Samar-samar erangan pelan keluar dari bibir Chandra yang sudah berjejak darah. Dengan bermodalkan cermin, ia obati lukanya itu dengan lidi kapas berbalut Betadine.
Merasa tidak enak hati, Litania mulai mendudukkan diri di sisi ranjang. Ia yang masih menggunakan bathrobe mulai meraih cotton bad yang ada di tangan Chandra. "Sini, Bang. Biar aku aja yang obatin."
"Kenapa? Merasa bersalah?" ketus Chandra.
Tersenyum kuda, Litania kehabisan kata. Dirinya memang merasa bersalah karena telah melayangkan tinju pada Chandra yang berniat menenangkannya waktu ketakutan di kamar mandi.
"Maaf, aku 'kan gak sengaja. Aku refleks. Namanya juga orang lagi panik." Ia kembali tersenyum dengan pipi yang sudah menegang. Teringat jelas ekspresi wajah Chandra ketika lampu menyala dan melihatnya tengah telan*jang.
Gila. Bikin malu saja. Litania membatin kesal bercampur canggung.
Chandra bersidekap dada. "Panik apanya? Tangan kamu itu loh yang kebiasaan. Dikit-dikit pukul. Dikit-dikit main tinju. Inget, kamu itu perempuan. Istri seorang pimpinan perusahaan. Harusnya lebih anggun dan santun. Apa jadinya kalau diliat orang lain. Pasti jatuh harga diriku sebagai suami, Litan."
Chandra mendengkus kesal. Istri kecilnya itu selalu mendahulukan pukulan dan bukannya pikiran. Baru sebulan menikah dirinya telah beberapa kali mendapat luka memar di wajah. Tentu saja berimbas pada tatapan karyawannya di perusahaan.
"Kamu paham, 'kan? Ini demi kamu. Demi kita. Aku tu peduli sama kamu, Litan. Apa perlu kamu les kepribadian? Kamu mau kayak gitu?" lanjut Chandra. Penuh penekanan dalam setiap katanya.
Berdecak, Litania sedikit kesal atas kemarahan Chandra yang tak berkesudahan. Padahal dirinya sudah meminta maaf. Ia tatap mata Chandra yang sudah melotot sedari tadi.
Suami? Situ suami? Tapi suami mana yang gak ngebela istri. Lebih parahnya ada gitu suami yang gak inget ulang tahun istrinya sendiri. Dasar tukang ngibul. Suami apaan? Katanya peduli. Peduli dari Hongkong.
"Paham, 'kan?" ulang Chandra.
"Iya, aku paham."
Masih dengan wajah cemberut, Litania apit kedua belah pipi Chandra dan melihat memarnya. "Dah, ah. Jangan ngomel mulu. Katanya sakit. Tapi ngomel jalan terus. Sini, aku obatin." Dengan perlahan, cotton bad ia tempelkan ke ujung bibir Chandra.
Tanpa diduga, Chandra berjengket saat obat berwarna merah itu menyentuh kulit. Menyisakan rasa perih yang lumayan membuat ngilu. Dan pergerakan Chandra yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Litania ikutan terperanjat. "Ish, apaan sih?! Ngagetin aja."
Mendengkus, Chandra menatap tak suka pada Litania. "Bisa gak sih pelan-palan, sakit ini," sungutnya.
"Iya ... iya ... ni aku pelan-pelan. Aku tiup sekalian. Dasar pak tua manja." Litania memonyongkan bibir. Meniup luka lebam Chandra yang meninggalkan jejak warna merah keunguan.
Entah apa yang merasuk, tiba-tiba atmosfer begitu berbeda. Litania mendadak teringat kejadian waktu bibir kenyal Chandra mendarat di bibirnya.
Gila. Kamu jangan gila, Litan. Masa iya kamu mau minta dicium lagi. Inget, dia itu jahat. Dari kecil kamu itu gak pernah dianggep sama dia.
Dalam sekejap Litania sudah bisa mengontrol hati dan mengusir pikiran mesum yang sempat menghampiri. Ia kembali menekan lidi kapas dengan tetap meniup bibir Chandra.
Kamu harus tetap waras, Litan. Jangan tergoda. Litania membatin lagi.
Namun, berbeda dengan Chandra. Rasa kesal yang tadi menggumpal mendadak menguap. Teringat jelas saat tubuh polos Litania tertangkap mata saat di kamar mandi tadi. Sialnya sekarang malah bibir Litania begitu dekat dengannya. Asli, Chandra tersiksa akan godaan yang secara tidak langsung Litania tunjukkan. Belum lagi tabuhan di dada yang sudah menggila. Sungguh, ia takut Litania bisa menangkap bunyi detak jantung yang kian lama makin bertalu.
Chandra, tenanglah. Kenapa kamu jadi brengsek begini. Masa iya harus ngikutin saran Irwan. Inget, dia masih kecil. Chandra membatin seraya mengepalkan tangan. Melawan hasrat yang sudah mencuat.
Semenjak bertemu dengan gadis barbar ini, hidupku jadi jungkir balik dalam sekejap mata. Sialan!
Chandra terus saja merutuk. Memperingatkan diri agar tidak lepas dari batasan. Namun percuma, bibir ranum Litania yang hanya berjarak beberapa senti dari mata, meruntuhkan semua pertahanan itu.
Gleg!
Lagi-lagi Chandra menelan ludah. Akhirnya ia kalah. Kalah dengan pikiran sendiri. Ia pegang pergelangan tangan Litania yang sedang mengobatinya.
