Matahari telah menunjukkan sinarnya. Menerangi hamparan pasir putih yang membentang begitu panjang. Suara deburan ombak pun tak kalah heboh. Seakan memanggil siapa saja untuk bersenang-senang. Namun sayang, sepasang mata yang menyaksikan kebahagiaan banyak manusia di tepi pantai sama sekali bergeming. Tak berniat untuk menjemput tawa. Hanya terdengar helaan napas panjang dan kerutan di dahi yang melekat di paras cantiknya.
Apes banget, sih. Udah ngimpiin Babang Siwon malah gak jadi ketemu. Ini gegara pak tua itu. Ngapain juga dia ngajak ke Bali. Aku 'kan mau ketemu Bang Siwon. Ke Bali 'kan bisa kapan-kapan.
Lagi, helaan napas panjang yang keluar dari bibir Litania. Mengingat betapa keras paksaan Chandra agar dirinya mau ikutan berlibur. "Ck! Dasar, awas aja kalo berani macem-macem sama aku." Litania bersidekap dada lalu kemudian melanjutkan kata, "Mau bulan madu? Nanti aku kirim kamu ke bulan. Bila perlu ke surga sekalian," gumamnya, geram.
Tanpa Litania sadari, sosok pria yang sedang dirutuknya tengah mendekat. Tersenyum lebar dengan nampan di tangan. "Kamu gak mau turun? Di bawah sana rame, loh. Orang-orang kayaknya seneng banget. Kamu gak mau ikutan?"
Terlonjak, Litania menoleh arah asal suara. Matanya pun mendadak berputar malas ketika mendapati siapa sosok yang membuyarkan lamunannya.
Ck! Apaan, sih. Ngagetin aja. Gadis berkucir kuda itu masih kesal hingga untuk menyahut saja terasa enggan.
Namun berbeda halnya dengan Chandra. Senyumnya begitu lebar mendapati wajah cemberut Litania. "Masih marah?" tanyanya pura-pura tidak tau.
Kacau, kekesalan Litania makin membuncah. Chandra dengan tak tau malunya membalas kemarahan dengan senyuman. "Ngapain ke sini? Pergi sana, jangan ganggu."
"Galak amat. Udah dong marahnya," ucap Chandra seraya mengeluarkan isi nampan yang berisi roti isi dan semangkuk salad buah. Tak lupa pula segelas air putih ia susun di atas meja. "Makan, ya. Semalam kamu cuma makan dikit, loh."
Sial, makin hari makin sok manis aja. Kamu kaya gini malah bikin aku kesal tau gak. Batin Litania kembali meradang. Ia palingkan wajah ke arah pantai. Sengaja, tak mau melihat wajah Chandra yang terlihat makin menyebalkan.
"Bodo amat, aku gak bisa dirayu dengan sarapan. Aku bukan perempuan murahan yang dikasi sarapan langsung senang." Litania berujar makin kurang ajar.
Aneh, kekurangajaran Litania tak lantas membuat Chandra marah. Pria berkaos putih itu makin ingin menggoda. Ia menunduk, mensejajarkan kepala mereka dan mencari arah mana mata Litania tertuju. "Kalo lagi galak gini kamu makin cantik, loh. Bikin gemas," bisiknya dari arah belakang.
Bluss. Entah angin apa yang menerpa hingga wajah Litania berubah dengan cepatnya. Ia gugup, mata pun bergerak liar. Belum lagi debaran di dada yang mendadak menggila. Menyisakan kegugupan hakiki pada diri gadis itu.
Sementara Chandra, lagi-lagi tersenyum gemas dan tanpa ragu mencubit pipi gadis yang tengah salah tingkah itu. "Nah, 'kan. Kamu makin lucu kalo begini. Udah ya marahnya. Kamu gak capek apa. Kita tidurnya cuma sebentar, loh. Jadi sekarang mending kita lanjutin tidurnya. Atau ...." Chandra menggantung ucapan.
"Apa?" Litania memasang wajah galak. Rasa aneh yang sempat menjalar, ia usir jauh-jauh. Tak ingin menjadi korban perasaan.
"Atau kalau kamu mau ... kita bisa langsung ke pusat misi. Misi selesai, kita bisa pulang."
"Misi?" Litania mengulang kata. Bingung hingga tampaklah lipatan halus di dahinya. "Misi apaan?"
"Bikin debayi."
What the hell. Jantung Litania mendadak serasa berhenti berdetak. Namun sebisa mungkin ia raih kembali kesadarannya itu. "Ih, apaan, sih." Beranjak dari kursi santai balkon hotel, Litania langsung berlari meninggalkan Chandra yang tersenyum jenaka.
"Litan ... Litan. Akan aku buat kamu luluh malam ini."
