Mencari Keberadaan Desi

Bima memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, matanya terpaku pada jalanan, namun pikirannya melayang-layang. Ia tidak tahu harus memulai dari mana, tetapi rasa bersalah dan kecemasan terus menghantuinya. Ketika melintasi sebuah mini market, perutnya yang kosong kembali mengingatkan bahwa ia belum makan apa pun sejak pagi.

Dengan berat hati, ia memutar setir dan memarkir mobilnya di depan toko kecil itu. Ia melangkah masuk dengan langkah gontai, memilih sepotong roti dan sebotol air minum. Tangannya gemetar ketika ia membawa barang belanjaan itu ke kasir.

Setelah selesai membayar, ia duduk di dalam mobilnya. Ia membuka bungkus roti dengan perlahan, menggigitnya dengan setengah hati, seolah tidak benar-benar menikmati makanannya. Di sela-sela kunyahannya, ia mengambil ponsel dan mencoba menelepon istrinya lagi.

"Ayo, sayang, angkatlah. Tolong angkat sekali saja. Aku mohon, aku perlu tahu kau baik-baik saja."

Nada sambung terus terdengar, tapi tetap tidak ada jawaban. Ia meletakkan ponselnya di jok penumpang dengan frustrasi. Setelah meneguk air minum untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokannya, ia menghembuskan napas panjang.

"Aku harus menemukannya. Aku tidak boleh menyerah sekarang."

Setelah menghabiskan makanannya, ia kembali menghidupkan mesin mobil dan meluncur ke rumah sakit terdekat dari lokasi kejadian.

Rumah Sakit Pertama, Bima memarkir mobilnya dengan tergesa-gesa. Ia masuk ke dalam lobi rumah sakit, mendekati meja resepsionis. Wajahnya kusut, matanya tampak bengkak, dan tubuhnya masih terlihat lemah.

"Permisi, saya ingin menanyakan tentang istri saya, yang bernama Desi Azzahra. Dia mungkin dibawa ke sini 4 hari lalu, saat ada kecelakaan reruntuhan di toko Doremi."

Petugas administrasi menatapnya sejenak, lalu membuka catatan komputer di depannya. "Nama Desi Azzahra? Maaf, Pak, saya tidak menemukan nama itu di daftar kami."

Bima mencoba mengendalikan suaranya yang mulai bergetar. "Tidak mungkin, coba cek lagi. Dia mungkin datang dengan kondisi pendarahan atau mungkin ada catatan lain. Tolong periksa lagi."

Petugas itu menggeleng pelan. "Saya sudah cek, Pak. Tidak ada nama itu di sini. Mungkin dia dibawa ke rumah sakit lain?"

Bima menelan ludah, dadanya terasa sesak. Ia memaksakan senyum kecil sebelum berterima kasih dan pergi.

"Tidak mungkin. Bagaimana bisa? Kalau bukan di sini, di mana lagi dia berada?"

Setelah Bima tak nampak lagi, sang resepsionis berkata dengan temannya, "Aneh sekali, sudah 4 hari kejadian itu kok baru mencari istrinya?"

"Kenapa dia tidak menelfon istrinya?" tanya temannya.

"Mungkin istrinya sudah malas dengan suami nya, lihat saja. 4 hari kalau istrinya memang mengalami kecelakaan, kenapa baru di cari. Kalau aku jadi istrinya mah, aku tinggalkan lelaki model beginian." ucap salah satu temannya yang lain.

"Memangnya kamu mau jadi istrinya?" tanya temannya yang tadi.

"Ogaaaaaah..." jawabnya.

Lalu mereka diam setelah tertawa pelan karena sang teman itu, dan mengerjakan tugas nya kembali.

Sementara Bima, meluncur ke rumah sakit lain, jaraknya sekitar lima kilometer dari yang pertama. Kali ini, ia langsung menuju meja informasi di dekat pintu masuk.

"Maaf, saya mencari istri saya, Desi Azzahra. Dia mungkin dirujuk ke sini 4 hari lalu setelah kecelakaan reruntuhan toko"

Petugas perempuan di balik meja itu memandangnya dengan penuh simpati. "Sebentar, Pak. Saya akan cek di data pasien kami."

Bima menunggu dengan gelisah, jari-jarinya mengetuk meja tanpa sadar. Petugas itu kembali menggeleng. "Maaf, Pak. Tidak ada nama Desi Azzahra di sini."

