Aksen menidurkan keponakannya yang masih tertidur pulas dalam gendongannya, kemudian menurunkannya secara perlahan. Tak cukup sampai di situ. Ia menepuk-nepukan paha keponakannya supaya lebih pulas kembali, sehingga ia sendiri bisa mengistirahatkan diri untuk sejenak.
Setelah dirasa pulas, Aksen mengecup kening Galaksi singkat, lalu keluar dari kamar keponakannya dengan langkah yang begitu hati-hati. Itu ia lakukan, supaya keponakannya tidak terganggu aktivitas lain dalam tidurnya. Untung saja ruangan ini termasuk kedap suara, bukan berarti Aksen harus bertindak ceroboh.
Aksen memasuki kamarnya. Kegiatan yang ia lakukan tak lain hanyalah mengendorkan dasi, melepas jas yang melekat dalam tubuhnya, baru setelah itu ia membuka dua kancing teratas dalam kemejanya agar tidak terlalu kepanasan. Lantas, ia mulai menjatuhkan diri pada empuknya kasur, tak ketinggalan ia mengambil sebuah bingkai foto yang memang selalu tergeletak di samping bantal. Ia tersenyum, kemudian mengusap-usapnya secara lembut.
"Aku harap kamu baik-baik saja di sana Na. Aku tahu kamu begitu rapuh. Tapi aku tahu, kamu kuat."
Hanya itu yang ia ucapkan setelah menatap dalam-dalam sebuah foto yang dipegangnya dari dalam bingkai. Seorang gadis yang memiliki kemiripan serupa sepertinya, disamping itu ada dirinya yang berusaha untuk tersenyum meskipun jatuhnya agak miris. Cukup prihatin dengan kondisinya yang jarang tersenyum saat itu. Mungkin masih berlaku hingga sekarang ini. Ia hanya berani melontarkan senyum saat sendiri saja.
Adiknya sekarang telah menjadi Dokter. Berkat gila belajarnya dan mendiami semua orang termasuk dirinya, Adiknya lebih dulu menyukseskan diri dibandingkan yang lain. Ia merasa iri, tapi mau bagaimana lagi? Ia tak begitu pandai seperti Adiknya yang gila belajar. Sungguh terbalik dengan Adiknya, meskipun keduanya memiliki sifat yang sesama jenis.
Sejenak Aksen merasa bangga dengan Adiknya yang sudah sukses. Namun dirundung rasa khawatir yang berlebih, karena Adiknya sekarang tidak bersamanya lagi. Aksen jadi teringat bahwa Adiknya itu telah memaafkan sahabatnya secara sukarela, ralat mantan sahabatnya. Dan berita itu telah membuatnya naik pitam. Lalu apakah ia telah memaafkan? Matian-matian ia untuk melupakan semua kejadian itu, namun ia tak bisa melakukan.
Luka yang diberi, sakit yang diberi, sedih yang diberi, semua yang mantan sahabatnya beri, sudah ia kubur dalam-dalam di hati. Tetap saja rasa yang ia rasakan dapat naik kepermukaan, meluapkan sebuah rasa benci yang nantinya akan membuatnya merasa lebih buruk dari yang ia perkirakan sebelumnya.
'Sial. Ngapain gue kerja sama dengan BGS Corp? Nggak ada untungnya.' gerutu Aksen dalam hati. Mengingat soal mantan sahabatnya, rasanya begitu menyayat hati dan membuatnya merasa lebih buruk lagi. Jangan-jangan...
"Reval, jangan berusaha untuk kabur dari rumah. Kita punya rencana dinner sama sahabat Papah nanti!" teriak dari seberang sana, yang membuat Aksen sedikit menggeram kesal. Entah mengapa tetangga di depan rumahnya itu mirip sekali dengan tarzan di hutan. Tteriak sana sini, padahal jarak mereka sendiri tak terlampau jauh.
"Ara jangan coba-coba buat loncat dari balkon situ, Papah nggak mau kamu kenapa-napa!"
Mendengar nama seseorang disebut-sebut, entah kenapa Aksen langsung berdiri, dan berlari untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.
Di sana, Aksen dapat melihat Ara yang tengah memakan permen karet sesekali meniupnya. Ia duduk dengan kaki yang sudah berada diluar batas balkon. Memakai pakaian khas rumahan, dengan rambut yang diikat asal-asalan, duduknya pun semacam preman pasar dengan kaki yang diangkat sebelah. Sedangkan Aksen yang melihat dari balik tirai itu, sedikit bergidik ngeri dengan apa yang Ara lakukan.
