Tiga orang pria tampan tengah berada di satu tempat. Mereka tengah mengobrolkan hal serius dengan seseorang di balik layar laptop.
"Gua kecewa sama lu, Bri," ucap salah satu dari mereka setelah meeting dengan orang yang berada di LN selesai.
Kedua alis Brian menukik sangat tajam ke arah pria yang memakai baju yang senada dengannya.
"Gua disuruh seminar di kampus lu ngajar, lu sendiri yang enggak datang."
Lelaki yang memakai topi hanya tertawa. Sedangkan Brian sudah mendengkus kesal.
"Gua kan udah bilang alasannya."
"Tetep aja gua gak terima."
"Terserah lu, Sadewa!"
.
King kafe.
Seorang perempuan sudah berada di depan kafe. Dia menghela napas sangat kasar dan memutuskan untuk masuk. Baru saja masuk, dia dikejutkan dengan sang adik yang baru saja menuruni anak tangga.
"Alfa!"
Sang empunya nama pun menoleh. Segera Alfa menghampiri Lala.
"Loh?"
Namun, Alfa sudah tahu alasan kenapa sang kakak ke sini. Dia membawa Lala duduk di pojokan tempat yang sangat Lala sukai.
"Ngehindar ceritanya?"
Lala tak menjawab. Kepalanya sudah dia sandarkan di dinding.
"Kenapa gak ke rumah Mami Nana aja?"
"Pangeran lagi jalan sama Tuan."
"Ke Mami Sasa?"
"Para bini sedang me time. Kalau gua ke sana yang ada kepala gua pecah karena disuruh jadi baby sitter empat bocah banyak tingkah."
Alfa malah tertawa. Dia bangkit dari duduknya untuk memesan minuman. Tinggallah Lala yang bersandar di sana seorang diri. Sebenarnya perutnya belum sepenuhnya pulih, tapi dia tidak ingin melihat Devan juga Lea di rumah. Alhasil, dia pergi ke King kafe.
Lala mulai membuka matanya ketika mendengar suara seseorang yang dia kenali. Dua orang yang sama yang pernah dia lihat sebelumnya.
"Pak Brian!"
Baru saja Lala hendak menutup wajah, Brian sudah lebih dulu mengarahkan pandangan ke tempat Lala berada. Kedua alis Brian menukik dengan begitu tajam. Tubuh Lala menegang ketika Brian sudah berjalan ke arahnya.
"Kenapa keluar?"
Pertanyaan yang penuh dengan penekanan. Tatapannya pun begitu tajam. Lala hanya bisa diam. Dia melirik ke arah Alfa di mana sang adik tak kunjung datang.
"Pulang!"
Brian sudah di mode singa. Tangannya diraih Brian. Pria itu mulai menarik paksa tangan Lala.
"Pak, saya ke sini sama adik saya," jawab Lala dengan nada penuh ketakutan.
"Adik kamu sedari tadi di sini."
Hah?
Brian kembali menarik tubuh Lala dan membuat semua mata tertuju pada mereka berdua. Pria yang bersama Brian pun bukannya menolong, malah jadi penonton. Dan seulas senyum terukir di wajah Sadewa.
"Marah yang gua lihat sekarang menunjukkan kalau lu udah lepas dari belenggu masa lalu."
.
"Pak, saya belum mau pulang ke rumah."
Tatapan memelas sudah Lala berikan. Brian yang hendak menyalakan mesin mobil diurungkan.
"Saya mohon."
Tangan Brian sudah menghidupkan mesin mobil dan Lala hanya pasrah dengan wajah yang begitu sendu. Pandangannya terus mengarah ke arah kaca jendela mobil.
Sepulu menit mobil itu melaju, Lala baru menyadari jika jalanan yang dia lewati bukan menuju rumahnya. Dia segera menoleh ke arah Brian.
"Sesuai yang kamu inginkan."
Mobil berhenti di sebuah apartement mewah. Lala kembali menatap ke arah Brian yang sudah mematikan mesin mobil.
"Kamu bilang enggak mau pulang kan." Lala masih terdiam dengan raut penuh ketakutan.
"Istirahatlah di unit saya."
Lala membeku mendengar ucapan Brian. Awalnya pria itu terlihat memaksa, tapi ternyata dia begitu peka.
Brian mulai menautkan tangannya pada tangan Lala. Sontak perempuan itu menoleh ke arah Brian yang bersikap biasa.
"Kamu masih lemas. Takut pingsan."
Lala malah tersenyum. Tak ada penolakan darinya, dia memang butuh penopang untuk sekarang.
Hunian yang begitu rapi bernuansa abu. Brian sudah membukakan pintu kamar miliknya.
"Istirahatlah di sini."
Lala masih bergeming. Namun, tangannya sudah Brian tarik agar masuk ke kamar yang begitu rapi.
"Saya bukan lelaki berengsek," tegasnya.
"Kamu lecet sedikit saja saya pasti akan tanggung jawab."
