Begadang Nonton Drama Korea

Desi terbaring di ruang ICU dengan berbagai alat bantu medis yang terpasang di tubuhnya. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara alat monitor yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang lemah.

Rina berdiri di sisi ranjang, menggenggam tangan Desi dengan lembut. Dalam hati, ia merasa terenyuh melihat perempuan itu berjuang begitu keras."Kamu pasti bisa melewati ini, Ibu Desi," gumamnya pelan. "Kamu sudah berjuang sejauh ini. Jangan menyerah, ya..."

Di sudut ruangan, Dr. Andini berdiri dengan tangan menyilang di dada, memandang pasiennya dengan ekspresi serius. Dalam hatinya, ia merasa ada beban besar yang belum terangkat.

Dia kehilangan bayinya… dan sekarang dia dalam koma. Apa yang akan terjadi jika dia sadar? Apa dia bisa menerima semuanya?

Namun, ia menepis pikiran itu. Sekarang bukan waktunya untuk menyerah. "Pantau dia dengan ketat. Laporkan setiap perubahan, sekecil apa pun," ujar Andini pada timnya sebelum melangkah keluar.

Di Kota Lain, Seorang gadis muda sedang duduk di ruang tamu apartemennya yang luas dan modern. Dia adalah Gendis, 25 tahun. Seorang gadis muda pemilik perusahaan, yatim piatu, dan mempunyai Kakak angkat laki-laki. Salah satu hobi nya adalah menonton drama Korea.

Ditemani segelas kopi yang sudah dingin dan tumpukan camilan, matanya terpaku pada layar laptop yang menampilkan episode terakhir dari drama Korea yang sedang ia tonton maraton.

"Gila, ini beneran nggak ada akalnya!" seru Gendis dengan suara setengah berteriak sambil memukul bantal di sebelahnya.

Ia menggerutu, "Kenapa sih cewek ini nggak bisa lihat kalau cowok yang selalu ada buat dia itu yang paling tulus? Eh, malah ngejar-ngejar si brengsek itu."

Tangannya meraih bungkus keripik di meja, lalu ia kembali menonton. "Ya ampun, kalau aku jadi dia, aku udah tinggalin cowok itu dari dulu."

Saat adegan emosional muncul, Gendis tak bisa menahan air matanya. Ia menyeka pipinya dengan lengan kaus. "Astaga, kenapa ini dramanya bikin nangis banget sih? Kok aku baper banget ya, padahal kan cuma cerita."

Jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi Gendis tidak peduli.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Ia mengerutkan dahi, mengangkat panggilan video dari kakak angkatnya, Raka.

"Kenapa, Kak?" Gendis bertanya sambil menggigit keripik.

"Gendis, udah jam dua pagi. Kamu nggak tidur?" suara Raka terdengar cemas.

Gendis memutar matanya. "Santai aja, Kak. Aku lagi seru nonton drama Korea, tahu."

"Drama Korea lagi? Kamu lupa besok ada meeting penting?"

Ia menguap, lalu menjawab santai, "Meeting bisa nunggu. Ini episode terakhir, Kak. Nggak bisa ditunda."

Raka mendesah panjang. "Gendis, kamu tuh selalu kayak gini. Kesehatanmu nggak dijaga. Jangan lupa, kamu kerja keras bangun bisnis ini. Jangan sampai semua yang kamu capai sia-sia cuma karena drama!"

"Lebay, Kak," Gendis berkata sambil tertawa kecil. "Aku baik-baik aja kok. Lagian, aku kan nggak pernah ambil cuti. Sekali-kali manja ke diri sendiri, nggak apa-apa, kan?"

Raka diam sejenak sebelum akhirnya menyerah. "Ya udah, tapi janji, kalau selesai, langsung tidur. Jangan maksa diri."

"Yes, Sir!" jawab Gendis sambil memberi hormat pura-pura.

Saat drama akhirnya selesai menjelang subuh, Gendis meregangkan tubuhnya. Namun, rasa lelah yang ia abaikan mulai menyerang.

"Kepalaku pusing banget," gumamnya, memegangi pelipisnya.

Ia mencoba berdiri, tetapi pandangannya berkunang-kunang. Tubuhnya terasa lemas, seolah energi hidupnya tersedot habis.

"Aduh, kenapa ini?" Ia terhuyung ke sofa, lalu jatuh terduduk. Napasnya mulai tersengal.

Di tengah kesadarannya yang mulai memudar, ia bergumam pelan, "Kak Raka… kayaknya aku butuh istirahat."

Namun sebelum ia sempat menghubungi seseorang, tubuhnya limbung ke sisi sofa, dan semuanya menjadi gelap.

