Seorang pria paruh baya itu sudah mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, giginya sudah bergemulutuk tak karuan. Sedangkan seseorang yang bisa dikatakan sebagai wanitanya itu, terus saja menepuk jidatnya secara kasar. Ada-ada saja anak sulungnya ini!
Disisi lain, sang pelaku yang berada dihadapan mereka, hanya menampilkan deretan giginya sesekali menggaruk-garuk kepalanya. Tak ada raut bersalah sedikitpun dengan apa yang dilakukan oleh dirinya sekarang ini.
"Lo mau dinner, apa mau ngajak tempur?"
Sang pelaku yang tak lain adalah Ara sendiri itu, lagi-lagi hanya menampilkan seluruh deretan giginya yang rapi, kemudian menggeleng cepat. Adiknya itu memang selalu perhatian terhadapnya. Buktinya saja penampilannya itu dikritik langsung oleh Reval. Ara tentu saja tak keberatan, ia hanya menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat geram terhadapnya. Apa pedulinya? Ia sedang bertingkah layaknya anak polos yang tak mengerti apa-apa.
"Kayak orang gila aja lo, untung gigi lo sama sekali nggak karatan!" cibir Reval yang nampak frustasi. Penampilannya saja diatur oleh Mamahnya sedemikian rupa. Lalu Ara? Tentu saja Reval tak terima begitu saja.
Ara menggeleng, deretan giginya masih terpampang jelas seperti tak berniat untuk menutupnya. Ia menatap Mamahnya, namun dalam sekejap ia mengunci mulutnya rapat-rapat. Takkan mungkin ia berani disaat melihat pelototan Mamahnya yang seperkian detik, malah kian membesar. Menimbulkan Ara yang nampak polos itu, langsung meneguk ludahnya secara kasar.
Papahnya di sini, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja merasa pasrah. Sedikit melirik kearah jam yang melekat pada dinding, ia sudah sangat terlambat hari ini. Dari pada ia dibuat pusing oleh gadis semata wayangnya, lebih baik ia berangkat secepatnya.
"Sudah... Sudah... Kita jalan sekarang saja. Ara, Reval... Jangan berbuat seenaknya di sana! Jadi anak baik, dan turuti ucapan Papah Mamah nanti."
Mau tak mau keduanya mengangguk setuju. Papahnya menggandeng Mamahnya lebih dulu, dan pergi mendahului mereka yang masih terdiam ditempat. Kedua Kakak-beradik itu saling adu pandang tak ingin kalah ataupun mengalah.
"Udah kayak Tentara aja lo!"
Ara tersenyum miring. "Kan gue calon."
Reval mendengus. "Lo malu-maluin gue aja."
Ara tentu saja tak terima. Ia menatap Reval dari atas sampai bawah. Kemudian sedikit mengerling jahil.
"Lo kali yang malu-maluin gue. Kayaknya muka lo udah nggak perawan lagi. Emang ya, lo udah pas jadi Om-om kantoran! The best lah." cibir Ara, yang kemudian berlari meninggalkan Reval yang mematung diam.
Reval mencerna seluruh ucapan Kakaknya. Memang beberapa hari ini otaknya sedikit konslet, jadi butuh waktu lama untuk beroikir jernih. Namun setelah ia paham dengan ucapan Ara sebelumnya itu, ia berteriak keras. Ia tak terima jika dkatai seperti itu oleh Ara.
"Nggak ada muka cowok dikatain perawan! Gue masih waras!" teriak Reval kasar.
Nihil, tak ada balasan. Reval mengusap-usap wajahnya kasar. Kemudian pergi meninggalkan rumahnya yang sudah sangat sepi. Terlebih lagi, Asisten Rumah Tangga di sana sudah kembali kerumahnya masing-masing.
'Awas aja lo!' tekad Reval dalam hati.
Reval berlari mengejar Ara kemudian mensejajarkannya. Reval jelas tidak ingin kalah, sekali-kali ia harus menang adu mulut dengan Ara.
"Dasar perempuan bar-bar."
"Mending gue bar-bar, ketimbang lo yang mukanya kelihatan pengin kawin!"
"Dasar kutil badak!"
"Buaya darat!"
"Kutil singa!"
"Anjing darat!"
"Kutil ayam!"
"Sudah... Sudah... Jangan bertengkar!" seru Mamahnya yang sudah jengah diselingi dengan pelototan tajam andalannua, membuat keduanya langsung dibuat kicep begitu saja.
Jika Ara dan Reval adalah rival abadi. Maka ada saatnya mereka bersatu, kemudian saling mendukung dan bekerja sama. Keakraban mereka sebatas hanya ingin mendapat sesuatu. Itu saja, tak lebih dari itu!