Bima mulai kehilangan kesabaran. "Tolong cek sekali lagi. Ini penting. Dia sedang hamil. Dia mengalami pendarahan. Pasti ada catatan."

Petugas itu tampak canggung, tetapi ia memeriksa ulang datanya. Setelah beberapa menit, ia menggeleng lagi. "Maaf, Pak. Kami benar-benar tidak memiliki catatan atas nama itu."

Bima menunduk lesu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia mengucapkan terima kasih dengan suara lirih sebelum berjalan keluar.

Sama seperti rumah sakit pertama, para petugas administrasi berbisik setelah Bima tak nampak lagi, mereka menyayangkan sikap pria itu yang baru mencari istrinya setelah 4 hari kejadian.

Setelah mengemudi selama setengah jam lagi, ia tiba di rumah sakit ketiga. Tubuhnya semakin lelah, tetapi ia memaksakan diri untuk melangkah masuk.

Saat berbicara dengan petugas administrasi, ia mengulang pertanyaan yang sama. Namun, jawaban yang diterima kembali mengecewakan.

Saat itu, seorang perawat yang sedang melewati meja administrasi menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Bima.

"Maaf, saya mendengar Anda mencari istri Anda, Desi Azzahra. Anda mengatakan dia mengalami pendarahan hebat saat kejadian itu?"

Bima langsung mengalihkan perhatiannya ke perawat tersebut. "Iya, iya, betul. Anda tahu sesuatu tentang dia? Tolong, beritahu saya."

Perawat itu tampak berpikir sejenak. "Kalau tidak salah ingat, memang ada seorang ibu hamil yang mengalami pendarahan hebat akibat kecelakaan reruntuhan beberapa hari lalu. Tapi dia tidak dirawat di sini. Kami langsung merujuknya ke rumah sakit yang lebih besar, karena di sini fasilitasnya tidak memadai."

Bima merasakan tubuhnya melemas seketika. Pendarahan hebat? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana dengan bayinya? Dia hamil anak saya. Apa Anda tahu rumah sakit mana yang menerimanya?

Perawat itu mengerutkan kening, mencoba mengingat. "Saya tidak ingat detailnya, Pak. Tapi kalau tidak salah, Beliau dibawa ke RSUD Lembayung"

"RSUD Lembayung? Apakah Anda yakin? tolong pastikan, saya benar-benar perlu tahu."

Perawat itu mengangguk pelan. "Kemungkinan besar begitu, Pak. Tapi Anda sebaiknya mengecek langsung ke sana untuk memastikan."

Bima merasakan kakinya goyah, tetapi ia memaksakan dirinya untuk berdiri tegak. Terima kasih, terima kasih banyak atas informasinya.

Ia membungkuk sedikit sebelum bergegas keluar.

Di dalam mobil, tangannya gemetar ketika ia menggenggam setir. Kata-kata "pendarahan hebat" terus berputar di pikirannya.

"Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan? Bagaimana kalau sesuatu terjadi pada Desi atau anakku? Aku tidak bisa membayangkan kehilangan mereka. Semua ini salahku. Aku yang meninggalkan dia. Aku yang tidak menjawab panggilannya. Aku yang gagal menjadi suami yang baik."

Air mata menggenang di matanya, tapi ia menahannya. Ia tidak punya waktu untuk tenggelam dalam rasa bersalah sekarang. Ia harus segera menuju rumah sakit yang disebutkan perawat tadi.

Aku harus menemukannya. Aku harus memastikan dia baik-baik saja. Kumohon, Tuhan, jangan biarkan sesuatu yang buruk terjadi.

Dengan tekad yang mulai goyah, ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju ke RSUD Lembayung, berharap itu adalah tempat di mana ia akan menemukan istri dan calon anak mereka.

Di RSUD Lembayung, Bima turun dari mobil dengan langkah tergesa, jantungnya berdebar kencang. Ia langsung menuju meja resepsionis, wajahnya menunjukkan kombinasi antara harapan dan kecemasan.

"Permisi, saya mencari istri saya, Desi Azzahra. Dia dirujuk ke rumah sakit ini empat hari lalu karena kecelakaan reruntuhan. Apakah dia dirawat di sini?"

Petugas resepsionis yang tampak sibuk mengetik di komputer di depannya, berhenti sejenak dan menatap Bima dengan perhatian. "Mohon tunggu sebentar, Pak. Saya akan cek di data pasien kami."

