasan sendiri kenapa ia bisa pulang selarut ini.

Disisi itu, Aksen nampak kaget dengan perlakuan yang Papah Ara lakukan seperti itu. Rasa bersalahnya naik ke permukaan, ketika ia menjadi salah satu alasan keterlambatan Ara pulang selarut ini. Ya, jika bukan karena Ara, tak mungkin ia sudah sampai ke rumah sekarang.

Aksen menggerutu. Seharusnya ia lebih bisa memaksa Ara sebelumnya. Jadi ada alasan, jika Ara terlambat pulang itu karena dirinya. Ia masuk kedalam kamarnya, kemudian mematikan lampu yang saklarnya berada didekat pintu.

Seperti sudah hafal dengan tata letak kamarnya, dengan sekali loncat, ia langsung terbaring nyaman di atas kasurnya. Pikirannya kembali menerawang kearah gadis yang menjadi tetangga itu entah sedari kapan.

Perlahan, senyumnya mulai terbit karena gadis itu. Dari cara bicara, jahil, hingga membuahkan rasa penasaran dengan luka memar yang sering di dapat oleh Ara. Sejenak Aksen membatin. Sebenarnya Ara itu cewek apa cowok?

Ia menggeleng lemah. Merasa lucu dengan batinnya sekarang ini. Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja gadis tetangga itu berjenis kelamin perempuan. Hanya saja, kelakuannya yang mirip laki-laki. Namun siapa saja yang melihat Ara dari kaumnya sendiri, pasti akan kagum menatapnya.

Klekk...

Lampu kamarnya dinyalakan oleh seseorang. Senyumnya pun langsung pudar kala itu. Tak mengapa, ia lebih suka menampilkan wajahnya yang datar di depan orang lain. Termasuk seseorang yang berada dihadapannya.

"Cieee, Adik gue lagi jatuh cinta nih."

Aksen memutar bola matanya malas. Disaat-saat seperti ini, haruskah ada orang semacam gorila yang mengganggunya? Harusnya tadi ia mengunci kamarnya, jadi tidak ada yang menganggu aktivitasnya itu.

"Ngarang, kata siapa." Aksen mendudukkan dirinya, mensejajarkan tubuhnya dengan Kakak laki-lakinya dihadapannya.

"Lo kalau jatuh cinta, tinggal ngomong aja kali. Lo itu udah jomblo dari lahir, sekali-kali kek cari pasangan buat dijadiin pendamping hidup."

"Masih muda. Ngembangin karir dan sukses fulu." Aksen hanya menjawab seperlunya.

Kakak laki-lakinya tertawa renyah. Jawaban klasik yang sering di dengar olehnya. Untung saja dia menyayangi Adik-adiknya, begitupun dengan anaknya yang masih berusia 2 tahun lebih.

"Galaksi mana?" tanya Aksen kemudian.

Pletakk...

Jitakan keras mendarat didahi Aksen dengan sempurna. Sang tersangka pun hanya tersenyum mengejek sesekali tertawa.

"Lo emang nggak pernah waras." keluh Aksen yang kemudian membaringkan tubuhnya.

"Lagian sih lo, nanyanya nggak nyambung banget. Jelas lah, anak gue udah tidur. Lah lo, kapan punya anak?"

Sindiran pedas. Aksen langsung merubah raut wajahnya lebih datar, namun terkesan emosi.

"Bang, bunuh orang dosa nggak ya?" tanya Aksen sembari mengepalkan kedua tangannya.

"Dosa lah, apalagi orang yang mau dibunuh gantengnya kayak gue!"

Dalam sekejap Kakak laki-lakinya langsung berlari entah kemana. Aksen yang emosinya sudah naik keubun-ubun, bersiap untuk mengeluarkannya secara spontan.

"Bang Devon! Gue doain lo cepet mati. Secepatnya kalau bisa!"

