Pukul 12 malam.
Netra Chandra belum juga bisa terpejam. Ia resah memikirkan perkataan Irwan dan sikapnya selama ini kepada Litania. Belum lagi masalah penguntit yang Litania cap sebagai orang baik.
Astaga aku harus gimana menyikapi semua ini? Desahan frustrasi keluar dengan sendirinya. Menggali kembali kenangan lama yang sudah terkubur begitu dalam di hati seorang Chandra.
Dengan perlahan ia memiringkan tubuh, menghadap wanita yang sedang terlelap dengan begitu pulasnya. "Litan, aku gak tau harus mulai dari mana. Aku udah bikin banyak salah sama kamu, sampai-sampai mau mengakuinya aja aku bingung harus mulai dari mana."
Chandra mengembuskan napas lirih. Ia sibak pelan anak rambut yang menutupi wajah wanitanya itu , senyuman getir Chandra pun langsung terukir. "Aku sebenarnya udah lama suka kamu, Litan. Tapi ...." Chandra tak mau melanjutkan lisan. Karena memang kesalahannya tak akan bisa dihitung satu-satu.
Kembali, Chandra tatap intens wajah mulus Litania. Paras cantik yang selalu mampu menjungkirbalikkan dunianya dari dulu hingga sekarang. Tapi meski begitu, ia tetap bersyukur telah dipertemukan kembali dengan gadis kecil yang mencuri hatinya. Gadis yang selalu bermanja ria bila berdekatan dengannya. Gadis kecil sembilan tahun yang selalu membuatnya bertanya-tanya apakah dia normal. Sosok anak kecil yang selalu membuatnya merutuki diri sendiri gila. Mengingat usia mereka terpaut begitu jauh. Ia bahkan beberapa kali berkonsultasi ke psikiater.
Mengenang cerita lama itu, Chandra kembali mengembuskan napas kasar seraya mengusap wajah.
"Takdir emang rumit. Aku gak tau bakalan ketemu lagi sama kamu. Andai dulu aku memperlakukanmu dengan baik. Mungkin saja hubungan kita lebih baik dari ini," sesal Chandra.
Mengingat selalu saja pertengkaran dan adu mulut yang menghiasi rumah tangga mereka yang baru seumur jagung. Di saat orang lain akan bahagia menikmati bulan madu. Dirinya malah menjadi bulan-bulanan Litania. Dihina tua, jelek, mesum, kere dan masih banyak lagi kosakata yang belum terucap dari bibir manis istrinya itu.
Lagi-lagi Chandra tersenyum tipis. Ia usap pelan bibir merah Litania dengan ibu jarinya. "Baiklah. Benar kata Irwan. Kamu sekarang udah sah jadi istriku. Aku janji akan memperlakukan kamu sebagai seorang istri mulai sekarang. Dan tentu saja kamu harus bisa melayaniku seperti seorang istri, bisa?" Chandra tertawa kecil, ia merasa seperti orang gila yang sedang berbicara sendirian.
Namun tak lama, tawa di bibir Chandra menghilang tatkala melihat kerutan di dahi Litania. Tampak pula air terturun dari kelopak mata Litania yang terpejam. "Bang Kocan jahat. Aku benci Abang."
Duh, igauan Litania sungguh menyayat hati Chandra. Pria gagah itu kembali merasa bersalah dan sungguh ingin segera menebusnya.
Mengurut dahi Litania, Chandra pun berucap lirih, "Maafkan aku, Litan. Sekarang aku akan berusaha menjadi lebih baik. Aku akan melindungi kamu. Aku janji." Kemudian mengecup pelan dahi Litania. Ia peluk erat tubuh gadis itu dalam dekapan. Seakan tak ingin melepaskan dan mengulangi kesalahan yang sama.
****
Pagi hari.
Wajah polos Litania bersinar begitu cerah. Senyum pun tak pudar dari bibirnya yang ranum. Suara berisik dari dentingan sendok yang membentur piring serasa melodi yang indah marasuk ke telinga. Sumpah. Ia begitu tak sabar menanti sore untuk melihat konser boyband kesukaannya.
Sementara Chandra yang duduk berhadapan dengan Litania begitu susah mengalihkan mata. Ia terpesona dengan wajah kusut dan kucel Litania yang baru bangun tidur. Gila, semakin hari semakin cantik saja dia.
Begitu ajaib, Chandra seakan terhipnotis. Setelah mengakui perasaan sendiri, ia makin kalang kabut mengatur debaran di dada. Makin melihat Litania, makin ingin ia menunjukkan rasa sayang pada istri kecilnya itu.