Bima mengangguk, tangan di sakunya mengepal erat, jantungnya berdebar kencang. Ia merasa setiap detik berjalan lambat. Bima bahkan menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa gelisah yang semakin menguasai dirinya.

Setelah beberapa saat, petugas itu akhirnya mengangguk. "Betul, Pak. Nama Desi Azzahra tercatat dirawat di sini empat hari yang lalu. Beliau datang dengan kondisi pendarahan hebat."

Mendengar itu, Bima tersenyum lebar. Rasa lega memenuhi dadanya. "Akhirnya, aku menemukannya," gumamnya dalam hati.

"Alhamdulillah, dia ada di sini! Terima kasih, Tuhan. Bagaimana kondisinya? Di ruangan mana dia sekarang? Saya ingin bertemu dengannya."

Namun senyum itu langsung memudar ketika petugas melanjutkan ucapannya, dan mengalahkan pertanyaannya, "Tapi, maaf, Pak. Istri Anda sudah diizinkan pulang beberapa jam yang lalu."

Bima terdiam sejenak. "Pulang? Istri saya sudah pulang? Dia baik-baik saja, kan? Kandungannya juga sehat, kan?"

Petugas itu tampak bingung sejenak, lalu menjawab, "Maaf, Pak. Saya tidak memiliki detail kondisi medisnya. Tapi kalau sudah diizinkan pulang, biasanya kondisi pasien sudah stabil."

Bima mengangguk cepat, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Baik. Terima kasih, ya.

Ia berbalik dan melangkah keluar.

"Pasti dia baik-baik saja. Kalau sudah boleh pulang, berarti semuanya aman, kan? Aku harus segera pulang untuk memastikan istriku ada di rumah."

Ia melangkah keluar dari rumah sakit dengan pikiran yang bercampur aduk.

Di dalam mobil, ia menyalakan mesin dan mulai melajukan kendaraannya menuju rumah. Namun, tidak lama kemudian, ponselnya berdering. Ia melirik layar dan melihat nama Maya tertera di sana.

"Maya? Ada apa?" tanyanya langsung setelah menjawab panggilan itu.

Suara Maya terdengar tergesa dan penuh emosi. "Mas Bima, tolong ke sini, ya. Abas nangis terus dari tadi. Dia nggak mau berhenti sampai Mas datang."

Bima memejamkan matanya, mencoba meredakan kekacauan di kepalanya. "Maya, aku sedang sibuk. Aku sedang mencari istriku, dan aku mendapatkan kabar jika istriku baru pulang. Aku harus memastikan istriku ada di rumah."

Tapi Maya tidak menyerah. "Mas, aku ngerti, tapi Abas benar-benar nyariin Mas. Dia terus manggil-manggil nama Mas sambil nangis kejer. Aku nggak tahu harus gimana lagi."

Bima mengusap wajahnya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya masih memegang setir. "Maya, aku benar-benar sibuk sekarang. Tapi... baiklah, aku akan sempatkan waktu nanti. Aku nggak bisa langsung ke sana sekarang. Coba tenangkan Abas dulu, ya."

Maya terdengar ragu. "Mas, kalau Abas terus kayak gini, aku nggak tahu harus gimana."

Bima menggigit bibirnya, hatinya seperti diiris. "Oke, Maya. Aku akan ke sana nanti. Tapi tolong tenangkan dia dulu sebisa mungkin, ya. Jangan khawatir."

Maya terisak di telepon. "Mas, kalau nggak sekarang, Abas bakal makin sakit karena terus nangis. Dia nggak makan, nggak minum. Dia cuma pengen Mas."

Bima mencengkeram setirnya, matanya memandang kosong ke jalan di depan. "Maya, aku nggak janji, tapi aku akan usahakan. Tolong tenangkan Abas dulu, ya. Katakan kalau aku akan ke sana nanti."

Maya menghela napas panjang. "Ya udah, Mas. Aku coba tenangin dia. Tapi jangan lama-lama, ya."

Telepon terputus, dan Bima membanting ponselnya ke jok penumpang. Ia menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Tuhan, apa ini hukumanku? Aku ingin melakukan yang benar, tapi semuanya terasa salah.