Sekarang, Ara dan Reval sama-sama beradu pandang, dan memalingkan muka setelahnya. Terkadang juga adu fisik dengan tangan yang sudah melayang udara, namun dihempaskan begitu saja tatkala melihat Mamahnya lagi-lagi menatap tajam mereka.
Lalu setelah begitu lamanya mereka duduk berdampingan dikursi samping kemudi. Mereka langsung menghembuskan napas lega. Saling beradu tatap, kemudian turun dari mobil dengan tatapan mata yang tak bisa terlepas satu sama lain.
"Ara, Reval... di sana kalian banyak ulah dulu. Jaga image kalian sedemikian rupa." nasihat Papahnya yang kemudian berjalan terlebih dahulu.
Reval hanya menganggukkan kepalanya. Namun tidak bagi Ara! Ara nampaknya tak begitu dengar dengan perintah Papahnya. Ia berjalan mendahului Adiknya, sedangkan Reval hanya berdesis pelan.
"Udah gue tungguin juga!" seru Reval yang kemudian mengejar langkah Ara yang semakin menjauh.
"Lo lelet, kayak siput." jawab Ara santai.
"Lo?" Reval sudah hilang kesabaran. "Lebih lelet dari gue!"
Ara mengabaikan. Ia berjalan lebih dulu mengikuti jejak orang tuanya yang sudah hilang dari pandangannya. Ia mengedarkan pandangannya kesekeliling, lalu menemukan dua sosok yang baru saja mau ia cari.
"Pah... Mah..." panggil Ara, kemudian berlari.
"Kinara!" ia menghentikan larinya, ketika ada seseorang yang muncul dari balik sosok Papah dan Mamahnya. Ia sedikit menggurutu, bahkan tak jadi untuk menghampiri Papah dan Mamahnya.
Reval sendiri, sudah mensejajarkan diri dengan Ara di samping. Sedikit menganga, kemudian menatap Kakaknya setengah bingung.
"Dia temen lo?" tanya Reval yang tadi juga mendengar panggilan seseorang, tepat di hadapan orang tuanya yang sedang berbincang-bincang. Sepertinya itu sahabat Papahnya, dan orang yang baru saja memanggil Kakaknya itu, seperrinya adalah anak dari Papah sahabatnya.
"Nggak! Gue nggak ada temen yang modelnya kayak dia." Ara mengelak. Menolak tuduhan Adiknya yang dituding kepadanya itu.
Reval menahan tawa. Merasa dibenarkan dengan pernyatan yang baru saja keluar dari mulut Kakaknya. Ya, mana mungkin Kakak bar-barnya itu, mau berteman dengan cewek feminim seperti itu.
"Jodoh lo! Gue yakin lo mau dijodohin sama dia. Lihat aja perbincangan serius mereka."
pernyataan Ara barusan, membuat Reval langsung melongo tak percaya. Reval menatap cewek itu dalam-dalam, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Dari dress, bando, kacamata, ataupun assesoris yang dikenakan oleh cewek itu adalah berjenis warna pink tanpa campuran warna lain di sana. Apa ucapan Ara memang benar tadi? Reval sama sekali tak kepikiran sampai situ.
"Lo nggak bercanda kan?" sepertinya Reval benar-benar percaya. Ara tersenyum miring.
"Dia calon adik ipar gue? Lo nggak percaya!"
Reval menggeleng lemah. Dia sudah lemas lunglai menerima kenyataan itu. Namun mendengar Ara yang meledakkan tawa, membuat Reval langsung mengernyitkan dahi. Apa ia sedang dibodohi oleh Kakaknya?
"Lo bohongin gue?" Reval menatap Ara tidak suka.
"Lagian sih lo, udah..."
Ucapan Ara berhenti, ketika ada seseorang yang menginterupsinya. Tentu saja Ara mendengus kesal. Rasanya ingin mati saja, ketika menjadi pusat perhatian orang banyak.
"Kinara, Nadia rindu deh sama Ara. Seneng deh, ternyata kamu anaknya Om Surya. Jadi kita bisa sahabatan deh."
Ara melihat jelas bahwa Adiknya sedang menahan tawanya. Ara menginjak kaki Reval secara keras-keras. Lalu membisikkan sesuatu ditelinga Adiknya.
"Otomatis kalau dia jadi sahabat gue. Ada kemungkinan kalau dia bakalan dijodohin sama lo. Tunggu saja tanggal mainnya."
Wajah Reval sudah pucat pasi. Tak tahu lagi dengan kelanjutannya sekarang.
*****
1083 Kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ai Rusyati
adik kakak kocak😂
2023-06-20
0
Moelyanach
😂😂😂😂😂😂😂😂
2021-09-02
2
Bunga_Tidurku
astoge sengklek banget
2021-08-09
2