Gendis membuka matanya perlahan, tetapi yang ia lihat bukan lagi apartemennya. Gendis berdiri terpaku di tengah taman bunga yang begitu luas. Angin sepoi-sepoi membawa wangi bunga melati, tetapi perasaan aneh merayap dalam dirinya. Di kejauhan, suara seorang wanita memanggilnya, lembut namun jelas.

"Halo, Gendis?"

Gendis memutar badan mencari sumber suara. Di bawah pohon besar, seorang wanita berkulit putih dengan rambut hitam panjang sedang menggendong bayi. Matanya yang coklat menatap langsung ke arah Gendis.

"Siapa kamu?" tanya Gendis, mengerutkan dahi.

Wanita itu tersenyum lemah. "Aku Desi. Bolehkah aku meminta bantuanmu?."

"Bantuan apa?" Gendis mulai melangkah mendekat, matanya tak lepas dari bayi di pelukan wanita itu.

Desi menatap bayi yang sedang tertidur lelap. "Bisakah kamu menjaga harta peninggalan keluargaku dan... menguburkan bayiku?"

Gendis berhenti sejenak, mengangkat alis. "Bayi? Maksudmu... bayi yang kamu gendong sekarang?"

Desi mengangguk pelan, air mata mengalir di pipinya.

Gendis menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dan merasa aneh, "Tunggu sebentar. Aku belum ngerti. Ini sebenarnya di mana sih? taman apa ini?"

Desi menarik napas dalam-dalam. "Ini portal antara hidup dan mati. Tempat orang-orang yang belum selesai dengan urusan dunia."

Gendis tertawa sinis. "Hah? Jadi aku mati? Aku nggak mimpi, kan?"

Desi mengangguk, menatap Gendis dengan penuh iba. "Ya, kamu sudah meninggal. Tubuhmu sudah dikubur."

Gendis melongo. "Mampus! Aku beneran mati gara-gara nonton drama Korea?! Aduh, aku pikir aku cuma pingsan!"

Desi tersenyum tipis, tapi matanya tetap sedih. "Aku tahu ini sulit diterima. Tapi... aku juga sudah meninggal."

Gendis menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. "Oke, jadi kita sama-sama mati. Kalau aku udah mati, kenapa aku nggak langsung ke surga atau neraka aja? Kenapa malah di sini?"

"Karena kamu punya pilihan," jawab Desi dengan lembut.

Gendis melipat tangannya, menatap Desi penuh selidik. "Pilihan? Oke, jelasin. Terus, kamu kenapa mati? Apa kamu juga pingsan gara-gara begadang?"

Desi menunduk. "Aku meninggal... karena terluka parah. Suamiku meninggalkanku saat aku butuh dia. Dia lebih memilih menyelamatkan cinta pertamanya."

Gendis menatapnya dengan ekspresi tak percaya. "Hah? Jadi suami kamu nggak nolong kamu yang istrinya sendiri? Wah, kurang ajar banget itu cowok. Tunggu, jangan bilang kamu masih cinta sama dia?"

Desi hanya diam.

Gendis tertawa sinis. "Ah, serius?"

Desi tersenyum getir sedangkan Gendis mendecakkan lidah. "Oke, terus kenapa aku?"

Desi menatap Gendis penuh harap. "Aku butuh seseorang untuk melanjutkan apa yang aku tinggalkan. Aku tidak bisa membiarkan bayiku dibiarkan begitu saja. Aku ingin dia dikuburkan dengan layak."

Gendis menghela napas panjang, lalu duduk di atas rerumputan. "Oke, aku ngerti kamu butuh bantuan. Tapi apa yang aku dapat dari semua ini?"

Desi tersenyum kecil. "Kamu bisa melakukan apa saja dengan tubuhku. Kau bebas menjalani hidup seperti yang kau mau. Aku hanya meminta dua hal: jaga peninggalanku dan kuburkan bayiku dengan layak."

Gendis memiringkan kepalanya, berpikir sejenak. "Hmm... kayaknya seru juga. Tapi, aku nggak mau jadi kayak orang linglung. Kalau aku setuju, kamu harus kasih aku ingatan kamu. Mana bisa aku tiba-tiba bangun terus nggak tahu apa-apa."

Desi mengangguk. "Tentu saja. Aku akan memberimu semua yang kamu butuhkan."

Desi mendekat kearah Gendis, lalu menyentuh dahi Gendis dengan lembut. Tiba-tiba, kilasan ingatan Desi memenuhi kepala Gendis. Adegan demi adegan berlalu seperti film yang diputar cepat: Desi kecil, remaja, dewasa, hingga ia menikah, momen bahagianya bersama suaminya, kehamilannya, hingga kejadian di reruntuhan.

