Nadia Stefani, gadis berwajah lugu dengan nuansa pink disekitarnya. Apapun yang dia miliki, seakan-akan tak pernah jauh dari warna itu.
Nadia panggilannya, si cupu berkacamata pink bulat itu, selalu lengkap dengan bando dan pita pink yang melekat pada rambut. Tak lupa dengan jam tangan berwajah barbie dengan warna kesukaannya, lalu jangan lupakan dengan tas bernuansa warna sama dan bertuliskan girlie itu. Layaknya hanya ada satu pasang warna di dunia, sedari kecil ia tampil feminim dengan warna yang bagi Ara terlihat jijik dalam pandangannya itu.
Sembari menatap dirinya di cermin, ia sedikit meneliti setiap inci wajah sampai dengan bagian tubuh bagian bawah. Tak ada yang mengganjal dalam pikirnya, terlebih ia tetap santai dengan tampilannya. Lalu apa yang membuat Kinara secara terang-terangan menolak dirinya menjadi teman secara mentah-mentah?
Nadia menopangkan dagu menggunakan tangannya. Ia mengerucutkan bibir, seakan-akan Kinara telah melakukan kesalahan yang fatal untuknya. Terlebih lagi, Kinara tak pernah menolongnya secara ikhlas. Secara tidak langsung, Kinara sewaktu-waktu dapat memintanya untuk membalas seluruh jasa-jasa yang diberikan kepadanya.
"Anak Papah kenapa nih?" tanya seseorang yang baru muncul dari balik pintu yang sudah terbuka. Rambutnya sedikit beruban karena termakan usia, namun tak membuat dirinya terlihat tua.
Nadia semakin mengerucutkan bibir. Ia menghentak-hentakkan kaki, dan menatap Papahnya seperti akan mencurahkan sesuatu. Sudah dipastikan bahwa Nadia akan meminta sesuatu kepada Papahnya itu.
"Nadia nggak suka. Nadia juga pengin punya temen Pah." keluh Nadia yang tengah dihampiri Papahnya.
"Kamu punya banyak temen kan. Ada Bi Ijah, Mamah, Kak Eril, apa yang kurang sayang?" Papahnya memegangi kedua bahu Nadia dengan kedua tangannya.
Nadia menghentak-hentakkan kakinya lagi. Ia sedikit melengos, ketika Papahnya sama sekali tak mengerti dengan keinginan hatinya. Sampai kapan ia akan terus seperti ini?
"Aku ingin temen sebaya Pah. Biar bisa jadi sahabat nanti. Please, bantu Nadia untuk yang satu itu. Nadia juga pengin punya temen curhat!"
Papahnya mengangguk. "Apapun itu sayang. Kamu minta temen kayak apa, nanti Papah carikan buat kamu."
"Nadia cuma pengin Kinara buat jadi temen Nadia."
Papahnya mengernyit heran. Apakah anaknya tengah meminta seorang teman yang bernama Kinara? Tentu saja ia bisa mendatangkan banyak gadis yang bernama Kinara itu. Lalu seperti apa kriteria yang anaknya inginkan? Sepertinya Nadia tengah meminta sesuatu yang serius saat ini.
"Kinara. Siapa dia? Kamu kenal dengan dia?" tanya Papahnya yang kemudian maksud akan yang anaknya inginkan.
"Teman sekelasku Pah, dia anak baru dan duduk sebangku dengan Nadia. Nadia pengin teman dia, dan itu harus Pah. Papah tolong paksa dia dong!"
Papahnya mengacak-ngacak rambut Nadia. "Apapun untukmu sayang. Mau berangkat sekarang?"
______
Ara mengibaskan rambutnya yang belum disisir sama sekali. Agak risih, namun ia sudah tak tahan lagi berada di rumah. Sesi interogasi tadi malam, nyatanya dilanjutkan ketika menjelang pagi. Dan Ara sungguh prihatin dengan keadaannya yang sangat mengantuk sekarang.
Wajahnya kusut, sekusut pakaiannya yang belum disetrika. Kaos kakinya pun berbeda macam dan panjang sebelah. Jangan lupakan dengan sepatu yang melekat pada kakinya, meskipun tak ada yang aneh, talinya pun masih belum diikat secara benar.
Sambil sesekali menguap, ia melangkah cepat mengikuti koridor agar cepat sampai ke dalam kelasnya. Ia bersemangat untuk tidur pagi, dengan guru yang sanantiasa mendongeng untuknya nanti. Ya meskipun Ara dituntut menjadi anak baik, nyatanya kebiasaan lamanya tak bisa dihilangkan begitu saja.
