Lyin meninggalkan Julian yang masih mematung, menjauh dari Julian yang sudah membuatnya hilang kesabaran. Semua orang sudah masuk di tenda masing-masing, suasana sangat hening.
Lyin masuk ke dalam tenda dengan tenang, Novia sudah tidur nyenyak dengan boneka di pelukannya, Bunga menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, padahal cuaca sedikit panas menurut Lyin.
Lyin mengancing tes tenda, lalu berbaring di sampingnya. Waktu hampir sampai tengah malam. Mata Lyin susah diajak tidur, Lyin ingin membaca buku untuk membujuk matanya namun lampu penerangan tidak memungkinkan untuk itu.
Sesuatu melintas dipikiran Lyin, apa yang akan dilakukan Julian selanjutnya padanya. Apalagi kalimat terakhir Julian begitu menggangunya.
"Dia mengancamku? " batin Lyin takut.
Lyin duduk bangkit dari tempat tidur, dia membuka res tenda berniat mencari angin segar untuk menenangkan pikirannya, disaat bersamaan Julian melakukan hal yang sama. Mereka saling pandang cukup lama, Lyin terkejut tendanya berhadapan dengan tenda milik Julian.
Julian enggan menutup res itu kembali, dia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke arah Lyin. Lyin merasa dia tidak harus mengalah pada Julian saat ini. Dia juga butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Walau orang yang membuat dia seperti ini ada di depan matanya. Lyin berbaring dan pura-pura memejamkan matanya agar dianggap tidur oleh Julian.
" kau sudah tidur" seru Julian pelan.
" Iya, jangan ganggu" jawab Lyin malas.
" Orang tidur tidak akan menjawab jika ditanya" ejek Julian.
Lyin membuka matanya sebentar lalu menutupnya kembali, menarik selimutnya sampai menutup dagu.
" Kau tahu kenapa senja selalu dijadikan perumpamaan tentang kesedihan" tanya Julian serius.
Lyin mendengus kuat lalu membuka matanya. Dia kesal Julian masih saja mengajaknya berbicara, tapi dia juga penasaran apa jawaban dari pertanyaan itu.
" Aku tidak tahu, jadi kenapa? Apa alasannya" jawab Lyin penasaran.
" Sebab dia memberikan orang kebahagian dengan melihat keindahannya, namun setelahnya itu dia pergi menghilang"
" Bukannya besok dia akan kembali juga" bantah Lyin.
" Memang benar dia akan kembali, tapi dia tetap akan melakukan hal yang sama. Beri kebahagian yang sekejap lalu menghilang"
Lyin terdiam mencerna kalimat yang dituturkan Julian. Benar atau salah Lyin juga tidak bisa menyimpulkan.
" Kau juga seperti senja" seru Julian.
Deg, kata-kata Julian menikam ke jantung Lyin. Lyin memiringkan tubuhnya menatap Julian, mengisyaratkan agar Julian memberi alasan kenapa dia adalah senja.
" Baru saja kemarin kau mengakui pertemanan kita dan sekarang kau menyesalinya" tutur Julian.
" Kau juga mengancamku" jawab Lyin tidak menanggapi.
" Aku tidak main-main dengan ancaman ku" jawab Julian.
Julian terus mengoceh tanpa henti, Lyin sudah tidak ingin menanggapi Julian. Mata Lyin mengantuk setelah mendengar ocehan panjang dari Julian. Lyin tertidur, menutup matanya rapat.
Julian masih menatap wajah tidur Lyin, walau jarak mereka cukup jauh Julian tersenyum lebar sebab dia bisa melihat wajah tidur Lyin sekarang. Kesempatan yang jarang terjadi atau mungkin tidak pernah terjadi lagi.
***
Suara alarm Lyin membangunkannya dari tidur. Lyin tersadar dia tertidur dan lupa mengunci tenda tadi malam. Lyin membuka matanya perlahan takut melihat sosok Julian terlihat dihadapannya. Setelah matanya terbuka sempurna Lyin menyadari Julian menurunkan pintu penutup tenda untuknya. Lyin menghembuskan napas lega.
Semua orang mulai bersiap mengikuti senam pagi. Lyin dan kelompoknya sudah bersiap menuju lapangan. Bisik-bisik tentang kejadian mengejutkan tadi malam masih terdengar jelas sampai ke telinga Lyin. Lyin memilih diam mencoba menahan kekesalannya.
" Kau suka Julian" kata seseorang dari belakang yang sekarang sedang memegang tangannya.
" Kakak salah paham" jawab Lyin sedikit terkejut.