Gendis membuka matanya, wajahnya memerah karena marah. "Astaga! Suami kamu itu cowok paling brengsek yang pernah aku lihat!"

Ia bangkit berdiri, berjalan mondar-mandir sambil menggerutu. "Cinta pertama? Ngapain sih masih ngurusin cinta pertama? Udah punya istri kok masih peduli sama mantan. Aduh, bikin emosi banget!"

Desi tersenyum kecil melihat reaksi Gendis.

Gendis melanjutkan, "Kalau aku jadi kamu, aku bakal kasih pelajaran buat dia. Biar tahu rasa. Aku nggak ngerti kenapa kamu masih peduli sama dia."

Desi menunduk. "Karena aku mencintainya."

Gendis menghela napas panjang, menatap Desi dengan iba. "Kamu terlalu baik buat dunia ini, tahu nggak? Tapi tenang, aku bakal buat dia nyesel seumur hidup. Mulai sekarang, tubuhmu adalah milikku, dan aku akan menjalani hidup yang kamu tinggalkan."

Desi tersenyum. "Terima kasih, Gendis. Aku percaya padamu."

Terpopuler

Comments

Widhi_Wisesha

Widhi_Wisesha

kalau soal menguburkan bayi dg layak, tentunya Dokter Rina yg baik hati, dkk tentunya tak akan tinggal diam, bisa menangani masalah sekecil ini 🤔🤔

2025-03-27

0

Raufaya Raisa Putri

Raufaya Raisa Putri

hemm... pernah diposisi desy.yg mencintai seorang aj.mkny ak sedih bc cerita in karena mirip sm cerita hdp sendiri.merasa jd orang plg bodoh sedunia.

2025-02-02

0

⫷ TՏᑌᗰᗩ ⫸

⫷ TՏᑌᗰᗩ ⫸

so Gendhis meninggal karena begadang nonton Drakor ,
Desi meninggal dunia akibat tragedi
mereka bertukar jiwa ?