"Itu Pah, temen Nadia. Yang namanya Kinara itu!"
Ara langsung berhenti diambang pintu. Tatapannya horor, seakan ingin menerkam sesuatu. Ia menatap seluruh isi kelas yang kompak mengedikkan bahu, lalu mendengus pelan. Rasanya sekolah ini tak beda dengan rumahnya yang selalu membuat dia kesal setengah mati.
"Kinara sini, Papahku mau kenalan sama kamu!" seru Nadia seolah akrab dengan Ara. Nyatanya Ara hanya tersenyum miring, seperti telah melupakan sesuatu sebelumnya. Namun tak urung untuk menghampiri. Rasanya tubuhnya sudah remuk, ketika Mamahnya telah menyiapkan berbagai buku untuk bekal sekolah. Membosankan!
"Permisi, saya ingin meletakkan tas saya dibangku." ucap Ara sopan, namun masih terkesan sinis.
Bangkunya telah dikuasai oleh pria paruh baya berbadan kekar, yang sepertinya adalah Ayah dari Nadia itu. Namun apa pedulinya, ia ingin mengistirahatkan otaknya sekarang.
"Kamu temen Nadia?" tanya orang itu sambil tersenyum berusaha untuk akrab. Sedangkan Ara sendiri sedikit merinding mendengar penuturan Ayah Nadia itu.
Dalam benaknya sedikit terlintas. 'Kapan gue temenan sama dia? Najis, ngelihatnya aja jijik sama dia'
"Nggak Om. Ara sudah punya temen banyak kok. Jadi nggak perlu tambah temen lagi." nyatanya Ara berusaha untuk mengenalkan sedikit temannya pada khalayak ramai. Atau mungkin tak hanya memiliki beberapa teman saja, ia memiliki banyak komunitas dari berbagai komunitas sesama hobinya.
Nadia memasang wajah cemberut. Apa yang sebenarnya salah darinya, sehingga Ara tak mau menjadi temannya? Ia mencari cermin dalam saku roknya, lalu menatap dirinya seperti merapikan poninya.
"Aku udah cantik kan Pah, tapi Kinara kok nggak mau jadi temen Nadia." ucap Nadia yang kemudian merengek pada Papahnya.
'Kacanya kurang gede, jadi nggak pernah sadar diri. Sabar Ara.' batin Ara sambil menguatkan hati.
Ayah Nadia berdiri. Sehingga dengan tidak sopannya, Ara melempar tas nya begitu saja. Biarlah Ayah Nadia menilai hal-hal yang tidak baik tentangnya. Asalkan ia bebas dari Nadia, itu akan ia lakukan semampunya.
Tentu saja Papah Nadia sedikit kaget, namun langsung berhasil menetralkan mimik wajahnya. Dan belum saja ia menyuarakan sesuatu, anak yang ingin menjadi topik pembicara, langsung pergi dari hadapannya. Langsung saja ia bersedekap dada diselingi dengan mulutnya yang masih komat-kamiy. Berharap saja, ia tak bertemu lagi dengan anak-anak semacam itu.
"Kamu yakin mau temenan sama dia. Dia kayaknya nggak baik loh untuk kamu?" tanya Papahnya pada Nadia.
Nadia bersedekap dada. "Nadia mau jadi temen dia Pah!"
"Tapi kayaknya dia nggak mau jadi temen kamu sayang. Cari yang lain saja ya." bujuk Papahnya.
"Pokoknya harus Kinara. Titik!"
Nadia pergi meninggalkan Papahnya yang langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Untung saja dia anaknya. Jika tidak, ia sudah dengan teganya membuang Nadia jauh dari dirinya.
Nadia berlari mengikuti Ara yang masih terlihat dalam pandangannya. Sedikit ngos-ngosan karena ia sendiri jarang berolahraga, namun pantang menyerah. Ia pasti bisa memiliki teman, walaupun hanya satu. Dan Ara lah yang cocok untuknya, karena telah berkali-kali menolong dirinya.
Namun larinya langsung terhenti, ketika bel masuk berbunyi. Lagi-lagi ia kehilangan jejak Ara, yang mungkin akan membolos lagi seperti hari-hari sebelumnya.
*****
1017 kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Taurusgirl
Nadia anak SMA,kelakuan anak TK.😁
2022-07-26
1
hildA
hahaha MANTEP ra
2022-03-29
0
ninda rahmawati
ni anak bar bar banget jadi orang🤣🤣 ngakak sih
2021-12-09
0