Serasa aneh tapi nyata. Litania hanya pasrah ketika wanita tua berkebaya coklat itu memeluk dirinya dengan erat.
Sebenarnya siapa mereka? Perasaan, aku gak kenal, deh. Litania menoleh Chandra sekilas kemudian memfokuskan mata pada wanita yang baru saja cipika-cipiki kepadanya. "Nenek siapa?"
Tersenyum kikuk, wanita yang dipanggil Litania 'nenek' itu langsung meraba pipinya. Melihat malas pada Chandra yang kesulitan menahan tawa. "Emang Mama keliatan kayak nenek-nenek, ya?" tanyanya.
"Eh, enggak ... enggak, kok. Saya gak maksud gitu." Litania gelagapan, berusaha menarik kata. Tapi percuma, lisan sudah terlanjur terucap. Ia hanya tertunduk. Merasa bersalah akan mulutnya yang tak bisa diajak berbohong walau demi kebaikan.
Meraih tangan Litania, wanita itu kembali mengulas senyuman. "Udah, gak apa-apa. Saya emang udah tua. Tapi karena belum punya cucu, rasanya sedikit aneh kalo ada yang manggil nenek," jelasnya. Ia kembali memeluk Litania dan menepuk punggung gadis itu. Mengembuskan napas lega kemudian berkata, "Bude gak nyangka kamu udah sebesar ini. Padahal dulu masih sering lari-larian minta dibeliin eskrim."
Litania bingung. Ia lepaskan pelukan itu. "Sebenarnya Anda siapa?"
"Ya Alloh, kamu lupa? Saya temen nenek kamu, lho. Lita, Bude Lita. Yang tinggal gak jauh dari rumah kalian di Semarang."
Melongo. Litania mencoba mencerna penjelasan. Sedikit kesusahan mengingat masa lalu. Tunggu dulu, Bude Lita, itu artinya pria tua ini ....
"Bentar, Ma. Dia Litania yang itu?" Chandra angkat bicara. Mengamati penampilan Litania dari atas hingga kaki. Tidak menyangka bahwa Litania yang ada di dekatnya adalah anak kecil yang dulu selalu saja mengejarnya. Bocah kecil yang sering mengatakan akan menjadi istrinya. Chandra bergidik. "Kamu gak berubah. Masih aja jelek."
"Iya, ini Litania yang itu. Yang selalu bilang 'Bang Kocan, Bang Kocan gendong Litan.' Inget gak?"
Litania memutar bola matanya, malas. Mengingat betapa bodohnya ia kala itu. Begitu tergila-gila dengan Chandra.
Iya, dulu mah Bang Kocan lucu. Sekarang mah, bangkotan. Litania mencebik, mengingat kejadian lalu.
"Udah, ah. Ayo masuk." Lita menarik tangan Litania. Sementara Litania yang kebingungan, tak sempat menolak ajakan itu.
Di dalam mobil.
Lita tak henti-henti berceloteh tentang bagaimana senangnya dia bertemu Litania. Menceritakan bagaiman awal mula dirinya bertemu dengan Sita, nenek Litania yang sudah sepuluh tahun lost contact.
"Sekarang umur kamu berapa?"
"Tujuh belas taun, Bude. Tapi sebulan lagi jadi delapan belas."
Manggut-manggut, Lita membelai rambut Litania yang dikucir ke belakang. "Bude gak nyangka, sekarang kamu tumbuh jadi wanita cantik." Menggenggam tangan Litania kemudian kembali melanjutkan kata, "Nenek kamu ada bilang sesuatu, gak? Tentang masa depan kamu sama Chandra."
Menoleh ke belakang, Chandra mengernyitkan dahinya. "Apa itu, kok aku gak tau?"
"Stt, diam! Kamu tau beres aja. Jangan ikut campur apalagi ngelawan. Nanti Mama kutuk kamu jadi monyet, mau!"
Lita membelai rambut Litania. "Gimana? Kamu setuju, 'kan?"
Bergeming, Litania tak menjawab. Hanya bola matanya saja yang bergerak liar, sementara tangan tak henti mencengkram lututnya sendiri.
Maksudnya perjodohan itu. Ih, gila. Aku gak mau ama si bangkotan itu. Litania membatin, melirik sekilas Chandra yang hanya tampak ujung kepalanya saja.
"Hm, itu ... itu ...."
Mengubah pembicaraan, Chandra bosan dengan ocehan sang mama yang begitu menyanjung Litania. "Mama kok bisa tau aku di kantor polisi?"
Mengalihkan pandangan ke depan, Lita mengeluarkan suara decakan. Melihat sinis pada anaknya yang sedang duduk di samping supir. "Mama tadi ke hotel. Tapi mereka bilang kamu digrebek polisi. Bikin malu. Mama hampir jantungan, tau gak. Takut skandal kamu bikin perusahaan bangkrut."
Terkekeh renyah, Chandra hanya tertawa mendengar omelan Lita. "Ya, enggaklah. Masak hanya gara-gara skandal perusahaan ampe bangkrut. Lagian itu bukah salah aku, Ma. Itu salah perempuan di sebelah Mama, main nyelonong masuk kamar orang," decaknya kesal.