"Kamu kenapa senyam-senyum begitu? Gila, ya?" tanya Chandra setelah menelan sesuap nasi gorengnya. Terdengar dingin dan acuh.
Mendelik sekilas, Litania menatap malas pada Chandra yang membuyarkan hayalannya. "Sewot aja. Suka-suka aku, dong. Bibir aku ini."
"Ya gak lah. Itu bibir udah milik aku. Jadi jangan pernah senyum kek begitu depan orang lain. Paham." Terdengar otoriter, membuat Litania makin kesal.
"Kenapa?" tanya Litania seraya menatap tak suka pada Chandra. Dirinya paling benci diatur. "Lagian ini bibir aku, ya. Serah serah aku dong mau senyum ama siapa aja," balas Litania.
"Pokoknya gak boleh!" Chandra berucap setelah menenggak habis air putihnya. Ia tatap lekat mata malas Litania kemudian kembali melanjutkan kata, "Kamu itu istriku. Jadi semua yang ada di diri kamu itu punyaku." Chandra terdengar memaksa. Apalagi matanya pun menunjukkan ketidaksukaan. Melotot tajam pada Litania.
"Yaelah lebai banget. Pagi-pagi udah ngomong ngaur aja. Mangnya kenapa kalo senyumin orang? Senyum 'kan ibadah. Bang Chandra aneh, ih."
"Karna kamu cantik kalau lagi senyum."
Gleg!
Litania menganga. Sendok yang hampir masuk mulut langsung terlepas dengan sendirinya. Ia terkejut. Sungguh tak menyangka Chandra memujinya. Mengingat selama menikah hanya ejekan yang selalu terlontar dari bibir tebal suaminya itu. Kesambet setan apa pak tua ini?
Untuk memastikan indra pendengarannya masih baik-baik saja, Litania mulai mengulang kata, "Abang bilang aku cantik? Abang gak ngigo, 'kan?" Meraih gelas berisi air. Litania mendorong nasi yang masih tersisa di dalam mulut.
"Gak, kamu memang cantik, kok. Dan aku gak mau kamu dilirik pria lain."
"Uhuk uhuk uhuk!" Litania tersedak. Air yang masih di tenggorokan, keluar kembali bersamaan dengan remehan nasi goreng di dalamnya.
Oh sungguh, dada Litania berulah. Berdebar bak genderang perang. Ia bahkan tak memedulikan nasi yang masuk ke hidung.
Dia kenapa, sih. Litania membatin. Bertanya-tanya dalam benaknya. Ia sedikit tersanjung. Punggungnya bahkan sempat terasa ditumbuhi sayap. Namun, cepat-capat ia tepis perasaan itu. Takut-takut Chandra hanya menggodanya. "Apaan, sih. Abang aneh tau gak."
Chandra tersenyum. Ia beranjak dari kursi dan mendekati tubuh Litania yang menatapnya penuh curiga.
Dan lagi-lagi Litania dibuat melongo. Tanpa Litania duga, Chandra berjongkok dan mengelap jejak air mata dan sisa semburan nasi yang menempel pada bibirnya. Dia gila. Pria mesum ini kenapa? Kenapa jadi baik begini?
"Kalau minum pelan-pelan," ucap Chandra. Ia tatap intens manik coklat Litania.
Lagi, bongkahan di dada Litania bergejolak makin hebat. Mendengar perkataan lembut Chandra dan perlakuan manisnya membuat Litania kelimpungan menahan debaran di dada. Ia masih membenci sosok Chandra. Tapi suka diperlakukan seperti itu. "Jangan deket-deket," ucap Litania seraya mendorong dada Chandra.
"Kenapa?" Chandra mengulas senyuman. "Takut aku cium, ya?" lanjutnya.
Litania gelagapan. Iris coklatnya liar bergerak ke sana kemari. Tidak berani menatap mata Chandra yang jelas sudah berkabut hasrat. Apalagi pria itu mulai memajukan wajahnya. Gila, Litania mematung. Ingin menolak tapi tak bisa bergerak. Ya Alloh. Tolong ....
Beruntung, bel berbunyi.
"Eh, ada yang dateng." Litania langsung angkat dari duduknya. "Gila, semenjak ngeliat aku telanjang dia makin agresif saja." Litania bergumam di sela langkah.
Daun pintu dibuka, Litania mematung, mata membulat lebar dan wajah mendadak kehilangan warna. Ia angkat kedua belah tangan yang sudah gemetar. "S-siapa k-kalian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Anie Jung
Siapa yg datang ya.
2021-06-14
3
Mardi Anah
wah bahaya tuh Candra
2021-06-14
1
Dwie Rifsalina
wah
2021-06-11
1