Ara itu jagoan. Ara itu tomboy. Ara itu pahlawan kesiangan. Tetapi pada intinya, Ara itu mantan preman!
Ara menggelengkan kepalanya secara tak sadar. Sedikit tersenyum kecil, namun ngeri saja jika ia benar-benar dikatakan mantan preman oleh Adiknya, Reval. Sedikit menggurutu juga, karena Reval tak tanggung-tanggung mengatainya dengan kata-kata jelek di buku diary nya.
Tempat dimana ia duduk sekarang, sudah sangat sepi karena ditinggal pergi oleh sang pemilik. Iseng-iseng saja Ara masuk ke dalam kamar, kemudian mengacak-acak privasi pemiliknya. Hingga akhirnya ia menemukan buku biru tebal dengan tulisan notes book.
Sepertinya sudah lama sekali Adiknya memiliki buku harian ini. Buktinya saja, sudah benyak coretan pena di sana. Sedikit tersenyum, Ara sedikit bangga dengan Adiknya yang mampu merangkai sebuah kata dengan sempurna. Memang cowok idaman baginya!
"Ara, cepetan sekolah. Nanti telat!"
Ara menepuk jidatnya lupa. Karena terlalu asyik membuka privasi orang, ia jadi melupakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Ara meletakkan kembali buku diary adiknya. Lalu keluar dari kamar itu dengan langkah riang.
Ara sendiri hanya mengambil beberapa buku yang masih kosong di atas meja. Meskipun sudah lama ia sekolah di tempat barunya, ia tak pernah menulis jika sama sekali tak memiliki niat untuk melakukannya. Gadis pandai, namun malas untuk melakukan sesuatu. Lebih suka bolos, ketimbang mengikuti pelajaran yang menurutnya langsung membuat ngantuk dalam sekejap.
Meskipun begitu, Ara tak pernah melakukan apapun yang bisa melanggar peraturan sekolah selain bolos saja. Tak pernah mendekati pergaulan bebas, ataupun hal-hal yang keluar dari jalur agama. Meskipun bad, Ara masih memiliki prinsip. Begitulah Ara yang baik hati, namun kebaikannya tak pernah dianggap.
Ara menuruni tangga. Menggendong tasnya dan berjalan cepat menuju ke depan. Setelah menatap jam dinding yang bertengger di tembok kamarnya, entah mengapa Ara dirundung rasa cemas. Takut saja, ia dihukum untuk pertama kali karena terlambat sekolah.
"Makan dulu sayang." teriak Mamahnya dari arah dapur.
Ara mendengus. Tak ada waktu jika ia harus sarapan pagi dirumah. Apalagi ia tidak diantar jemput lagi oleh sopir pribadinya sebagai hukuman dari Papahnya kemarin sore. Tentu saja ia harus memantapkan hati untuk berusaha agar tetap tabah.
"Ara sudah terlambat Mah. Pergi dulu ya. Bye Mamah!" teriak Ara dengan kencang.
"Ara, makan dulu!"
Terlambat. Ara sudah berlari menuju luar rumah, kemudian membuka gerbang dalam satu tarikan. Ia berlari menuju halte, berharap masih ada bus yang terparkir di sana.
Rapalan doa disetiap bulir keringat yang mulai terjatuh dari wajah naturalnya, membuat Ara langsung tergoyah dari konsentrasi, lalu menatap jam tangan yang terpasang di lengan kiri.
Sudah terlambat bagi Ara, terlebih jauh di halte bus sana, sudah tak ada lagi bus yang melintas. Ara menjatuhkan bokongnya di samping trotoar, kemudian meluruskan kakinya agar tidak pegal.
"Ngapain di sini?"
Sebuah mobil sport berhenti tepat di depan tempatnya. Ara yang dari awal menunduk, kini mulai menengadah ke atas. Ingin tahu orang yang bertanya kepadanya lebih jelas.
'Tetangganya' pikir Ara dalam hati. Ara melirik ke sana kemari, lalu menatap Aksen dengan tatapan sedikit bertanya. Dalam sekejap Ara tersenyum, kemudian masuk ke dalam mobil itu tanpa menunggu izin dari sang pemilik.
"Kebetulan. Ayo jalan!" Ara memerintah. Tentu saja Aksen mendengus kasar. Pilihannya salah kali ini, ketika ia memilih untuk berhenti dan menanyai gadis yang menjadi tetangga dihadapannya.
"Kantor." jawab Aksen sekenanya.
Ara menggaruk-garuk kepalanya. "Kantor? Ngapain!"
"Kerja."
Ara mengangguk paham. "Oke, gue ikut!"
Aksen membanting stir. Rasanya ingin melempar gadis itu begitu saja dari mobilnya, kemudian ia akan hidup dengan tenang. Selalu saja gadis itu melakukan masalah terhadapnya. Dan kali ini gadis itu bermasalah lagi dengan dirinya, ya gadis itu telah membuat jantung Aksen berdetak dua kali lipat lebih kencang dari biasanya.
