"S-siapa kalian?" ulang Litania. Jantungnya berdebar kuat. Ia mundur beberapa langkah. Begitu takut akan kedatangan dua tamu yang menodongkan senjata ke arahnya. Tubuhnya bahkan gemetar, tapi ia mencoba untuk tenang.
Masih dengan tangan terangkat, Litania kembali berucap dengan tegas. "Apa yang kalia mau!"
Namun, sang tamu yang berpakaian serba hitam dan bertopeng itu makin berani. Mereka terkekeh, mendekati Litania dan tanpa ragu menarik ke belakang pelatuk senapan merek Airsoftgun Beretta M9 KJW yang ada di tangan. Salah satu dari mereka berucap lantang. "Kami mau nyawamu, Litan!"
Mata Litania membulat. Dengan satu tarikan napas panjang dirinya berteriak. "Abaaang!"
Dor!
Litania terperanjat. Suara letusan itu benar-benar memekakkan telinga, tapi anehnya bukan peluru yang menghantam tubuh, melainkan pernak-pernik plastik berwarna yang keluar dari lubang peluru itu.
"Surprise."
Litania ternganga. Otaknya yang terkejut masih belum bisa mencerna apa yang ada. Hingga seseorang yang berada dibalik topeng menunjukkan wujud aslinya. "Selamat ulang tahun mantu Papa."
Litania bergeming dengan mulut masih setengah terbuka. Ia shock, tak menyangka orang yang membuatnya hampir mendapat serangan jantung adalah mertuanya sendiri. Pria lima puluhan yang diselimuti warna putih hampir di seluruh rambutnya.
"Papa." Masih dengan tatapan tak percaya, ia lihat lagi dengan seksama sosok pria yang satunya. "Bang Irwan!" pekiknya.
Kaki Litania melemas, hampir terjatuh dan beruntung Chandra menangkapnya dari belakang. "Kamu gak pa-pa?"
Menggeleng pelan, wajah Litania masih memucat. Ia tak tau harus berkata apa. Tapi yang jelas, dirinya lumayan kesal dipermainkan se-ekstrim itu. "Apa ini?"
Tak lama, ekspresi marah Litania berubah ketika tiga sosok wanita berjalan mendekatinya. "Nenek, Mama ...." Litania menjeda ucapan. Heran dengan sosok wanita berparas cantik dan putih yang mengekor di balik punggung nenek dan ibu mertuanya itu. Sosok yang tak pernah ia kenal sebelumnya. "Dia ...."
"Dia istrinya Irwan. Namanya Reka," sela Chandra yang berdiri di belakang Litania.
"Selamat ulang tahun, ya. Ini hadiah dari Kakak. Kakak yang bikin sendiri." Reka menyerahkan kue black forest coklat dengan beberapa biji buah ceri di atasnya. Begitu manis, perpaduan antara warna hitam pekat dengan merah buah ceri.
Masih dengan perasaan campur aduk, Litania mencoba mencerna semuanya. "Ini ... ini ...."
"Ini kejutan ulang tahun dari kami, Sayang. Maaf, harusnya kami datang kemarin. Cuma Mama, Papa, sama Nenek kamu lupa. Padahal sudah seminggu yang lalu Chandra mengingatkan," ucap Lita. Ia usap dan bersihkan potongan pernik yang menempel di baju Litania. "Selamat ulang tahun, ya."
Mengalihkan pandangan ke belakang, Litania mulai membatin, heran akan sikap acuh Chandra selama ini. Ternyata dia ingat ulang tahunku.
"Iya, Ma. Aku tetep seneng walau kejutannya bikin aku jantungan," ucap Litania seraya memaksakan senyuman.
Euforia begitu terasa. Semuanya duduk santai di ruang tengah dan menikmati kebersamaan. Suasana apartemen yang biasanya sepi kini heboh. Candaan dan tawa memenuhi sudut ruangan itu. Apalagi dengan adanya sosok Lita yang memang ceplas-ceplos dalam berkata.
