Bab 2 Aku rindu kakak

Di sebuah gedung berlantai tiga, Arsenio terlihat sedang duduk termenung. pikirannya masih terganggu oleh hal, yang terjadi kepadanya saat kemarin.

"Bagaimana keadaan, mu?"

Arsenio melirik sekilas, pada seorang laki-laki yang menghampirinya. dia Morgan, teman arsenio yang menjadi tangan kanannya .

"Aku baik-baik saja. Bagaimana keadaan mereka? Apa mereka selamat?" tanya Arsenio dingin.

Morgan menghela nafas, melihat sikap temannya seperti itu. arsenio yang memang terluka, masih saja mengkhawatirkan keadaan anak buahnya.

 "Mereka selamat, hanya ada beberapa orang yang terluka sangat serius. Sepertinya dirimu juga terluka, arsen?"

Arsenio tidak menjawab, memilih pergi dari hadapan Morgan. sungguh tubuhnya saat ini lelah, sehingga dia memutuskan untuk beristirahat kembali di kamarnya.

"Sampai kapan, kamu akan menyembunyikan semua luka mu, arsen. Andai saja ada seseorang, yang bisa membuat mu sedikit terbuka. Aku yakin, hidup mu tidak akan merasa hampa lagi." gumam Morgan, menatap iba pada arsenio, yang pergi menjauh dari hadapannya.

Morgan hanya satu-satunya orang, yang dekat dengan arsenio. bahkan dia selalu mengerti, keadaan arsenio di saat sedang sedih, marah atau pun kecewa. sebab arsenio tidak lagi mempunyai keluarga selain, Morgan dan anak buahnya.

Dulu Arsenio, memilih pergi dari rumahnya. sebab merasa kecewa, kepada orang tuanya yang bercerai beberapa tahun silam. bahkan mereka kini sibuk, dengan keluarga mereka masing-masing. satu-satunya orang yang dekat dengan arsenio pada saat itu, adalah kakeknya. namun sayang, tidak lama kemudian kakeknya meninggal karena mengidap penyakit serius.

Di saat sedang terpuruk, arsenio pada saat itu bertemu dengan seseorang yang membawanya ke dunia hitam. bahkan sampai saat ini, arsenio hidup tidak kekurangan, di segani bahkan di hormati oleh semua orang.

Sampai saat ini arsenio, menjalankan perusahaan peninggalan kakeknya sampai sukses. bahkan kedua orang tua arsenio tidak tahu, jika putra mereka sudah menjadi orang yang terpandang dan sukses.

*

*

*

Fikri termenung, di depan rumahnya. saat ini, dia merasakan perutnya sangat lapar. sedangkan persediaan beras di rumahnya, sudah habis di buat bubur untuk Arsenio waktu kemarin. bahkan saat ini, kakaknya belum juga mengirim uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Fikri mendesah pelan. "Ya Allah, aku lapar." ucapnya, sambil memegangi perutnya. ingin rasanya Fikri menangis, tapi semua ini belum seberapa dengan nasib orang lain di luar sana, yang lebih dari dirinya.

Di saat sedang berusaha menahan lapar, Fikri di kejutkan dengan kedatangan sebuah mobil mewah, yang berhenti tepat di halaman rumahnya. seseorang turun dari mobil itu, dengan aura dinginnya.

"Bang arsen." panggil Fikri senang, kemudian berjalan menghampiri arsenio. "Abang ke sini lagi. Aku kira, kita tidak akan bertemu lagi, bang. Apa ada barang abang, yang ketinggalan di rumah ku?" tanya Fikri, berusaha menerka.

Morgan yang berada di dalam mobil terkejut, pada sikap Fikri yang di nilainya sangat berani memanggil arsenio, dengan sebutan abang. bahkan dirinya sendiri merasa takut, jika sesekali ingin berbicara layaknya saudara sendiri. namun kenyataan di depan mata sangat jelas, jika untuk pertama kalinya arsenio akrab dengan seseorang.

Arsenio menggeleng pelan. "Tidak ada. Apa kamu sudah makan?" tanyanya dingin.

Fikri yang memang belum makan pun, menggeleng pelan. "Aku belum makan, bang. Persediaan beras ku, habis. Sedangkan kakak di kota, belum juga mengirim uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari." jawabnya pelan.

Arsenio menghampiri, Fikri dan mengajaknya masuk ke rumah. sebelum masuk arsenio memberikan kode pada anak buahnya, untuk membawa beberapa sembako yang sengaja dia beli untuk Fikri.

"Ini untuk mu." ucap arsenio, dingin.

Fikri mengernyitkan dahi. "Ini apa, bang?" tanyanya heran.

"Makanlah. Itu makanan untuk mu. Aku tahu pasti kamu lapar, jadi makanlah." titah arsenio dingin.

Fikri tersenyum senang, merasa beruntung dengan kedatangan Arsenio ke rumahnya. dia bersyukur, akhirnya bisa mengisi perutnya yang memang sudah sangat lapar.

"Tuan, ini semua di simpan di mana?" Anak buah arsenio masuk ke dalam rumah, dengan membawa beberapa karung beras.