"Benar-benar cewek bar-bar dia." sindir Aksen pelan.
Ara sendiri masih tampak menikmati kegiatannya. Ia membuka bungkus permen yang baru, kemudian memasukkan kedalam mulutnya. Sesekali tertawa menahan perutnya agar tidak sakit, lalu kembali meniup permennya dengan meletuskannya secara sepihak. Mungkin itu yang Ara lakukan, sampai ada seseorang yang mengganggunya.
"Ara turun." seseorang menarik kuping kanannya dengan kencang. Tentu saja Ara kaget, beruntung ia tidak loncat ke bawah sana. Sedikit meringis pelan, ia menatap sang pelaku seperti ingin memakannya hidup-hidup.
"Mamah nggak lihat Ara lagi nonton raja hutan marah-marah. Tuh Reval digebukin sama sapu. Kenapa nggak tembak aja sama pistol, siapa tahu Ara nanti jadi anak tunggal." polos sekali Ara, namun membuat Mamahnya langsung mendidihkan otaknya.
"Sembarangan! Turun! Ganti baju! Kita mau makan malam sama sahabat lama Papah nanti." Mamahnya kembali menarik kuping Ara dengan kencangnya.
Ara terjatuh diatas lantai balkon. Akibat tarikan keras Mamahnya, ia tersungkur langsung di atas lantai. Jangan lupakan dengan Aksen yang masih setia menonton. Raut wajahnya pun seolah ikut membuyarkan tawa seperti orang kesetanan.
"Kejam!" seru Ara disela-sela ringisan nyerinya.
Mamahnya mengedikkan bahu, lalu pergi meninggalkan dirinya seorang diri di sana. Sebelum itu, Mamahnya berbalik kemudian mengucapkan sesuatu yang amat keramat ditelinganya. Takkan dibiarkan Ara menerima semuanya!
"Tadi Mamah naruh dress selutut diatas kasur kamu. Awas aja kalau kamu bakar!" peringat Mamahnya seolah tahu jalan pikiran Ara.
Ara menyipitkan matanya, dan menerawang jauh kedalam sana. Benar saja apa yang diucapkan Mamahnya. Ara bergidik ngeri, bahkan merasa jijik untuk memakainya.
"Mah, nggak ada yang lebih elite dari baju itu. Nggak! Ara nggak mau pakai!" tolak Ara mentah-mentah.
"Pokoknya harus kamu pakai! Awas kalau kamu ngebangkang, Mamah mau ke kamar Reval dulu."
Sepeninggal Mamah dari kamarnya, Ara terduduk lemas di depan dress yang telah disiapkan untuknya. Ia tak mau, sungguh! Tak mungkin Ara memalukan dirinya didepan publik atas apa yang ia pakai. Lalu bagaimana dengan citranya, jika Ara tiba-tiba bertemu seseorang yang sialnya adalah musuhnya sendiri.
Ara menggeleng keras. Ia langsung melempar dress itu, dan berencana menggantinya dengan pakaian yang ia punya sendiri. Ara suka tantangan, kita lihat apa yang Mamahnya lakukan nanti.
Sembari berjalan menuju lemarinya berada, Ara mencari sesuatu yang menurutnya pas untuk dikenakan. Mengobrak-abrik seluruh isi lemari, berharap apa yang ia inginkan ketemu. Ara bersorak ria, ketika telah menemukan sesuatu yang cocok untuknya. Ia membuang dress yang diberikan oleh Mamahnya, dan berjalan santai ke kamar mandi untuk mengganti baju.
Setidaknya, Ara tidak terlalu mempermalukan dirinya sendiri.
"Di sini senang, di sana senang. Di mana-mana hatiku senang." Ara bersenandung nada di sela-sela perjalan menuju kamar mandi. Hatinya mendadak semakin berbunga-bunga, ketika ia memiliki rencana ala dirinya supaya tidak bosan nanti.
Tapi ita lihat, bagaimana cara Ara menantang maut di depan Mamahnta? Sepertinya akan sangat menyenangkan.
*****
1003 Kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Moelyanach
disini senang disana senang dimana2 hatiku senang 😂😂😂😂😂aku nyanyi thor
2021-09-02
1
Thina
jgan lupa visualnya thor😊😊
2020-10-02
5
LILY🌚🤣
next
2020-09-22
2