"Kamu ini, ya. Yang salah itu kamu. Tidur kok gak kunci pintu."
Kembali memandang Litania, Lita lagi-lagi mengukir senyuman. "Tapi gak apa kalau kamu punya skandal sama Litania. Mama malah berharap kalian punya hubungan dan ngasih Mama cucu."
Ternganga, Litania dan Chandra menoleh Lita dengan membulatkan mata. Membuat wanita tua berusia lima puluhan itu tertawa nyaring. Sukses menggoda anak semata wayang dan calon mantu tersayang. "Iya deh, iya. Mama cuma becanda," ujarnya setelah meredam tawa. Mengelap setetes air yang keluar dari ujung mata.
"Eh, tapi untungnya Mama pernah liat fotonya Litania. Jadi emosi Mama yang awalnya menggunung, jadi meleleh kaya eskrim, manis."
Litania tersenyum kecut. Tak tau harus menjawab apa. Lita benar-benar membuatnya canggung luar biasa.
Tibalah mereka ke kediaman Sita. Rumah sederhana yang hanya memiliki dua kamar. Namun, walaupun sederhana, rumah itu begitu asri dengan berdiri tegak pohon mangga di halaman rumah. Belum lagi tanaman bunga tertata begitu rapi di dalam pot gantung. Menghiasi teras yang hanya menyediakan dua buah kursi plastik berwarna biru.
Bermuka masam, Litania meletakkan nampan berisi teh hangat dan sepiring ubi goreng di atas meja dekat Chandra merebahkan punggungnya. "Nih, makan."
Chandra menggelengkan kepala. Melihat tajam wanita yang sedang duduk di sebelahnya. "Gak sopan banget, sih. Aku itu manusia. Bukan kucing," sungutnya.
Mengembangkan senyum yang dibuat-buat, Litania kembali berucap, "Maaf, Tuan Chandra yang terhormat. Silakan cicipi makanannya." Geram, Litania berusaha sekuat tenaga meredam kemarahan yang belum kelar sejak semalam.
"Nah, gitu dong." Chandra mulai menyeruput teh dan mencicipi ubi goreng yang Litania sediakan.
Senyap, keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Litania sedang gencar promosi barang jualan. Sementara Chandra, melihat laporan keuangan yang dikirim oleh sekretarisnya.
"Ce ile, kompak amat." Lita dan Sita membuyarkan aktivitas keduanya.
Litania kembali dibuat kikuk. Menggaruk kepala yang tak berketombe. "Udah mau pulang, Bude?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.
"Iya, entar malem siap-siap, ya. Bude sama papanya Chandra mau ke sini lagi."
Berdiri, Chandra makin tak mengerti arah pembicaraan sang mama. "Maksudnya apa ini, Ma. Ngapain ke sini lagi?"
Berdecak, Lita bersidekap dada. "Kamu ini, ya. Umur aja yang tua. Tapi oon-nya gak ketulungan. Udah, nanti Mama jelasin di mobil."
Akhirnya, kedua tamu itu pun pergi. Meninggalkan Litania yang masih bingung bagaimana menolak lamaran itu. Ia peluk tubuh tua sang nenek. Mengembuskan napas yang terasa sesak di dadanya. "Nenek, aku gak mau nikah muda ..." lirihnya.
Sementara di mobil, Lita menjelaskan rencananya. Meyakinkan Chandra agar mau mengikuti keinginan yang sudah lama ia nantikan--menjadi mertua lalu tidak lama menggendong cucu.
"Gak, gak bisa. Aku belum mau nikah, Ma."
"Kanapa gak bisa?" Lita melotot.
"Dia ... dia itu masih kecil. Aku gak mau, Ma. Nanti aku dikira pedofil." Mengiba, Chandra memegang tangan sang mama dengan cepat. "Batalin, ya."
Lita menarik tangannya. Membuang muka ke arah jendela. Melihat rintik hujan yang tampak membasahi bumi setetes demi setetes. "Gak, Mama gak mau. Kalau kamu mau batalin, ya terserah. Tapi sebelum batalin. Anterin dulu Mama ke panti jompo. Percuma punya anak tapi gak mau nurut. Mending kamu buang aja Mama. Jangan urusin Mama lagi."
Chandra menarik rambutnya. Menyandarkan punggung di jok mobil. Ia frustrasi. Bagaimana bisa dia berakhir menikahi remaja yang bahkan belum genap delapan belas tahun? Ditambah lagi sang mama merajuk kepadanya.
Hening, suasana di dalam mobil menjadi sunyi setelah perdebatan singkat itu. Lita memilih bungkam. Sementara Chandra, memejamkan mata. Mencari solusi untuk masalahnya.
Tapi tak lama. Keheningan itu kembali berubah. Chandra meraih ponselnya yang bergetar. Melekatkan barang pipih berwarna hitam itu ke telinga.
"Apa! Coba katakan sekali lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Retno Isma
🌹🌹🌹🌹🌹
2024-12-16
0
Fatimah's
lucu litania😂😂
2023-03-02
0
Elies
hahhaha bangkocan skarang jadi bangkotan🤣🤣🤣
2021-06-15
2