Sejam kemudian.
Litania telah siap dengan gaun merah selutut yang membalut tubuh. Gaun berkerah V tanpa lengan, begitu indah dan pas di tubuhnya yang tinggi. Tak lupa pula jepitan berwarna silver bertengger di rambutnya yang hitam pekat.
Duh, manisnya aku, pantes aja jadi rebutan. Nyengir kuda, Litania yang berdiri di depan cermin kembali membetulkan poni yang menggembung. "Oke. Biasanya kalo di film-film, habis makan pasti dikasih kejutan. Hm, kira-kira apa, ya yang bakalan dia kasih ke aku? Mungkinkah perhiasan? Atau surat warisan?"
Litania kembali tersenyum konyol setelah membayangkan kejutan apa yang akan Chandra tunjukkan dan reaksi apa yang harus ia berikan.
Suara ketukan terdengar, Litania menoleh dan telah mendapati suaminya tengah berdiri di ambang pintu dengan tuxedo berwarna hitam. "Udah selesai? Kalo sudah, ayo keluar."
Masih dengan senyum terkembang, Litania hampiri Chandra dengan mata yang jelas terpesona. Memperhatikan dengan intens betapa berwibawa dan berkharisma suaminya itu.
Tua-tua kelapa, makin tua makin banyak santannya. Nah, dia ini kelapa. Makin tua makin tampan aja. Litania membatin seraya menghampiri pria itu dan langsung mengalungkan lengan.
"Tumben?" celetuk Chandra, bingung.
Litania berdecak sebal. "Jangan kebanyakan protes, deh. Mau aku gebukin?" Memandang dengan berani, sipitan matanya tajam, tapi tak lama senyuman pun terkembang hanya dalam hitungan detik. "Ngomong-ngomong kita mau makan malam di mana?" tanyanya manja.
"Enggak ke mana-mana, kok."
"Lah, kok?" Menghentikan langkah, Litania menatap penuh tanya pada suaminya itu. "Katanya tadi mau makan malam."
"Iya, makan malam. Tapi kan gak bilang di luar rumah juga"
Sialan, dia ngerjain aku. Memanyunkan bibir, Litania jelas kecewa. Ternyata makan malam romantis yang ada di hayalan tak menjadi kenyataan. "Lalu makan di mana?" tanyanya ketus.
Tersenyum, Chandra gemas melihat ekspresi Litania yang sedang merajuk. "Ayo, sini. Ikut." Chandra tarik pergelangan tangan Litania. Menuntunnya menuju balkon.
Ternganga, lagi-lagi sosok Chandra mampu membuat Litania tak bisa berkata. Sebuah meja makan serta isinya telah tersaji di sana. Makan malam lengkap dengan lilin dan anggur merah. Sementara hidangan, tak kalah mewah dengan meja makan restoran berbintang lima. Dari makanan ke barat-baratan hingga Asia. Buktinya ada sushi di samping steak dan spagetti. Belum lagi beraneka buah segar yang jelas menggugah selera.
Indah. Hanya kata itu yang bergelayut di pikiran gadis itu. Apalagi cakrawala telah berubah jingga. Sunset sore menjadi pemanis sikap sweet Chandra. Ya ampun, ini romantis banget, batinnya
"Kok diem. Makanannya mau dipelototi aja? Gak bakalan kenyang, loh." Chandra dorong tubuh kaku Litania, menarik kursi dan mempersilakan wanita kecilnya itu untuk duduk. "Gimana, bagus, 'kan?"
Mengangguk, hanya itu respon tercepat Litania. Hatinya serasa meleleh melihat perlakuan Chandra. Begitu berbeda kala pertama jumpa. "Abang the best," ucap Litania seraya menunjukkan dua jempol tangannya.
"Ya udah. Ayo makan."
"Emb, ngomong-ngomong-ngomong, kapan Abang nyiapain semuanya?" tanya Litania yang tak bisa menyembunyikan rasa penasaran. Hanya dalam waktu sejam, suaminya itu telah menyulap balkon bak restoran berbintang.
Tersenyum, Chandra hanya merespon dengan ulasan bibir. Semua sudah diatur sejak dalam pesawat menuju Bali. Tekadnya bulat ingin mengambil hati gadis itu. Ia bahkan rela merogoh uang banyak. Berharap Litania respect padanya.
"Udah, jangan banyak tanya. Ayo makan."
Mereka pun makan dengan semestinya. Tak ada perdebatan atau pembicaraan serius. Keduanya sama-sama menikmati steak dan beberapa menu lain dengan penuh rasa bahagia.
Sepuluh menit berlalu. Chandra telah selesai makan dan tengah menikmati anggur merah dalam gelas gemuk berkaki panjang yang ada di tangan. Tatapannya hanya terfokus pada Litania. Terkagum akan wajah ayu gadis itu.
Berdeham, Chandra buyarkan lamunan Litania yang tengah menatap langit sore. "Litan, ini ada hadiah untuk kamu."
Oh God. Litania kembali tersenyum. Ternyata prediksinya tak meleset. Ada kejutan di balik makan malam romantis itu.
Chandra dorong sebuah kotak merah muda dengan pita kuning di atasnya. "Ini hadiah. Aku harap kamu suka. Jangan dilihat dari harganya."
Antusias, Litania mengagguk cepat, ia buka kotak itu. "Ini ...."
Membelakak. Mata Litania membulat. Ia keluarkan isi dari kotak itu dan memegangnya kuat. Speechless.
