Hidup tanpa membolos itu, rasanya hambar. Ditambah dengan dia yang tidak bisa tidur ataupun datang terlambat ke sekolah seperti dulu-duku, tentu saja tak ada unfaedahnya ia berada di dalam kelas. Baginya sama saja, ia pasti akan tertidur juga.
Ara memejamkan mata beberapa kali, dan membuka matanya secara perlahan. Menyesuaikan retina dengan mentari disiang hari, rasanya berat sekali ketika habis bangun tidur. Terlebih lagi, ia berada dilingkungan terbuka dan tepat dibawah teriknya langsung. Tentu saja tidurnya terusik, apalagi ada sensasi panas yang sedikit demi sedikit menyengat tubuhnya.
Atap sekolah lah yang menjadi tujuannya dari pagi hingga saat ini. Mungkin siapa saja yang berniat membolos dan datang ke tempat ini, akan menyaksikan tidurnya yang terlihat nyaman-nyaman saja. Urat malu Ara sekan sudah putus begitu saja, sehingga rasanya masih damai-damai saja walau menjadi tontonan sekalipun.
Ara meregangkan ototnya yang terasa kaku, karena cara tidurnya yang asal tempat. Rasanya sakit sekali ketika ia menggerakkan tubuhnya seperti sedang berolahraga. Tepat saja setelah terdengar bunyi 'krek' ditengah-tengah aktivitas yang ia lakukan. Untung saja tak ada manusia disana selain dirinya.
"Nyaman tidurnya, serasa kayak di syurga ya. Gue jadi iri, pas lo dengan mudahnya tiduran di sini. Sedangkan kena hukum, karena dateng terlambat dan niat bolos." ucap seorang cowok yang membuat Ara langsung memutar tubuhnya 360 derajat.
Mungkin jika Ara bukan manusia bar-bar dan perempuan tulen, wajahnya akan memerah karena malu. Tapi ini?
"Kenapa? Ada masalah!" sungut Ara yang sepertinya tak merasa takut.
Ia menelisik penampilan cowok dihadapannya. Agak berantakan seperti dirinya. Bedanya, mungkin pada seragam yang terlihat rapi meskipun hanya setengah yang dimasukkan. Sedangkan dirinya? Terlalu kusut, dengan rambutnya yang sudah semacam singa. Kaos kakinya pun warna-warni dan panjang sebelah. Jika Ara menjadi perempuan yang ala kadarnya, mungkin sudah menangis karena malu.
Ara tersenyum miring, mungkin persamaan dirinya dengan cowok dihadapannya ini tak lain adalah sama-sama bad. Meskipun tampilannya tak mengenakkan, setidaknya kenakalannya masih berada dibawah batas wajar. Entahlah dengan cowok yang berada dihadapannya.
"Lo cewek, tapi mentalnya udah kayak preman. Beda kayak cewek lain yang selalu berlutut dikaki gue, kemudian memuja-muja gue." cowok itu sepertinya memiliki percaya diri yang berlebih. Sama seperti si Nadia cupu, percaya dirinya terlalu akut.
Ara melipat tangannya sesekali tersenyum remeh. Apa yang harus dipuja dari cowok dihadapannya ini? Tak mungkin juga kan, ia langsung berlutut seakan-akan dirinya adalah budak cinta. Ara tak suka ketika dirinya diremehkan!
"Apa yang harus gue puja dari diri lo. Kaya, tampan, atau karena lo di sini penguasa. Sayangnya gue nggak takut tuh! Kita sama-sama makan nasi kan? Jangan remehin gue kalau lo nggak mau diremehin orang lain. Itu prinsip gue dari dulu!"
Cowok dihadapannya tersenyum. Lalu mengulurkan tangannya seperti hendak berkenalan.
"Gue Dito Alfares. Anak pemilik yayasan. Meskipun begitu, gue tetep ngikutin aturan sekolah kok, termasuk kena hukum kayak tadi. Dan kayaknya, gue belum pernah ketemu sama lo sebelumnya, atau karena gue yang terlalu lama cuti dari sekolah."
Ara membalas uluran tangan Dito. Tak terlalu buruk untuk berkenalan. Sepertinya, Dito termasuk orang yang menyenangkan untuk diajak ngobrol.
"Gue Kinara Casilda Freissy, cukup aja lo panggil dengan Ara. Gue nggak suka ribet, jadi ya gini lah keadaan gue. Suka bolos, ketimbang banyak mikir dikelas. Gue anak baru, jadi lo ngerasa asing dengan muka gue." ucap Ara tanpa rasa khawatir.
Sedangkan Dito langsung kagum. Cewek seperti ini langka di dunia, dan jarang sekali Dito menemukan cewek-cewek seperti ini. Terkadang, ketika ada seorang cewek yang menerima uluran tangannya. Pasti tak luput dari getaran-getaran tubuh yang terlihat jelas dari matanya. Tetapi ini? Takut saja tidak, apalagi mengakrabkan diri dengan dirinya.
Dito hendak membalas lagi, namun ucapannya diinterupsi oleh orang-orang yang memang datang bersamanya tadi.