*****

1131 Kata.

Terpopuler

Comments

Atinn

Atinn

dari sekian novel yg gw baca, cuma ini yang bikin bengek, penasaran, dan seru


semangat Thor

2021-10-12

2

Moelyanach

Moelyanach

suka

2021-09-02

1

Bunga_Tidurku

Bunga_Tidurku

kayaknya mulai ada rasa, lanjottt

2021-08-09

0

lihat semua
Episodes
1 SATU
2 DUA
3 TIGA
4 EMPAT
5 LIMA
6 ENAM
7 TUJUH
8 DELAPAN
9 SEMBILAN
10 SEPULUH
11 SEBELAS
12 DUA BELAS
13 TIGA BELAS
14 EMPAT BELAS
15 LIMA BELAS
16 ENAM BELAS
17 TUJUH BELAS
18 DELAPAN BELAS
19 SEMBILAN BELAS
20 DUA PULUH
21 DUA PULUH SATU
22 DUA PULUH DUA
23 DUA PULUH TIGA
24 DUA PULUH EMPAT
25 DUA PULUH LIMA
26 DUA PULUH ENAM
27 DUA PULUH TUJUH
28 DUA PULUH DELAPAN
29 DUA PULUH SEMBILAN
30 TIGA PULUH
31 TIGA PULUH SATU
32 TIGA PULUH DUA
33 TIGA PULUH TIGA
34 TIGA PULUH EMPAT
35 TIGA PULUH LIMA
36 TIGA PULUH ENAM
37 TIGA PULUH TUJUH
38 TIGA PULUH DELAPAN
39 TIGA PULUH SEMBILAN
40 EMPAT PULUH
41 EMPAT PULUH SATU
42 EMPAT PULUH DUA
43 EMPAT PULUH TIGA
44 EMPAT PULUH EMPAT
45 EMPAT PULUH LIMA
46 EMPAT PULUH ENAM
47 EMPAT PULUH TUJUH
48 EMPAT PULUH DELAPAN
49 EMPAT PULUH SEMBILAN
50 LIMA PULUH
51 LIMA PULUH SATU
52 LIMA PULUH DUA
53 LIMA PULUH TIGA
54 LIMA PULUH EMPAT
55 LIMA PULUH LIMA
56 LIMA PULUH ENAM
57 LIMA PULUH TUJUH
58 LIMA PULUH DELAPAN
59 LIMA PULUH SEMBILAN
60 ENAM PULUH
61 ENAM PULUH SATU
62 ENAM PULUH DUA
63 ENAM PULUH TIGA
64 ENAM PULUH EMPAT
65 ENAM PULUH LIMA
66 ENAM PULUH ENAM
67 ENAM PULUH TUJUH
68 ENAM PULUH DELAPAN
69 ENAM PULUH SEMBILAN
70 TUJUH PULUH
71 TUJUH PULUH SATU
72 TUJUH PULUH DUA
73 TUJUH PULUH TIGA
74 END
75 EXTRA PART 1
76 EXTRA PART 2
77 EXTRA PART 3
78 EXTRA PART 4
79 EXTRA PART 5
80 EXTRA PART 6
81 EXTRA PART 7
82 EXTRA PART 8
83 EXTRA PART 9
84 HAPPY ENDING
Episodes

Updated 84 Episodes

1
SATU
2
DUA
3
TIGA
4
EMPAT
5
LIMA
6
ENAM
7
TUJUH
8
DELAPAN
9
SEMBILAN
10
SEPULUH
11
SEBELAS
12
DUA BELAS
13
TIGA BELAS
14
EMPAT BELAS
15
LIMA BELAS
16
ENAM BELAS
17
TUJUH BELAS
18
DELAPAN BELAS
19
SEMBILAN BELAS
20
DUA PULUH
21
DUA PULUH SATU
22
DUA PULUH DUA
23
DUA PULUH TIGA
24
DUA PULUH EMPAT
25
DUA PULUH LIMA
26
DUA PULUH ENAM
27
DUA PULUH TUJUH
28
DUA PULUH DELAPAN
29
DUA PULUH SEMBILAN
30
TIGA PULUH
31
TIGA PULUH SATU
32
TIGA PULUH DUA
33
TIGA PULUH TIGA
34
TIGA PULUH EMPAT
35
TIGA PULUH LIMA
36
TIGA PULUH ENAM
37
TIGA PULUH TUJUH
38
TIGA PULUH DELAPAN
39
TIGA PULUH SEMBILAN
40
EMPAT PULUH
41
EMPAT PULUH SATU
42
EMPAT PULUH DUA
43
EMPAT PULUH TIGA
44
EMPAT PULUH EMPAT
45
EMPAT PULUH LIMA
46
EMPAT PULUH ENAM
47
EMPAT PULUH TUJUH
48
EMPAT PULUH DELAPAN
49
EMPAT PULUH SEMBILAN
50
LIMA PULUH
51
LIMA PULUH SATU
52
LIMA PULUH DUA
53
LIMA PULUH TIGA
54
LIMA PULUH EMPAT
55
LIMA PULUH LIMA
56
LIMA PULUH ENAM
57
LIMA PULUH TUJUH
58
LIMA PULUH DELAPAN
59
LIMA PULUH SEMBILAN
60
ENAM PULUH
61
ENAM PULUH SATU
62
ENAM PULUH DUA
63
ENAM PULUH TIGA
64
ENAM PULUH EMPAT
65
ENAM PULUH LIMA
66
ENAM PULUH ENAM
67
ENAM PULUH TUJUH
68
ENAM PULUH DELAPAN
69
ENAM PULUH SEMBILAN
70
TUJUH PULUH
71
TUJUH PULUH SATU
72
TUJUH PULUH DUA
73
TUJUH PULUH TIGA
74
END
75
EXTRA PART 1
76
EXTRA PART 2
77
EXTRA PART 3
78
EXTRA PART 4
79
EXTRA PART 5
80
EXTRA PART 6
81
EXTRA PART 7
82
EXTRA PART 8
83
EXTRA PART 9
84
HAPPY ENDING

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!