Hanya bisa memandangi perempuan dan lelaki yang kini berjalan berdampingan sambil berbincang. Sesekali mereka tertawa dan membuat hati Devan begitu sakit melihatnya.
"Teman," gumam Devan.
"Lea udah bilang kan kalau dia sama dokter Dewa cuma temen doang."
Menghembuskan napas cukup kasar untuk meredakan rasa cemburu. Berjalan menuju kelas dan jelas terdengar percakapan para mahasiswa jikalau di FK sedang diadakan seminar.
"Pantesan Lea datang."
Masih berpositif thinking. Dia percaya akan apa yang dikatakan oleh Lea. Jika, dia dan dokter Dewa hanya rekan sejawat.
Langkah Devan terhenti ketika dia melihat Lala yang sedang seperti orang kesakitan. Dia segera berlari. Tapi, ada yang lebih dulu membantu Lala. Bahkan, pria itu merangkul pundak Lala dan membawa Lala jauh dari pandangannya.
"Pasti baru kedatangan tamu kan, La," gumam Devan.
Rasa perihnya berlipat kali dibandingkan melihat Lea dengan dokter Dewa.
.
Lala sudah berada di ruangan Brian. Duduk di sofa sambil menahan sakit di perut.
"Saya ambilkan hotpack dulu."
Brian seperti cenayang. Padahal, Lala tak berkata apapun, Brian mampu mengerti. Dan tahu apa yang harus dia lakukan.
"Saya singkap kaosnya, ya."
Pria itu juga begitu sopan. Meminta ijin terlebih dahulu sebelum meletakkan hotpack di atas perut Lala. Pandangannya tak terlepas dari wajah Lala yang masih meringis kesakitan.
"Saya belikan kiran--"
Lengan Brian Lala cekal karena lelaki itu sudah hendak pergi. Dia menggeleng pelan.
"Temani saya saja di sini."
Lelaki itu duduk tepat di samping Lala. Tanpa Lala duga, pundaknya ditarik ke belakang dan kini kepalanya berada di atas paha Brian.
"P-pak--"
"Di sini tidak ada bantal. Istirahatlah."
Lelaki sedingin itu ternyata memiliki act service yang luar biasa. Tanpa bicara, tapi dia lakukan dengan tindakan nyata.
Ponsel Brian bergetar. Segera dia raih dan nama sang sahabat tertera di sana.
"Sorry. Kayaknya gua gak bisa hadir. Ada hal yang lebih penting dari seminar lu."
Lala tercengang mendengar ucapan Brian. Ditambah, telapak tangan Brian kini sudah mengusap ujung kepalanya. Jantung Lala sudah tak bisa kalem. Belum lagi perutnya yang malah ikut-ikutan tak anteng.
Ringisan Lala membuat Brian segera menyudahi panggilan sahabatnya. Dia kembali fokus pada Lala.
"Masih sakit?" Lala mengangguk.
"Sakit banget?" Kembali Lala mengangguk.
"Kita ke rumah sakit." Lala menolak.
"Udah biasa kayak gini. Nanti juga sembuh."
Hembusan napas kasar keluar dari bibir Brian. Tangannya kembali mengusap rambut Lala.
"Kalau dalam waktu tiga puluh menit sakitnya enggak hilang, saya akan paksa kamu ke rumah sakit."
"Pak--"
"Tak ada bantahan, Kaila Mahya Kharisma."
Lala merengutkan wajahnya. Menatap tajam wajah Brian yang ada di atas kepalanya.
"Saya khawatir."
Nada bicara Brian mulai melembut. Tatapannya tak berdusta. Lala terdiam untuk sesaat. Lalu, dia mulai mendudukkan tubuhnya. Kembali menatap wajah Brian yang begitu tulus.
"Saya enggak apa-apa, Pak. Ini hal wajar bagi kaum perempuan. Bapak jangan khawatir."
Tubuh Lala tiba-tiba menegang ketika dia sudah masuk ke dalam dekapan hangat sang dosen. Pada saat itu juga dia bisa merasakan detak jantung Brian yang membuat hatinya tenang.
Tak ada kata apapun yang keluar dari bibir mereka berdua. Mata mereka kompak terpejam seakan merasakan kehangatan satu sama lain. Pelukan yang awalnya tak mendapat balasan, sekarang kedua tangan Lala sudah melingkar di pinggang Brian.
"Tuhan, haruskah aku kegeeran lagi?"
Sebutan wanita murahan seperti membangunkan Lala. Membuka matanya dan mendongak ke arah Brian yang juga tengah menatapnya.
"Jika, ini membuatmu nyaman. Jangan pernah melawan."
Manik mata cantik itu tak berkedip menatap Brian. Hingga sebuah kecupan mendarat di kening. Refleks Lala menutup mata ketika bibir tipis sang dosen menyentuh keningnya.
"Tuhan, apa ini hanya mimpi?"
Brian tersenyum ketika melihat Lala sudah terlelap. Diraih jas hitam yang ada tak jauh dari tempat duduknya. Menutup bagian atas tubuh Lala agar tak terlalu menonjol.