" Aku bertanya kau suka atau tidak, tolong jawab yang jelas"
" Dia memang gadis tercaper yang pernah kutemui" seru Oliv yang tiba-tiba masuk ke dalam membicaraan.
Bunga menoleh ke arah Oliv dan melepaskan pegangan tangannya. Oliv menatap Bunga dengan tatapan yang mengisyaratkan bahwa mereka satu kubu yang sama. Kubu pembenci Lyin.
" Apa maksudmu" tanya Bunga penasaran.
" Pertama dia caper pada Juna ketua OSIS di SMA ini, lalu sekarang Julian orang yang paling ditakuti di sekolah, apa maksudnya coba" tutur Oliv memanasi keadaan.
Mata Lyin berkaca-kaca. Sekuat tenaga Lyin menahan tangisnya. Tangannya sedikit gemetar di hadapan dua gadis itu. Untung saja Novia cepat tanggap pada situasi yang menimpa Lyin. Novia berlari menuju Lyin dengan cepat meraih tangan Lyin mengajaknya pergi.
Lyin hendak melangkah pergi, namun dihalangi oleh bunga.
" Kau belum menjawab pertanyaanku" paksa Bunga.
Tangan Lyin semakin bergetar, Novia mempererat genggaman tangannya. Lyin tidak mengeluarkan sepatah katapun pada Bunga, cukup lama dia mengumpulkan keberanian menjawab pertanyaan Bunga yang menuntut untuk dijawab.
" A-ku dan Kak Julian ba-ru"
" Baru pacaran satu hari yang lalu, jadi apa mau kalian berdua" potong Julian yang tiba-tiba datang entah darimana.
Lyin menatap mata Julian berang, bukan membantunya menjelaskan kesalahpahaman justru memperkeruh suasana. Lyin sudah tidak tahan. Matanya yang sedang menatap Julian sekarang dipenuhi dengan air mata.
" Kalian berdua kalau ingin selamat jauhi Lyin, jangan menguji kesabaranku" kata Julian tegas.
Julian meraih tangan Lyin dan membawanya jauh dari tempat itu. Julian mendudukkan Lyin di bangku taman belakang sekolah. Lyin tidak menoleh apalagi menatap Julian yang berdiri di hadapannya.
Julian congkok, berusaha melihat Lyin yang sedang menangis. Julian meraih dagu Lyin mencoba untuk mengangkatnya. Lyin menepis tangan Julian dengan kasar. Julian tersenyum miring pada Lyin dan duduk disampingnya Lyin.
" Aku tidak meminta bantuannya, kumohon jangan ikut campur dengan urusanku lagi" seru Lyin sambil menangis.
" Teman tidak menunggu temannya meminta bantuan baru menolong" Julian bicara lembut berusaha menenangkan hati Lyin.
Lyin menatap tajam Julian, seolah ingin menerkam Julian jika dia bisa.
" Apa kau membantu, kau memperkeruh suasana. Kau berbohong, kita pacaran? aku takut mendengarnya" jawab Lyin kesal.
" Kau semakin begini, semakin membuat aku penasaran" tutur Julian tidak menanggapi Lyin.
Lyin kehabisan akal untuk melawan Julian. Bicara apapun tidak akan di dengar oleh Julian. Memohon juga tidak akan ada gunanya bagi Julian.
" Apa maumu" tanya Lyin geram.
" Apa kau akan mengabulkan mauku" tambah Julian.
" Akan kukabulkan asal kau meninggalkanku setelah itu, jangan menggangguku atau bahkan mendekatiku" jawab Lyin tanpa berpikir.
Julian tersenyum miring lagi mendengar Lyin. Hatinya getir mengetahui Lyin begitu membencinya. Julian bangkit dari tempat duduknya. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak setelah mendengar penuturan Lyin.
" Aku akan memberi tahumu nanti" kata Julian pelan dan hendak melangkah.
" Katakan saja sekarang" paksa Lyin.
" Kau yakin"
" A-aku yakin" jawab Lyin ragu.
Julian mendekat pada Lyin yang sedang duduk. Julian membungkuk mendekatkan wajahnya pada Lyin. Lyin menjauh kebelakang dan memalingkan wajahnya. Julian mendekatkan mulutnya ke telinga Lyin dan membisikkan sesuatu yang membuat Lyin. marah.
" Bagaimana jika permintaanku adalah, kau harus menciumku sekarang, aku siap pergi setelah kau melakukannya" seru Julian setengah berbisik.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Aaahhhhh babang Julian bikin aku baper aja....🤣🤣🤣
2022-09-01
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
aaarrgghh dasar julian... maen minta cium sembarngan
2021-01-08
10