Arsenio melihat ke sekeliling rumah itu, mencari ruang untuk menyimpan beras dan yang lainnya.

Fikri yang makan lahap pun mematung, saat melihat orang-orang membawa beras beserta kebutuhan lainnya ke dalam rumahnya. "Bang, itu punya siapa? Kenapa, di masukan ke dalam rumah, ku?" tanyanya heran.

Arsenio menatap tajam. "Sudah makanlah. Jangan berbicara, jika sedang makan. Tidak sopan." tegurnya dingin.

"Ma-maaf bang." seru Fikri pelan, seraya menundukkan kepala karena merasa takut, saat arsenio menatapnya tajam.

Fikri pun melanjutkan lagi makannya, meskipun hatinya bertanya-tanya. Kenapa semua barang itu, di masukan ke dalam rumahnya?

Setelah anak buahnya selesai menyimpan, sembako. Arsenio pun pamit pada Fikri, yang sudah selesai dengan makannya.

"Semua ini untuk mu, Fikri. Anggap saja ini semua, balas budi ku karena kamu sudah menolong ku kemarin. Jadi urusan ku dengan mu, sudah selesai. Dan sekali lagi, terima kasih." ujar arsenio, menepuk pundak Fikri.

Raut kesedihan terlihat pada wajah Fikri, setelah tahu jika ternyata arsenio akan benar-benar melupakannya. rasa bahagia yang dia rasakan, ternyata hanya sesaat.

"Apa bang arsen, tidak akan ke sini lagi?" tanya Fikri sedih, menatap sendu arsenio yang menatapnya tajam.

"Iya." jawab arsenio singkat.

Fikri menghela nafas kasar. "Baiklah, bang. Tapi jika ada lowongan pekerjaan, aku minta informasinya ya, bang. Dan Terima kasih, karena abang sudah memberikan ini semua ini." Fikri pun, mencoba tersenyum.

Arsenio mengangguk pelan, namun sebelum pergi dia meminta nomor ponsel Fikri. sekedar untuk memberi informasi, tentang lowongan pekerjaan untuk Fikri. arsenio pun pergi dari sana, untuk kembali ke rumahnya.

Setelah kepergian arsenio, fikri pun masuk kembali ke dalam rumah. dia pun duduk, di kursi bangku dan seketika menangis. "Kak Raina.... Kapan kakak pulang? Aku rindu kakak.... " Fikri memegang pinggiran kursi dengan sangat erat, menyalurkan rasa rindu pada kakaknya.

Di saat menangis, tiba-tiba hidung Fikri mengeluarkan darah. sontak Fikri pun mendongakkan kepalanya, berharap darah yang keluar cepat berhenti.

Kring... kring... kring...

Fikri pun melirik ke arah ponselnya. namun sebelum itu dia mencari saputangan, untuk menutup hidungnya.

"Halo, Assalamu'alaikum kak." sapa Fikri bahagia, karena orang yang dia rindukan menghubunginya.

"Wa'alaikumussalam, Fikri. Bagaimana keadaan kamu? Obatnya pasti sudah habis, ya? Kakak akan kirim uang, untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan obat kamu. Maaf, kakak sedikit terlambat, karena majikan kakak baru pulang dari luar negeri." ujar Raina kakaknya fikri, dari seberang telepon terdengar khawatir.

Fikri tersenyum, saat mendengar kakaknya sangat khawatir kepadanya. "Tidak apa-apa, kak. Terima kasih, karena kakak selalu mengkhawatirkan aku. Oh... ya, kapan kakak pulang? Aku rindu sama kakak..." Fikri menghentikan ucapannya, saat tenggorokan merasa tercekat. dia tidak dapat menahan tangisnya, sebab saat ini dia benar-benar sangat merindukan kakaknya.

"Maaf Fikri. Sepertinya kakak baru bisa pulang, jika majikan kakak memberi izin. Sebenarnya kakak sudah ingin pulang. Tapi..."

"Apa majikan kakak, bersikap tidak baik pada, kakak?" Fikri yang khawatir pun, dengan cepat menyela ucapan kakaknya.

"Ti-tidak Fikri. Mereka sangat baik pada kakak. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan kakak, di sini. Jaga kesehatan mu, dan jangan lupa kamu harus rutin minum obat, supaya kamu cepat sembuh."

Fikri menghela nafas. dia tahu jika kakaknya sedang menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku senang, jika kakak baik-baik saja. Maaf, aku tidak bisa menjaga kakak. Aku berharap kakak cepat pulang, dan berkumpul kembali dengan ku, di sini." Fikri mengusap sudut matanya yang berair, karena menangis. namun sebisa mungkin dia sembunyikan semua itu, dari kakaknya saat ini.

"Terima kasih, Fikri. Ya sudah, kalau begitu kakak tutup dulu panggilannya ya."

Fikri seketika, menangis sejadi-jadinya. hatinya sakit saat tahu, jika kakaknya sedang tidak baik-baik saja. terakhir kabar yang dia dengar, jika kakaknya hampir di lecehkan oleh majikan laki-lakinya. namun karena masih membutuhkan uang, kakaknya Fikri berusaha bertahan meskipun kerap kali harus mendapatkan perlakuan buruk.