"Novel? Bang Chandra ngasih aku novel?" Litania tambah bingung. Ia bolak balik buku bersampul putih yang ada di tangan.
"Iya, itu khusus buat kamu. Istimewa. Judulnya Istri Idaman. Isinya bagus, loh. Kamu bisa belajar dari sana. Isinya tentang peran istri, dari mengatur keuangan, komunikasi, kepercayaan, pengorbanan, kunci kebahagiaan, malam pertama, sama membahagiakan suami."
"M-malam pertama? Membahagiakan suami?" Litania tergugu, yang tertangkap indra pendengarannya adalah kata terakhir Chandra. Sebuah kalimat yang membuat bulu kuduknya langsung melebar. Malam pertama? Yang bener aja, batinnya kesal.
"Gak ah. Aku gak mau baca."
"Kenapa?"
Memanyunkan bibir, Litania kecewa isinya tak sesuai ekspektasi. "Di mana-mana kalo ngasih hadiah itu yang mewah, yang indah, yang bisa buat si penerima hadiah itu ngerasa bahagia."
"Contohnya?" Chandra menatap serius Litania. Ia goyang gelas kaca yang ada di tangan kemudian mengesap isinya. "Emang hadiah apa yang kamu mau?"
"Ya, kayak di film-film. Perhiasan atau paling enggak bunga. Yang romantis dikitlah. Ini kok aneh. Masa aku dikasih novel," sungutnya.
Tersenyum, Chandra letak gelas yang ada di tangan, menatap wajah merajuk Litania dengan gemasnya. "Kalo kamu udah bisa nerapin semua poin di buku itu, aku janji, jangankan perhiasan, seluruh aset yang aku punya bakalan aku kasih. Bahkan mati pun aku rela."
Berdecak, Litania lemparkan tisu hingga menyentuh wajah Chandra. "Gombalan Abang receh tau gak. Pantesan gak laku."
"O ho!" Chandra memberatkan suara. Memasang wajah galak hingga orang yang melontarkan ejekan menjadi pucat. "Berani ngejek suami kamu, ya."
"Eh, enggak ... enggak." Litania gelagapan. Bingung dengan situasi yang ada. Apalagi Chandra telah beranjak dari kursi dan menghampirinya. "A-abang mau ngapain?"
Litania berdiri dengan muka yang jelas tak berona. Takut pada tatapan Chandra yang memindai seluruh area wajah.
"Jangan macem-macem. Mau aku tonjok?" Litania berujar seraya memundurkan kaki. Kengerian langsung menyelimuti pikiran.
Sementara Chandra, pria itu dengan berani melangkah maju dan menindih tubuh Litania yang sudah terpojok di pembatas balkon. "Aku cuma mau minta hak sebagai suami," bisiknya. Ia rengkuh pinggang Litania hingga benar-benar tak ada jarak yang tersisa. Bahkan embusan napas keduanya saling bertabrakan. Memberikan senyar aneh sekaligus kegugupan yang benar-benar tak bisa Litania lawan.
"Hak apa?" Litania pura-pura tak tau. Ia dorong kuat dada bidang Chandra dengan tenaga yang tak seberapa. "Jangan macem-macem, loh. Aku belum siap hamil."
Tergelak, Chandra tertawa terbahak setelah mendengar jawaban polos Litania. Ia tatap wajah merah gadis itu dengan mata yang masih menahan gejolak. Tubuh sintal Litania dan bibir ranumnya begitu menggoda. Selalu sukses membuat sesuatu yang ada di dalam celana jumpalitan dan sesak setiap mereka berdekatan.
"Ketawa. Ketawa aja terus. Aku serius, loh. Aku gak mau hamil."
Menghentikan tawa, Chandra kembali mengeratkan dekapan. "Aku gak bakalan bikin kamu hamil, kok. Aku cuma mau ini."
Pergerakan yang sungguh cepat. Litania bahkan tak dapat mengelak. Bibir tebal Chandra telah mendarat tepat di bibirnya. Menikmati dan mengesap dengan deruan napas memburu. Menikmati sisa anggur yang tersisa di bibir ranum gadisnya itu. "Kalo cuma gini gak bakalan hamil," ucap Chandra setelah melepaskan pagutan.
Tersenyum kikuk. Litania terhipnotis oleh manik coklat Chandra yang seteduh samudra. Tatapan yang seakan memanggilnya untuk menyelam lebih jauh.
"Kalo cuma itu sih gak apa-apa." Litania tersenyum. Ia dekatkan wajahnya dan berbalik melahap bibir tebal Chandra. Bermain kaku karena dirinya belum berpengalaman.
Sementara Chandra, tak mungkin membiarkan kesempatan langka itu berlalu. Ia raup habis sisi mulut Litania. Menikmati seraya melilit. Embusan napas yang memburu seakan menjadi irama syahdu atas pagutan itu hingga suara nyaring seseorang dari bawah balkon menghentikan aktivitas mereka.
"Den, ada yang nyari!"
***
Bagi yang mau disayang suami. Bisa po buku Istri Idaman karya temen saya. Hehe promo dikit gak pa-pa kan ya. Bukunya bagus. Diksinya ok. Bergenre romance fantasi. Bagi yang minat bisa PC saya.
makasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Bee mi amore
hadeihhh...interupsi melulu..
2021-08-15
0
Anie Jung
yaa pengganggu datang😩😩
2021-06-14
1
Mardi Anah
waduh siapa lagi pengganggunya
2021-06-14
1