"Kenapa? Apa masih sakit? Ck, jangan lebay, deh. Apa perlu aku—"
Litania terdiam. Ia tak bisa menyelesaikan ucapan karena telah dibungkam Chandra dengan menyatukan bibir mereka. Agak berbeda dengan terakhir kali. Kali ini tak ada pergerakan. Hanya sepasang bibir yang saling menempel. Membuat Litania mengerjapkan mata, heran dan bertanya-tanya dalam benaknya. Kenapa?
Menarik wajah, Chandra tatap lekat manik mata Litania yang bergerak liar. "Aku nyerah. Aku menyerah sekarang."
Statement Chandra membuat Litania menautkan alis. Apa maksudnya itu? Tapi, belum sempat melisankan pertanyaan, Chandra sudah lebih dahulu menarik tengkuknya. Kembali membungkam mulut Litania dengan bibirnya. Agak agresif walaupun masih tergolong pelan. Chandra bermain dan melum*tnya dengan lembut.
Dan lagi, Litania hanya mengerjap.
Ebuset. Pak tua mesum ini kayaknya perlu dihajar. Litania membatin kesal disela lum*atan Chandra. Akan tetapi keanehan terjadi, ia yang semula ingin mendorong dada Chandra malah berakhir mengalungkan tangan. Membuka mulut sehingga Chandra makin leluasa menjelajahi setiap inci bibirnya. Dari mengesap hingga menautkan lidah dan Litania lagi-lagi tak menolak.
Oh gila, aku pasti udah gak waras. Kenapa aku berakhir pasrah begini. Litania kembali membatin kesal. Pikiran dan tubuh tak sejalan hingga tanpa terasa dirinya telah berbaring di bawah tubuh Chandra. Suara cecapan pun terdengar dari kegiatan mereka. Karena apa? Karena Litania juga membalas perlakuan Chandra.
Namun, ketika tangan Chandra mulai bergerak ke atas dua gundukan Litania, tiba-tiba terdengar bel berbunyi dari arah depan. Bunyian yang langsung menyadarkan Litania dari kegilaan. Ia dorong kuat di dada Chandra dengan memelototkan mata. "Minggir. Dasar mesum."
Chandra menarik rambutnya kebelakang. Frustrasi karena tak sempat menyalurkan hasrat padahal yang di bawah sudah jumpalitan sedari tadi. Astaga. Ia hanya terduduk dan menyandarkan punggung di kepala ranjang. Memperhatikan tubuh Litania dari belang.
Ah, sial. Padahal sedikit lagi loh Litan.
Tak lama, Litania kembali duduk di depan Chandra dengan membawa sebuah kotak biru berpita merah. "Siapa? Lalu itu apa?" tanya Chandra penasaran.
Litania menipiskan bibir. Mengabaikan pertanyaan Chandra dan langsung membuka kotak itu. "Wah ... ini ...." Litania membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangan.
Berdengkus, Chandra mulai tak suka karena diabaikan. Ia betulkan posisi dan menatap wajah ceria Litania dengan seksama. "Apa penguntit itu lagi?"
Wajah berseri Litania berubah seketika. "Ck, ngomong jangan asal. Dia ini bukan penguntit. Tapi pengagum rahasia."
"Pengagum rahasia apanya. Dia itu penguntit, Litan. Kamu gak curiga? Tiap Minggu loh dia ngirim hadiah ke kamu. Kamu gak takut?"
"Enggak. Toh dia kek gini udah lama. Udah dari setaun lalu. Kalo dia mang ada niat jahat, pasti udah dari dulu. Ini dia malah perhatian baget. Liat, nih." Litania menjeda ucapan seraya menunjukkan selembar kertas di mata Chandra. "Orang yang Abang bilang penguntit malah inget ulang tahunku. Dia malah tau kesukaanku. Gak kaya seseorang. Ngakunya suami, tapi gak percaya aku sama sekali. Lebih parahnya lupa kalo hari ini aku ulang tahun." Litania bersungut.
"Tapi tetep aja, kamu kok percaya banget. Dia itu penguntit." Chandra berucap dengan perasaan curiga. Pasalnya orang yang selalu mengirim hadiah itu selalu tau gerak-gerik Litania. Bahkan ketika baru pindah ke apatertemen pun orang itu tahu. "Kita lapor polisi, ya?"
Litania memutar bola matanya kesal. "Jangan coba-coba. Dia ini temenku. Lagian aku gak takut. Aku bisa bela diri. Jadi dia gak mungkin bisa macem-macem." Litania beranjak dari ranjang. "Oh, iya. Besok aku mau liat konsernya Super Junior. Sayang kalo gak di pake. Aku udah lama ngantri buat beli tiket ini, tapi gak kebagian. Beruntung tuan baik hati ini ngasih tiket percuma untuk aku. Jadi Abang, please ... jangan ngejelekin dia. Dia orang baik."
"Tapi kamu mau ke mana?" tanya Chandra gelisah kala melihat Litania meraih baju dari lemari dan menuju kamar mandi.
"Ya mau pake bajulah."
"Tapi kita 'kan belum selesai."
Litania kembali menyipitkan mata. Menatap Chandra yang terlihat kecewa. "Dasar mesum. Jangan macem-macem, ya. Dan jangan sampe berani nyentuh aku pas lagi tidur."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Wighea Mansur
maaf thor kurang suka sama litania.masa ga ada sopan sm suami.biar ga cinta hrus nya sopan.walaupun bar bar jg
2023-04-02
0
Maulina Kasih
litan pandai beladiri krn sering dibully..
2021-08-14
1
Anie Jung
Waa Litan mau nonton konser super junior🙂😊😊
2021-06-14
2