2025-03-11

1

lihat semua
Episodes
1 Reruntuhan Bangunan Vs Reruntuhan Hati
2 Operasi Darurat Yang Mencekam
3 Begadang Nonton Drama Korea
4 Harus Menerima dan Terus Berjalan
5 Bukan Sembarang Orang
6 Bukan untuk Nostalgia
7 Niat Menjual Rumah
8 Lupa Dengan Prioritas
9 Berbohong dan Ke Egoisan Bima
10 Mimpi dan Kenyataan
11 Mencari Keberadaan Desi
12 Plin Plan dan Tidak Berpendirian
13 Bermimpi Bertemu Brian Arfi
14 Pikiran yang Berkecamuk
15 Di Cuekin Emang Enak
16 Oh O.. Kamu Ketahuan..
17 Kemarahan dan Penyesalan
18 Trauma Butuh Ditemani Suami
19 Heboh Heboh Heboh
20 Ambil Saja Beserta Ampas nya
21 Bertemu Keluarga Benalu
22 Keluarga yang Menarik
23 Berbohong Demi Reputasi
24 Mau Jadi Anak Durhaka
25 Menikahlah Dengan Pilihan Mama
26 Sudah Selama Itu Ternyata
27 Cari Yang Lain Aja Sih
28 Jauh Jauh dari Hidupku
29 Hallo Tampan
30 Penyakit Langka
31 Penthouse Hunian Milik Desi
32 Bertemu Lagi...
33 Kekesalan Gabriel
34 Lelah Hati, Fikiran dan Fisik
35 Kedatangan Maya dan Abas
36 Mulai Rileks Bersama Mereka
37 Cerita Dalam Lift
38 Cerita Berlanjut....
39 Aku Punya Kejutan Istimewa
40 Bukan Na Hee Do
41 Kebohongan Terungkap
42 Kejutan Yang Tak Terduga
43 Kekecewaan Yang Besar
44 Senyuman Mahal Gabriel
45 Drama Asyik Di Pagi Hari
46 Kenyataan Pahit
47 Bebas.. Cheers
48 Sebenarnya Kau Siapa
49 Semua Salahmu Sendiri
50 Kenyataan Yang Menyakitkan
51 Tetangga Tampan
52 CEO Gadungan
53 Malas-Malasan Di Kantor
54 Bertemu Pelakor
55 Kedatangan Rendra
56 Cerita Desi Panjang x Lebar x Tinggi
57 Hidup Tak Seindah Yang di Bayangkan
58 Mulai Perhitungan
59 Ada Pertunjukan Hari Ini
60 Hukuman Untuk Pencuri Identitas
61 Akhir Dari Karyawan Nakal
62 Akhir Dari Maya Si Pelakor
63 Pacar Pura-Pura
64 Kabar Terbaru Ibu Bima
65 Penyesalan Yang Terlambat
66 Turut Berduka Cita
67 Aku Janda...
68 Selamat Datang di Kediaman Arsenio
69 Kapan Menikah?
70 Sebuah Panggilan Pagi
71 Keluhan Yang Tiada Henti
72 Curiga dan Mulai Gelisah
73 Siapa Pemilik Perusahaan
74 Saling Menyalahkan
75 Hancur Bersama
76 Keluarga Sat Set
77 Kejutan Untuk Desi
78 Dunia Ini Sempit
79 Mulai Posesif
80 Menikmati Momen Langka
81 Persiapan Menikah
82 Sah
83 Masakan Pertama Untuk Istri Tercinta
84 Benar-Benar Hancur
85 Acara Dansa
86 Waktu Berdua di Kamar
87 Gila, Jantungku Hampir Copot
88 Hallo Para Pembaca Setia
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Reruntuhan Bangunan Vs Reruntuhan Hati
2
Operasi Darurat Yang Mencekam
3
Begadang Nonton Drama Korea
4
Harus Menerima dan Terus Berjalan
5
Bukan Sembarang Orang
6
Bukan untuk Nostalgia
7
Niat Menjual Rumah
8
Lupa Dengan Prioritas
9
Berbohong dan Ke Egoisan Bima
10
Mimpi dan Kenyataan
11
Mencari Keberadaan Desi
12
Plin Plan dan Tidak Berpendirian
13
Bermimpi Bertemu Brian Arfi
14
Pikiran yang Berkecamuk
15
Di Cuekin Emang Enak
16
Oh O.. Kamu Ketahuan..
17
Kemarahan dan Penyesalan
18
Trauma Butuh Ditemani Suami
19
Heboh Heboh Heboh
20
Ambil Saja Beserta Ampas nya
21
Bertemu Keluarga Benalu
22
Keluarga yang Menarik
23
Berbohong Demi Reputasi
24
Mau Jadi Anak Durhaka
25
Menikahlah Dengan Pilihan Mama
26
Sudah Selama Itu Ternyata
27
Cari Yang Lain Aja Sih
28
Jauh Jauh dari Hidupku
29
Hallo Tampan
30
Penyakit Langka
31
Penthouse Hunian Milik Desi
32
Bertemu Lagi...
33
Kekesalan Gabriel
34
Lelah Hati, Fikiran dan Fisik
35
Kedatangan Maya dan Abas
36
Mulai Rileks Bersama Mereka
37
Cerita Dalam Lift
38
Cerita Berlanjut....
39
Aku Punya Kejutan Istimewa
40
Bukan Na Hee Do
41
Kebohongan Terungkap
42
Kejutan Yang Tak Terduga
43
Kekecewaan Yang Besar
44
Senyuman Mahal Gabriel
45
Drama Asyik Di Pagi Hari
46
Kenyataan Pahit
47
Bebas.. Cheers
48
Sebenarnya Kau Siapa
49
Semua Salahmu Sendiri
50
Kenyataan Yang Menyakitkan
51
Tetangga Tampan
52
CEO Gadungan
53
Malas-Malasan Di Kantor
54
Bertemu Pelakor
55
Kedatangan Rendra
56
Cerita Desi Panjang x Lebar x Tinggi
57
Hidup Tak Seindah Yang di Bayangkan
58
Mulai Perhitungan
59
Ada Pertunjukan Hari Ini
60
Hukuman Untuk Pencuri Identitas
61
Akhir Dari Karyawan Nakal
62
Akhir Dari Maya Si Pelakor
63
Pacar Pura-Pura
64
Kabar Terbaru Ibu Bima
65
Penyesalan Yang Terlambat
66
Turut Berduka Cita
67
Aku Janda...
68
Selamat Datang di Kediaman Arsenio
69
Kapan Menikah?
70
Sebuah Panggilan Pagi
71
Keluhan Yang Tiada Henti
72
Curiga dan Mulai Gelisah
73
Siapa Pemilik Perusahaan
74
Saling Menyalahkan
75
Hancur Bersama
76
Keluarga Sat Set
77
Kejutan Untuk Desi
78
Dunia Ini Sempit
79
Mulai Posesif
80
Menikmati Momen Langka
81
Persiapan Menikah
82
Sah
83
Masakan Pertama Untuk Istri Tercinta
84
Benar-Benar Hancur
85
Acara Dansa
86
Waktu Berdua di Kamar
87
Gila, Jantungku Hampir Copot
88
Hallo Para Pembaca Setia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!