"Cieee.. Pak Bos udah berani ya berduaan sama cewek, bening lagi. Nggak bagi-bagi nih sama kita!" ucap kedua orang dengan kompak.
Dito tersenyum kikuk. Sedikit menggaruk-nggaruk rambutnya yang tidak gatal, kemudian menyumpah serapahi para sahabatnya yang datang pada waktu yang tidak pas seperti sekarang ini. Sedangkan Ara menatap horor beberapa orang itu, sepertinya sama sekali tak asing wajah-wajah mereka.
"Tunggu-tunggu, kok gue kayak kenal lo udah lama ya." cowok yang diyakini adalah sahabat Dito itu sedikit menopangkan dagu. Tak asing lagi wajah Ara di mata mereka.
"Bener, kok gue kayak kenal lama sama lo." sahut salah satunya lagi sembari berpikir keras.
Dito hanya sedikit bergumam. Rasa-rasanya tak mungkin sekali para sahabatnya itu kenal dengan Ara. Apalagi Ara adalah anak baru dan termasuk langka disekolah ini. Ia tak akan rela, jika sahabat-sahabatnya itu ternyata mengenalnya lebih dulu dibandingkan dirinya
"Lo Kinara kan? Anaknya Kakek Rahmat. Yang sering kita panggil bocah tengik. Yang selalu dihukum sama Pak Bim karena nempelin permet karet diatas kursi guru." ucap cowok itu dengan mata berseri-seri. Sangat senang, karena ia masih ingat dengan Ara dan tampangnya yang tak pernah berubah.
"Yang selalu disuruh lari keliling kompleks karena habis kena skorsing. Good, lo emang yang paling terbaik kalau disuruh mikir cepet El."
"Emang lo Do, yang loadingnya lamban alias lola kayak siput." ejek El yang sepertinya punya dendam terselubung dengan Dodo. Cowok bertubuh gumpal, akibat kebanyakan lemak dalam tubunya.
Ara meniup-niup poninya merasa bosan. Baru saja ia tak mengenali kedua orang yang baru saja datang, jika tidak ada yang menyebutnya sebagai bocah tengik lagi. Sedangkan Dito memilih untuk merapatkan mulutnya merasa terasingkan.
"Kalian nggak usah nyebut-nyebut gue lagi sebagai bocah tengik, kalian juga sama kayak gue. Sama-sama bocah tengik! Lagian itu jaman bocah, nggak usah diungkit-ungkit lagi." balas Ara sedikit menahan rasa kesalnya. Apalagi belum lama ini, ia baru saja bangun tidur. Tentu saja ia masih mengumpulkan nyawanya disaat ia berdiri saat ini.
El maupun Dodo sama-sama bersiap untuk memeluk Ara, seperti akan meluapkan rindu. Tentu saja Dito yang paham dengan situasi seperti itu, langsung menghalangi. Keduanya langsung tersenyum kecut dengan apa yang sudah dilakukan Dito.
"Pak Bos mah ganggu aja." protes Dodo yang langsung diangguki oleh El.
"Bukan mukhrim." jawab Dito sambil terkekeh pelan.
Ara menengadah keatas, lalu melirik sekilas kearah jam tangannya. Lima menit lagi bel istirahat akan dibunyikan, dan ia harus cepat-cepat pergi ke kelas untuk mengambil uang saku. Tapi Nadia? Keberadaannya pasti akan sanantiasa untuk mengikutinya kemana-mana nanti.
Ara menundukkan kepala. Rasa laparnya sudah sangat terasa, apalagi ia tak sempat untuk sarapan pagi.
"Jadi pengin kumpul-kumpul lagi ya. Astaga, gue seneng banget ketemu sama lo Ra!" seru Dodo penuh antusias.
Dihiraukan oleh Ara, yang lebih dipentingkan sekarang adalah perutnya. Mau tak mau ia harus kembali ke kelas, siapa tahu Mamahnya telah menyelipkan sedikit bekal di dalam tasnya.
"Gue balik kekelas dulu ya, udah mau bel nih. Kapan-kapan kita kumpul-kumpul lagi kok kayak dulu, gue pamit ya." tanpa menunggu jawaban, Ara sudah berlari menuruni anak tangga yang akan membawanya ke lantai bawah.
Sedangkan El dan Dodo hanya saling pandang. Sepertinya Ara sudah sedikit berubah dari yang dulu mereka kenal.
"Guys cabut, anak sebelah ada yang mau ngajak tanding sama kita." ucap Dito sembari memberi aba-aba untuk mengikutinya.
Sedangkan El dan Dodo langsung memberi anggukan, dan menuruti ucapan Dito yang kemudian berjalan mengikuti dari belakang.
*****
1175 Kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Bunga_Tidurku
wah ara jdnya sm si om aksen apa dito nih, kayaknya sengit
2021-08-09
2
Alea Wahyudi
bang Dito bener tu sama cw jangan main peluk2 aja dasar laler main nemplok ajha
2021-07-23
1
권 옥타비안🌼🌼
terkikik geli dg bukan muhrim
2020-10-15
10