"Potongan kue pertama aku kasih buat Nenek. Nenek udah berjasa membesarkan aku ampe sekarang, aku bersyukur punya Nenek di sisiku. Makasih, Nek." Litania berucap lirih dalam suasana bahagia itu. Ia merasa beruntung mempunyai seorang nenek walau harus merelakan kedua orang tua di saat dirinya masih haus akan kasih sayang. Namun ia tak pernah mengeluh. Semua sudah takdir, dan takdir tak akan bisa dirubah meski meronta pada langit sekali pun.
Mengambil piring kecil dari tangan sang cucu, Sita pun mengulas senyuman. Ada sejejak kesedihan dalam suasana bahagia itu. Bagaiman tidak? Mengingat bagaimana anak dan menantunya pergi begitu cepat. Tak ada rasa sakit yang lebih dahsyat dibandingkan orang tua yang harus melihat jenazah anak-anak mereka.
"Nenek yang harusnya bersyukur, Sayang. Semenjak kepergian ayah dan ibumu, hanya kamu yang Nenek punya. Kamulah penguat Nenek agar bisa tetap hidup di dunia ini. Nenek sayang kamu. Nenek selalu berdoa untuk kebahagiaan kamu, Litan."
Sungguh, perkataan singkat sang nenek membuat hati Litania kembali diselimuti awan mendung. Mata yang tadinya hanya berkaca-kaca, kini menumpahkan isinya. Ia begitu bahagia. Mempunyai nenek yang baik, serta mertua yang tak kalah baik. Dan suami? Entahlah, masih dipantau secara mendalam. Harus dikupas secara menyeluruh. Ia takut mempercayai dan berakhir terluka lagi.
"Oya, ini ada hadiah dari Mama, bukalah," sela Lita seraya menyerahkan amplop coklat ke tangan Litania.
"Apa ini, Ma?"
"Itu tiket untuk ke Bali. Kalian bisa berbulan madu sekarang. Bersenang-senanglah di sana selama seminggu." Lita kemudian memandang sang anak yang duduk di sebelah Litania. "Dan kamu, Chandra. Untuk sementara tugas kamu di perusahaan biar Papa kamu yang urus. Tugasmu cukup satu." Lita sengaja menggantung ucapan. Mambuat Chandra menautkan alis.
"Apa, Ma?'
"Bikin cucu buat Mama."
"Mama ...."
Tergelak, semuanya tertawa lepas setelah mendengar ucapan jujur dari Lita. Apalagi setelah melihat wajah merah Litania dan Chandra yang salah tingkah. Oh sungguh, para orang tua mereka begitu senang menggoda.
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh siang. Semua orang masih asyik bercengkrama di ruang tengah. Sementara Litania dan Reka sibuk mempersiapkan makan siang.
"Maaf, Kak Reka. Kakak tamu tapi ikut repot karena aku." Tersenyum kikuk, Litania memandang tak enak pada Reka yang begitu cekatan membersihkan daging ayam dan yang lainnya. Sementara ia sendiri tengah berdiri di samping Reka seraya tangan mengiris kacang panjang dengan potongan menyamping. "Dan juga, makasih banyak. Kakak penyelamatku hari ini, jujur aku gak bisa masak. Lebih tepatnya malas untuk masak. Tiap hari kami pesen makanan di luar. Dan kalau sarapan, itu Bang Chandra yang bikin. Aku cuma disuruh cuci piring aja," sambungnya.
Memandang Litania, Reka mengulas sedikit senyuman. "Gak apa-apa, nanti juga bisa. Sekarang kamu nikmatin aja dulu. Belajar pelan-pelan. Toh, Chandra orangnya gak rewel, 'kan? Gak nuntut kamu harus bisa masak dan segala macem. Kamu beruntung, loh. Dapat suami baik kayak Chandra. Pengertian dia. Gak kayak suami Kakak. Hari-hari harus Kakak yang masak. Dia gak mau makan di luar. Orangnya over protektif sama diri sendiri." Reka menjeda kata. Tampak senyum mengembang di wajahnya. "Tapi anehnya itu yang bikin Kakak cinta."