Ponselnya bergetar dan mampu mengalihkan atensi Brian. Diraihnya dan nama sang sahabat yang tertera di sana. Jari jemarinya menari-nari di sana. Brian meletakkan kembali ponsel miliknya. Dia tak mau mengganggu kenyamanan Lala.
Sedangkan di kelas, Devan masih khawatir akan kondisi Lala. Biasanya dia yang akan berada di samping Lala, tapi kali ini malah Brian yang ada di saat Lala kesakitan.
"Kenapa gua mikirin Lala sih?"
Setelah kelas selesai, Devan segera menuju ruang kesehatan kampus. Biasanya Lala akan ada di sana sampai sakitnya membaik. Namun, kali ini tak ada Lala di sana. Rasa kecewa pun tak bisa dipungkiri.
"Pak Brian."
Devan menuju ruangan Brian, tapi tertempel kertas di depan pintu.
SEDANG MENGIKUTI SEMINAR
Devan menghela napas kasar. Memutar arah menjauhi ruangan Brian. Jalan terakhir yakni menghubungi Lala.
Getaran yang berasal dari tas Lala yang teronggok di lantai begitu mengganggu. Brian meraih tas perempuan yang masih tertidur di pangkuannya. Decihan keluar dari mulut Brian.
Digesernya ke arah kanan di mana ada gagang telepon berwarna merah. Lalu, ibu jarinya menekan tombol power yang cukup lama. Daya ponsel Brian matikan.
.
Lala mulai membuka mata setelah satu jam lebih terlelap. Dia terkejut ketika orang yang pertama kali dia lihat adalah Brian. Mencoba untuk duduk, tapi ternyata perutnya masih sakit.
"Jangan banyak gerak dulu."
Brian memundurkan pundak Lala agar kembali ke posisi awal. Lala hanya bisa pasrah.
"Istirahatlah lagi."
"Mau pulang."
Hembusan napas kasar keluar dari bibir Brian. Dia menatap wajah Lala yang berada tepat di bawahnya.
"Jalannya kuat?"
"Bisa pelan-pelan."
"Ya sudah saya antar."
"Tapi, Pak--"
"Saya tunggu kamu di halte samping kampus." Brian seakan bisa membaca isi pikirannya.
"Enggak kejauhan kan?" Lala pun menggeleng pelan.
Mengikuti rencana Brian di mana Lala yang lebih dulu keluar dari ruangan sang dosen. Ketika dia menutup pintu, tempelan kertas di depan pintu membuat senyuman melengkung.
"Bisa banget bohongnya. Daritadi orangnya ada di dalam."
Tengah berjalan pelan menuju halte, Lala dikejutkan dengan suara klakson motor. Lala tahu motor siapa yang berhenti di sampingnya.
"Ayo naik!"
Ya, itu Devan. Namun, Lala masih membeku. Devan pun menaikkan kaca helm-nya.
"Gua an--"
Tin!!
Mobil hitam mengkilap sudah berhenti di depan motor Devan. Lala melihat plat mobil tersebut. Tanpa kata Lala pergi meninggalkan lelaki yang ingin mengantarnya pulang. Dan masuk ke dalam mobil tersebut.
"Itu bukan mobil keluarga Lala," gumam Devan dengan dahi berkerut.
Di dalam mobil punggungnya sudah disandarkan di jok yang empuk. Rasa sakit masih terasa. Atensinya beralih ketika tangan Brian berada di atas perutnya.
"Siapa tahu sakitnya mulai berkurang."
Ternyata benar, rasa sakit di perut Lala mulai mereda. Dia benar-benar tak menyangka. Dan kini, mobil hitam itu sudah berhenti di depan rumah besar.
"Istirahatlah! Kalau besok masih sakit jangan masuk dulu." Lala pun mengangguk.
Kata terimakasih Lala ucapkan dan dijawab sebuah anggukan serta senyuman. Lala segera turun dan masuk ke rumah. Namun, langkahnya terhenti ketika dia sudah membuka pintu.
"Kok Pak Brian tahu rumah gua? Perasaan di mobil dia gak nanya alamat rumah gua."
...*** BERSAMBUNG ***...
Mana nih komennya? Udah rajin up komennya sedikit. Mana pada nimbun bab. Sedih tahu 😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
sum mia
ya kan dia cenayang La....
apalagi yang berhubungan dengan kamu dia tahu semua .
dan bisa dipastikan pak Brian ada rasa sama Lala . jadi pas nih , Lala sama Brian , dan Lea sama Sadewa . dua cowok sahabatan yang bakal jadi saudara . pasti makin seru
2025-01-30
2
Salim S
apasih yang ngga tahu kalau soal ayang...makin grecep aja pakdos...kasihan devan hanya bisa memandang dari kejauhan kebahagiaan Lala gimana van masih kuat melihat Lala di perlakukan begitu lembut...effort pakdos nggak main main act of service nya begitu lembut....double date antara Lala sama pakdos Brian dan Lea sama dokter Dewa...seru kayanya...
2025-01-30
0
U_Lee
Astagaa, namanya juga cenayang ya harus tau dong rumah kalo perlu segala kegiatan orang yg disayang 🤭 si Lala perlahan2 mulai move on dari si Devan semoga dg kedekatan Lala dan Brian benar2 bisa membuat luka hati si Lala hilang sepenuhnya.
2025-01-30
0