Ia menarik napas panjang, mengusap wajahnya. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah dulu, berharap Desi benar-benar ada di sana. Namun, di sudut pikirannya, suara tangisan Abas terus terngiang-ngiang, membuat langkahnya terasa semakin berat.

"Desi, aku mohon, tolong jangan pergi jauh. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku telah mengecewakanmu. Tapi beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku harus melihatmu. Aku harus memastikan kau dan anak kita baik-baik saja."

"Dan Abas… anak itu tidak bersalah. Aku tahu dia sangat merindukanku. Tapi aku tidak bisa terus berada di dua tempat sekaligus. Tuhan, beri aku petunjuk. Apa yang harus aku lakukan?"

Dengan rasa bersalah yang terus menggerogoti hatinya, Bima melajukan mobilnya, berharap ia membuat keputusan yang tepat sebelum semuanya terlambat.

Terpopuler

Comments

Iis Watiningsih

Iis Watiningsih

Tor sebenarnya Abas itu anak siapa sih kok maya memaksakan Bim?!

2025-03-28

0

Hanaby 💕

Hanaby 💕

Desi tinggalkan Gambar arwah anaknya dirumah biar tu tau c Bima suami kurang ajar selingkuh .. Maya jadi selamat ini anaknya menangis buat mcm mana ????

2025-01-18

0

Nadira ST

Nadira ST

sumpah ya thor ini si bima jadi laki letoy,dikibulin Maya aja percaya,buang aja si bimanya ganti yang CEO psicopt bucin sama Desi aja