"Kok gitu. Bukannya selalu masak itu merepotkan, ya, Kak. Aku sih ogah, males, capek, mending beli."
"Hust! Jangan ngomong gitu. Masak itu wajib, lho. Kalo gak suka masak, nanti gimana nasib anak-anak kamu. Masa iya harus pesen mulu. Lagian kata pepatah, cinta itu turun dari lidah. Dan Kakak udah membuktikannya. Kakak selalu manjain Mas Irwan dengan masakan. Alhamdulillah sikapnya yang kasar lama-lama lembut. Malah sekarang jadi bucin parah."
Litania bergidik. "Anak? Gak, ah. Aku gak mau punya anak. Aku masih mau seneng-seneng. Aku masih muda, Kak. Lagian aku juga gak peduli sama Dia. Dia juga gak suka aku, Kak. Kami menikah itu karna terpaksa. Gak ada cinta. Jadi, buat apa aku ambil hatinya. Aku kapok, Kak. Nanti dikecewain lagi."
"Litan, gak boleh gitu. Dia itu suami kamu, loh. Suka gak suka, cinta atau gak cinta, kamu harus pertanggungjawabkan keputusanmu. Sekarang kalian udah nikah. Jadi gak baik kaya gitu. Harus akur, pernikahan bukan main-main, loh. Lagian sapa bilang kalo udah punya anak gak bisa seneng-seneng. Adek Kakak aja yang seuisia kamu udah punya anak, loh. Tetep bahagia dia. Malah katanya punya anak itu rasanya gak tertandingi. Punya kepuasan dan kebahagiaan tersendiri. Gak akan nemu di luaran sana."
"Oh, ya?"
"Iya. Ini kakak lagi nunggu. Pengen tau rasanya jadi ibu." Reka lagi-lagi menjeda ucapan, kemudian tersenyum kala melihat perutnya yang masih rata.
"Kakak hamil? Udah berapa bulan? Kok gak keliatan."
"Baru enam minggu. Sebelum ke sini, tadi kami ke rumah sakit dulu, dan Alhamdulillah positif, dan kamu tau gak ekspresi Mas Irwan. Dia seneng banget, lho. Sampe-sampe Kakak digendong keliling rumah sakit, 'kan gila."
****
Nah, yang rindu Reka Irwan. Hehehe. Tenang, mereka bahagia kok. seenggaknya dipikiran authornya.
Jan lupa like komen dan vote nya ya. Love you all
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Maulina Kasih
awal2 baca duren sawit ttg adenya reka..trs lanjut ke reka...dr reka lanjut lg ke candra😂
wlwpun sbelum candra tamat nabung eps dlu mampir baca skala dlu sm bianca🤣
2021-08-14
1
Istri Pertama Seungcheol
Hay hallo holla 😊
Mampir di cerita aku yaa 🙏
Ceo Dingin Vs Pilot Ganteng ❤
Mampir ya semua nya ✌
Salam sayang dari aku 😊
🌼🌼 Tessa Amelia Wahyudi 🌼🌼
Follow juga ig Aku di @amelia_falisha1511 🐻
2021-07-04
0
Istri Pertama Seungcheol
Hallo 😊
jangan Lupa mampir di cerita aku 😍
CINTA BEDA NEGARA BICARA SOAL KASTA ❤
disana ada banyak yang bisa kalian baca dan kalian rasain 😭
Salam kenal dari akuh 😊
❤❤❤ Tessa Amelia Wahyudi ❤❤❤
Follow akun ig aku @amelia_falisha1511 😘
Love love sedunia dari akuh ❤❤❤❤❤❤❤
2021-07-04
0