Tersengal-sengal, Litania berhenti sekedar menarik napas. Setelah mendengar perkataan Chandra, dirinya pun langsung mengambil langkah kaki seribu. Takut kalau suami mesumnya itu benar-benar akan memakannya.
"Dasar kampret mesum. Bisa-bisanya dia ngomong vulgar begitu. Katanya gak suka anak kecil. Tapi aku mau diperawanin juga. Plin-plan banget sih jadi laki," gumamnya pelan. Ia lihat kanan kiri dan belakang. Bersyukur Chandra tak mengikutinya.
Setelah menetralkan napas yang terputus, Litania kembali melanjutkan langkah. Menyusuri lorong hotel dengan ayunan kaki santai. Menikmati setiap dekorasi gedung yang lumayan memanjakan mata, warna hitam dan emas mendominasi. Belum lagi lampu kristal jingga membentuk api yang ada di atas kepala lobi hotel. Sungguh, Litania tak henti berdecak. Ia takjub akan dekorasi di W Resort Bali, Seminyak. Tempatnya berdiri dan menginap. Hotel bintang lima yang menghadap langsung ke arah pantai Petitenget, Bali.
Tak hanya itu. Setelah keluar lobi hotel, matanya kembali disuguhkan dengan pemandangan kolam renang besar dengan air biru di dalamnya. Ia tersenyum sekilas, kemudian kembali melanjutkan ayunan kaki. Hingga tibalah di sebuah jalanan yang diapit oleh tanaman bambu yang melengkung hingga atas. Menyerupai lorong. Sungguh asri, gadis beriris hitam itu bahkan lupa dengan kemarahannya. Dan dengan senyum terkembang ia rogoh kocek celana, mengambil ponsel untuk berswafoto. "Sayang kalo gak diabadikan."
Dari pipi menggembung, memonyongkan bibir, tangan membentuk huruf V, hingga senyum kuda. Ia jepret semua gaya absurdnya dan mengabadikan semua keindahan alam yang ada di sekitar.
"Oke, aku post di Instagram, biar yang lain iri." Tersenyum licik, Litania tanpa ragu mengirim semua foto dalam akun media sosialnya itu. Akun yang selalu menjadi penampung dan pengingat sejarah dirinya semenjak duduk di bangku SMP.
Send. Lima belas foto terkirim. Senyum manis Litania kembali terukir. Ia pun kembali melangkah, tapi sayang, baru beberapa detik melangkah gawai hitamnya bergetar. Tampak sebuah pesan masuk dari orang yang tak disukainya.
Si Tua Nyebelin. [Di mana?]
Berdecak malas, Litania membalas pesan itu dengan mengirim salah satu gambar yang tadi ia abadikan dalam ponselnya.
Kembali melangkahkan kaki, netra gadis itu masih betah menyusuri jalanan hingga matanya tak sengaja melihat sebuah mobil Carry silver mendekat. Mobil yang dikiranya hanya milik salah satu pengunjung. Namun aneh, mobil itu berhenti tepat di depan Litania. Pintu bergeser dan sebuah tangan menariknya dengan paksa. Litania sempat melawan, dan beruntung cekalan kuat tangan itu terlepas. Litania dengan cepat menjauh. Ketakutan mendominasi pikiran. Dirinya bahkan lupa kalau bisa bela diri.
Namun percuma, tenaga dan kaki lebar para pengejar tak sebanding dengannya. Dan dalam beberapa detik tarik-menarik kembali terjadi. Litani beronta, berteriak nyaring meminta tolong. Tapi sayang, tak ada satupun kedaraan yang lewat—seperti telah terencana sebelumnya.
Dalam sekejap, dirinya telah berada dalam mobil dengan diapit oleh dua orang pria besar bertopeng hitam. Mirip penculik prefosional. Jaket kulit dan bertubuh tambun. Sungguh, Litania ketakutan. "Lepasin! Siapa kalian!"
Tak ada yang menyahut, hanya tawa dari empat orang di sana yang terdengar menggelegar, memenuhi sudut mobil itu. "Sialan, siapa kalian! Lepasin gak!"
"Ah, berisik!" Seorang pria di sebelah kiri berucap kesal kemudian membekap mulut dan hidung Litania.
Buram, pandangan mata Litania mulai tak fokus. Tak lama, netranya tak dapat menangkap cahaya apapun. Indra pendengaran pun seakan senada dengan penglihatan. Dari samar hingga tak terdengar. Ia tak sadarkan diri di tengah tawa puas empat orang di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Airin Aurora
kapok km litania terlalu bar" sm suami sendiri koq d gituin
2023-03-04
0
Dewara Rahetmanahna
mungkin orang yang di pukulin waktu di club
2021-06-27
1
Anie Jung
Bang kocan istri nya di culik preman
2021-06-14
1