2025-01-18

0

lihat semua
Episodes
1 Reruntuhan Bangunan Vs Reruntuhan Hati
2 Operasi Darurat Yang Mencekam
3 Begadang Nonton Drama Korea
4 Harus Menerima dan Terus Berjalan
5 Bukan Sembarang Orang
6 Bukan untuk Nostalgia
7 Niat Menjual Rumah
8 Lupa Dengan Prioritas
9 Berbohong dan Ke Egoisan Bima
10 Mimpi dan Kenyataan
11 Mencari Keberadaan Desi
12 Plin Plan dan Tidak Berpendirian
13 Bermimpi Bertemu Brian Arfi
14 Pikiran yang Berkecamuk
15 Di Cuekin Emang Enak
16 Oh O.. Kamu Ketahuan..
17 Kemarahan dan Penyesalan
18 Trauma Butuh Ditemani Suami
19 Heboh Heboh Heboh
20 Ambil Saja Beserta Ampas nya
21 Bertemu Keluarga Benalu
22 Keluarga yang Menarik
23 Berbohong Demi Reputasi
24 Mau Jadi Anak Durhaka
25 Menikahlah Dengan Pilihan Mama
26 Sudah Selama Itu Ternyata
27 Cari Yang Lain Aja Sih
28 Jauh Jauh dari Hidupku
29 Hallo Tampan
30 Penyakit Langka
31 Penthouse Hunian Milik Desi
32 Bertemu Lagi...
33 Kekesalan Gabriel
34 Lelah Hati, Fikiran dan Fisik
35 Kedatangan Maya dan Abas
36 Mulai Rileks Bersama Mereka
37 Cerita Dalam Lift
38 Cerita Berlanjut....
39 Aku Punya Kejutan Istimewa
40 Bukan Na Hee Do
41 Kebohongan Terungkap
42 Kejutan Yang Tak Terduga
43 Kekecewaan Yang Besar
44 Senyuman Mahal Gabriel
45 Drama Asyik Di Pagi Hari
46 Kenyataan Pahit
47 Bebas.. Cheers
48 Sebenarnya Kau Siapa
49 Semua Salahmu Sendiri
50 Kenyataan Yang Menyakitkan
51 Tetangga Tampan
52 CEO Gadungan
53 Malas-Malasan Di Kantor
54 Bertemu Pelakor
55 Kedatangan Rendra
56 Cerita Desi Panjang x Lebar x Tinggi
57 Hidup Tak Seindah Yang di Bayangkan
58 Mulai Perhitungan
59 Ada Pertunjukan Hari Ini
60 Hukuman Untuk Pencuri Identitas
61 Akhir Dari Karyawan Nakal
62 Akhir Dari Maya Si Pelakor
63 Pacar Pura-Pura
64 Kabar Terbaru Ibu Bima
65 Penyesalan Yang Terlambat
66 Turut Berduka Cita
67 Aku Janda...
68 Selamat Datang di Kediaman Arsenio
69 Kapan Menikah?
70 Sebuah Panggilan Pagi
71 Keluhan Yang Tiada Henti
72 Curiga dan Mulai Gelisah
73 Siapa Pemilik Perusahaan
74 Saling Menyalahkan
75 Hancur Bersama
76 Keluarga Sat Set
77 Kejutan Untuk Desi
78 Dunia Ini Sempit
79 Mulai Posesif
80 Menikmati Momen Langka
81 Persiapan Menikah
82 Sah
83 Masakan Pertama Untuk Istri Tercinta
84 Benar-Benar Hancur
85 Acara Dansa
86 Waktu Berdua di Kamar
87 Gila, Jantungku Hampir Copot
88 Hallo Para Pembaca Setia
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Reruntuhan Bangunan Vs Reruntuhan Hati
2
Operasi Darurat Yang Mencekam
3
Begadang Nonton Drama Korea
4
Harus Menerima dan Terus Berjalan
5
Bukan Sembarang Orang
6
Bukan untuk Nostalgia
7
Niat Menjual Rumah
8
Lupa Dengan Prioritas
9
Berbohong dan Ke Egoisan Bima
10
Mimpi dan Kenyataan
11
Mencari Keberadaan Desi
12
Plin Plan dan Tidak Berpendirian
13
Bermimpi Bertemu Brian Arfi
14
Pikiran yang Berkecamuk
15
Di Cuekin Emang Enak
16
Oh O.. Kamu Ketahuan..
17
Kemarahan dan Penyesalan
18
Trauma Butuh Ditemani Suami
19
Heboh Heboh Heboh
20
Ambil Saja Beserta Ampas nya
21
Bertemu Keluarga Benalu
22
Keluarga yang Menarik
23
Berbohong Demi Reputasi
24
Mau Jadi Anak Durhaka
25
Menikahlah Dengan Pilihan Mama
26
Sudah Selama Itu Ternyata
27
Cari Yang Lain Aja Sih
28
Jauh Jauh dari Hidupku
29
Hallo Tampan
30
Penyakit Langka
31
Penthouse Hunian Milik Desi
32
Bertemu Lagi...
33
Kekesalan Gabriel
34
Lelah Hati, Fikiran dan Fisik
35
Kedatangan Maya dan Abas
36
Mulai Rileks Bersama Mereka
37
Cerita Dalam Lift
38
Cerita Berlanjut....
39
Aku Punya Kejutan Istimewa
40
Bukan Na Hee Do
41
Kebohongan Terungkap
42
Kejutan Yang Tak Terduga
43
Kekecewaan Yang Besar
44
Senyuman Mahal Gabriel
45
Drama Asyik Di Pagi Hari
46
Kenyataan Pahit
47
Bebas.. Cheers
48
Sebenarnya Kau Siapa
49
Semua Salahmu Sendiri
50
Kenyataan Yang Menyakitkan
51
Tetangga Tampan
52
CEO Gadungan
53
Malas-Malasan Di Kantor
54
Bertemu Pelakor
55
Kedatangan Rendra
56
Cerita Desi Panjang x Lebar x Tinggi
57
Hidup Tak Seindah Yang di Bayangkan
58
Mulai Perhitungan
59
Ada Pertunjukan Hari Ini
60
Hukuman Untuk Pencuri Identitas
61
Akhir Dari Karyawan Nakal
62
Akhir Dari Maya Si Pelakor
63
Pacar Pura-Pura
64
Kabar Terbaru Ibu Bima
65
Penyesalan Yang Terlambat
66
Turut Berduka Cita
67
Aku Janda...
68
Selamat Datang di Kediaman Arsenio
69
Kapan Menikah?
70
Sebuah Panggilan Pagi
71
Keluhan Yang Tiada Henti
72
Curiga dan Mulai Gelisah
73
Siapa Pemilik Perusahaan
74
Saling Menyalahkan
75
Hancur Bersama
76
Keluarga Sat Set
77
Kejutan Untuk Desi
78
Dunia Ini Sempit
79
Mulai Posesif
80
Menikmati Momen Langka
81
Persiapan Menikah
82
Sah
83
Masakan Pertama Untuk Istri Tercinta
84
Benar-Benar Hancur
85
Acara Dansa
86
Waktu Berdua di Kamar
87
Gila, Jantungku Hampir Copot
88
Hallo Para Pembaca Setia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!