Episodes
1 Bab 1 Awal pertemuan
2 Bab 2 Aku rindu kakak
3 Bab 3 Mulai bekerja
4 Bab 4 Naik helikopter
5 Bab 5 Keinginan fikri
6 Bab 6 Kekejaman arsenio
7 Bab 7 Tertembaknya fikri
8 bab 8 Pernikahan Arsenio dan Raina
9 Bab 9 Kembalikan adik ku !
10 bab 10 Kesedihan Raina
11 Bab 11 Kesedihan Raina 2
12 Bab 12 pesan fikri untuk kakak
13 Bab 13 Sikap dingin arsenio
14 Bab 14 Berusaha meminta maaf
15 Bab 15 Hasil pencarian Raina
16 Bab 16 Pertemuan arsenio dan Andreas
17 Bab 17 Perjanjian pernikahan
18 Bab 18 Kesepakatan Arsenio dan Raina
19 Bab 19 Masa lalu Raina
20 Bab 20 Malam yang gagal
21 Bab 21 Bertemu dengan fero
22 Bab 22 Kekesalan arsenio
23 Bab 23 Pengakuan arsenio
24 Bab 24 Datang ke kantor arsenio
25 Bab 25 Datang ke kantor arsenio 2
26 Bab 26 Anak buah fero
27 Bab 27 Perdebatan Arsenio dan Raina
28 Bab 28 Pertikaian Arsenio dan Fero
29 Bab 29 Arsenio mulai berulah
30 Bab 30 Kedatangan Tuan johan
31 Bab 31 Kemarahan Andreas
32 Bab 32 Malam pertama Arsenio dan Raina
33 Bab 33 Pertemuan Fero dan Andreas
34 Bab 34 Drama di pagi hari
35 Bab 35 Rencana Andreas yang gagal
36 Bab 36 Terungkapnya rencana Andreas
37 Bab 37 Pergi Bersama Arsenio ke Swiss
38 Bab 38 Bertemu klien Swiss menyebalkan
39 Bab 39 Tanda merah
40 Bab 40 Kembali ke indonesia
41 Bab 41 Rencana jahat Andreas dan Fero
42 Bab 42 Pilihan sulit bagi Raina
43 Bab 43 Selamatkan Raina
44 Bab 44 Perhatian Arsenio
45 Bab 45 Kemarahan Arsenio
46 Bab 46 Antara rindu dan candu
47 Bab 47 Undangan untuk Arsenio
48 Bab 48 Kejutan di pesta
49 Bab 49 Rencana licik Joana
Episodes

Updated 49 Episodes

1
Bab 1 Awal pertemuan
2
Bab 2 Aku rindu kakak
3
Bab 3 Mulai bekerja
4
Bab 4 Naik helikopter
5
Bab 5 Keinginan fikri
6
Bab 6 Kekejaman arsenio
7
Bab 7 Tertembaknya fikri
8
bab 8 Pernikahan Arsenio dan Raina
9
Bab 9 Kembalikan adik ku !
10
bab 10 Kesedihan Raina
11
Bab 11 Kesedihan Raina 2
12
Bab 12 pesan fikri untuk kakak
13
Bab 13 Sikap dingin arsenio
14
Bab 14 Berusaha meminta maaf
15
Bab 15 Hasil pencarian Raina
16
Bab 16 Pertemuan arsenio dan Andreas
17
Bab 17 Perjanjian pernikahan
18
Bab 18 Kesepakatan Arsenio dan Raina
19
Bab 19 Masa lalu Raina
20
Bab 20 Malam yang gagal
21
Bab 21 Bertemu dengan fero
22
Bab 22 Kekesalan arsenio
23
Bab 23 Pengakuan arsenio
24
Bab 24 Datang ke kantor arsenio
25
Bab 25 Datang ke kantor arsenio 2
26
Bab 26 Anak buah fero
27
Bab 27 Perdebatan Arsenio dan Raina
28
Bab 28 Pertikaian Arsenio dan Fero
29
Bab 29 Arsenio mulai berulah
30
Bab 30 Kedatangan Tuan johan
31
Bab 31 Kemarahan Andreas
32
Bab 32 Malam pertama Arsenio dan Raina
33
Bab 33 Pertemuan Fero dan Andreas
34
Bab 34 Drama di pagi hari
35
Bab 35 Rencana Andreas yang gagal
36
Bab 36 Terungkapnya rencana Andreas
37
Bab 37 Pergi Bersama Arsenio ke Swiss
38
Bab 38 Bertemu klien Swiss menyebalkan
39
Bab 39 Tanda merah
40
Bab 40 Kembali ke indonesia
41
Bab 41 Rencana jahat Andreas dan Fero
42
Bab 42 Pilihan sulit bagi Raina
43
Bab 43 Selamatkan Raina
44
Bab 44 Perhatian Arsenio
45
Bab 45 Kemarahan Arsenio
46
Bab 46 Antara rindu dan candu
47
Bab 47 Undangan untuk Arsenio
48
Bab 48 Kejutan di pesta
49
Bab 49 Rencana licik Joana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!