______
Aksen mendengus pasrah. Dilihatnya seorang gadis yang bernama Ara itu tengah memainkan ponsel dengan memiringkannya. Sangat lincah ia mengetuk-ngetuk layar ponsel, bahkan menekan-nekannya begitu keras layaknya sebuah obsesi.
Gemas, ingin sekali Aksen merebut ponsel gadis itu kemudian mencubit pipi yang menggoda iman baginya. Upsss, presetan dengan harga diri. Sepertinya Aksen tak butuh lagi dengan harga diri, lalu apakah ia menyukai gadis itu? Aksen menggeleng, itu pasti hanya perasaan yang bersifat sementara saja. Pasti sebentar lagi rasa itu akan hilang, tergantikan dengan rasa yang biasa terhadap seorang wanita.
Kringg... Kringg...
Dering telepon kantornya berbunyi nyaring. Buyar sudah semua konsentrasinya, dan itu akibat dari gadis yang sedang duduk di sofa depan sana.
Aksen mendengus, ia mengangkat telepon kantor itu disamping telinganya. Setelah terhubung, ia mengucapkan sesuatu.
"Hallo? Ada yang bisa saya bantu?" Aksen mengawali pembicaraan.
"Maaf Tuan, ada pimpinan dari BGS Corp yang ingin bertemu dengan Tuan."
Aksen mendengus. Untuk apa orang itu mengunjunginya kembali. Tak rela sekali jika ia bertemu dengan orang yang telah kenal begitu lama dengannya itu.
"Baik. Siapkan ruangan khusus untuk kita berdua. Saya tidak mau diganggu setelahnya."
Aksen menutup teleponnya, lalu menerawang jauh ke depan sana. Terakhir kali ia bertemu dengan orang itu, ia sedikit mengalami stress. Semoga saja, ia tak melakukan apa-apa lagi setelah ini.
"Kenapa?" seseorang bertanya kepadanya. Aksen lupa, bahwa ia tak sedang sendiri sekarang. Mau tak mau ia menetralkan mimik wajahnya, kemudian menatap Ara seperti tak terjadi apa-apa.
"Lo tunggu di sini, gue ada urusan sebentar." hanya itu pesan yang Aksen utarakan, kemudian meninggalkan Ara yang sudah kembali fokus dengan ponselnya.
Tak berangsur lama, Ara meletakkan ponselnya kemudian berdiri. Ia meneliti seluruh ruangan yang tengah disinggahinya, dan akhirnya mengembangkan senyum. Interior ruangan yang membuat siapa saja pasti kagum berada diruangan ini, termasuk Ara sendiri.
Ara berkeliling, mengitari ruangan itu. Hingga matanya terkunci pada sebuah bingkai foto di atas meja kerja Aksen. Ara mendekat. Mengambil bingkai foto itu, kemudian mengusapnya perlahan.
"Cantik? Apakah dia kekasihnya?" Ara meneliti wajah wanita yang sepertinya sangat berwibawa. Memakai jas dokter, kemudian tersenyum ke arah kamera.
Ara iri. Rasanya ia juga ingin menjadi seorang dokter seperti wanita yang berada di foto. Cita-citanya sedari kecil, namun Ara berteguh prinsip ingin menjadi seorang tentara seperti Kakeknya sekarang. Entahlah? Ara masih berada diantara dua pilihan itu, tapi bisa saja di masa depan nanti Ara melenceng dari cita-citanya.
Ara tertegun. Rasanya wanita ini mirip dengan Aksen? Apakah kembaran Aksen? Tapi kenapa Ara tak pernah melihatnya.
Ara menatap layar laptop yang masih menyala. Terpampang sebuah nama lengkap, yang membuat Ara mengangguk jelas.
"Jadi namanya Aksenio Alvan Gideon. Kok gue baru tahu ya?" gumam Ara sembari menggaruk-garukkan kepalanya yang tak gatal.
Ara memilih untuk kembali ke sofa, kemudian memainkan ponselnya lagi. Ia tak ingin kepergok karena merasa ingin tahu tentang segalanya. Menunggu Aksen datang, sepertinya akan membuang banyak waktu. Untung saja wi-fi diruangan ini berjalan lancar. Jadi Ara bisa bertahan hidup di sana untuk beberapa waktu lamanya.
Pada intinya, hidup wi-fi gratisan!
*****
1083 Kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Moelyanach
like
2021-09-02
0
nickname
emmm...
sebenarnya cerita ny menarik dan bagus, alur nya lumayan lah,, tp narasi ny belibet, yg td ny pembaca bs ikutin alur ny dan bs masuk kedlm cerita ny jd ga bs, dan jd ga ada fill ny.. krn narasi ny muter2, pengungkapan suasana dan emosi atau perasaan nya agak ribet bagi org2 yg awam, termasuk aku org awam.
hihihi, ini menurut aku aj ya kak author..
maaf cm kritik aja..
ttp semangat..
2021-08-09
3
Bunga_Tidurku
udeh jadi tentara juga dokter juga iya aja lahhh kayak di dots 🤣🤣🤣
2021-08-09
0