Mulut Lala terkatup rapat. Hanya matanya yang memandang penuh kagum pada sosok yang berdiri tegap di hadapannya.
"Jangan buat saya semakin khawatir."
Telapak tangan lebar itu sudah menyentuh pipi Lala. Mengusap lembut dengan sorot mata yang mengungkapkan semua.
.
Di kediaman Mama Aleeya dan Papa Khairan, Devan baru saja turun dari mobil. Dia juga menjinjing sesuatu untuk diberikan kepada sang penghuni rumah. Senyumnya merekah ketika melihat Lea di sana.
"Lu mau bikin gua gendut?"
Devan malah tertawa dan mereka duduk di halaman samping tempat mereka juga Lala sering menghabiskan waktu semasa SMA.
"Oh iya, ini tolong kasih ke Lala."
Dahi Lea mengkerut. Menatap wajah Devan yang terlihat khawatir.
"Kenapa gak lu kasih sendiri?"
Hanya gelengan pelan yang menjadi jawaban.
"Kenapa kalian bisa saling menjauh kayak gini sih? Gua sedih loh liatnya," ujar Lea.
"Lala juga seperti ngehindarin gua," tambahnya lagi.
"Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian?"
Akhirnya, Lea menanyakan apa yang seharunya dia tanyakan mumpung di depan orang yang bersangkutan.
"Kalau lu sama Lala ada masalah selesaikan. Jangan malah pada ngehindar, tapi masih perhatian."
Tak ada jawaban dari Devan. Memberikan perhatian hanya dipihak Devan sekarang. Lala seakan sudah bahagia tanpa dirinya.
Melihat Devan yang masih seperti patung, Lea pun meraih makanan yang Devan bawa untuk sang kakak.
"Gua anterin ke kamarnya."
Tak lama Lea kembali ke halaman samping masih dengan makanan yang Devan beri.
"Lala enggak ada di kamar."
"Ke mana?" Wajah panik Devan begitu jelas.
Lea tak menjawab. Dia segera menghubungi nomor sang kakak, tapi tak ada jawaban. Dan akhirnya, dia menghubungi Alfa.
"Hem."
"Lala enggak ada di rumah."
"Dia lagi sama gua."
Hembusan napas kasar pun keluar dari bibir Lea. Devan sudah mendekat, menanti kabar tentang Lala.
"Lagi sama Alfa."
Wajah cemas Devan pun berangsur hilang. Senyumnya kini mulai terlihat.
"Mau gua tanyain di mana Alfa sekarang?"
"Ih ngapain? Gua ke sini buat ketemu sama lu, Le. Bukan Lala."
"Tapi, mata lu gak bisa berbohong, Van. Yang lu cari itu Lala."
.
Perempuan yang tengah Lea dan Devan obrolkan tengah tidur dengan tenang di sebuah kamar yang begitu nyaman. Wajah cantiknya membuat lelaki yang terus ada di sampingnya tak melepaskan pandangannya dari maha karya Tuhan yang begitu indah.
Tangan Brian masih Lala rangkul seakan tak memperbolehkan pria itu jauh darinya. Getaran ponselnya membuat Brian harus menjawab panggilan.
"Lu di mana MasBri?"
"Apart."
"Hah? Ngapain lu bawa dia ke--"
Brian segera mengubah panggilan telepon ke panggilan video agar orang yang tengah mengkhawatirkan Lala melihatnya.
"Gua percaya sama lu, MasBri. Jaga dia dulu, ya. Nanti gua ke sana jemput dia."
...*** BERSAMBUNG ***...
Mana atuh komennya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
sum mia
dah lah.... Brian sama Lala jadian aja . mode singa jantan dah ada di diri Brian . tinggal pengukuhan resmi sebagai keluarga singa , aku yakin sih semua pada setuju .
dan biarin aja yang pada akhirnya Devan gak dapet dua-duanya , dan kini dia pun belum sadar kalau sebenarnya dia suka sama Lala , perhatian yang sepihak darinya tanpa ada respon apalagi balasan dari Lala membuat ada yang hilang dari hidupnya .
nanti saat dia sadar Lala nya sudah pergi sama cowok lain . tinggallah penyesalan yang dia dapat dan dia rasa .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
2025-01-31
3
U_Lee
ternyata... ohh ternyata... si Brian kayaknya udah akrab bgt sama si Alfa adiknya si Lala... bagus deh, mending sama si Brian, gak perlu ngomong udah peka tuh disaat lala bahagia/sedih...🤭 kayaknya udah ada lampu hijau dari si Alfa untuk Brian. semoga saja kedekatan mereka membuat mereka berdua bahagia.
2025-01-31
1
Ida Lestari
yg telp Brian psti Alva dan kyak nya Alva tau bnyak tentang Brian.....
kyak GK asing deh Thor Brian tu cz q prnah baca d crita yg sblum2nya tu kyak ada nma Brian gtu.....
makin penasaran siapa sbnarnya si Brian tu....
lanjut trus ya thor
semangat
2025-01-31
0