Derita Si Kembang Desa
Bismillahirrahmaanirrahiim
-----------------------------
Gadis itu bernama Nilam.
Dia bukan seorang Ratu kecantikan dunia maupun lokal.
Dia bukan artis yang berkecimpung di dunia hiburan.
Dia bukan seorang puteri Raja.
Dan Nilam ... juga bukan Cinderella.
Nilam hanyalah Nilam.
Seorang gadis desa pemetik daun teh, yang di anugerahi kecantikan fisik dan paras wajah nyaris sempurna.
Memiliki bentuk tubuh tinggi semampai, berkulit putih bersih, berambut lurus tebal hitam dan panjang. Di lengkapi dengan sikap lemah dan lembut, membuatnya banyak di gilai para lelaki di desanya.
Secara fisik, Nilam memang sangat layak untuk di jadikan sebagai Brand Ambassador produk kecantikan atau model fashion ternama sekalipun. Namun sayang seribu sayang, nasib menempatkannya di tempat yang berbeda.
Bukan hanya sebatas pemetik daun teh, kehidupan Nilam juga di penuhi lika - liku terjal dan penderitaan yang datang silih berganti menyapanya. Mulai dari kebencian sang bibi, kematian kedua orang tuanya, di selingkuhi kekasihnya, dan yang paling menyayat hati, ia di paksa menikah dengan pria tua beristeri tiga, yang tak lain adalah pemilik perkebunan teh tempatnya bekerja.
Hidup baginya hanyalah segelas kopi tanpa gula, yang tertuang dalam cangkir yang di ukir sedemikian cantik. Tergoda karena tampilan wadah dan aroma yang menggiurkan, tetapi pahit setelah meneguknya.
****
"Tolooong...! Tolooong...! Siapapun tolong aku...!" teriak Nilam ketakutan.
Punggungnya kini sudah menyentuh dinding ruangan lapuk itu. Tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghindar.
"Teriak! Teriaklah sepuasmu. Tidak akan ada yang menolong dan mendengar suaramu di tempat ini," ujar laki-laki 30 tahunan itu, seraya terus melangkah semakin mendekat ke arah Nilam.
"Jangan... aku mohon, jangan sentuh aku..." ujar Nilam, ia menangis sambil meyilangkan kedua lengannya di depan dadanya.
"Semua laki - laki di desa itu, begitu tergila-gila kepadamu. Dan sekarang kau sudah ada di hadapanku. Aku tak mungkin menyia - nyiakan kesempatan ini," ucap laki - laki itu sambil membuka satu persatu kancing kemejanya.
Nilam terus menyuarakan tangisnya tanpa bisa berbuat apa - apa. Berkali - kali ia berusaha berontak, tetapi kekuatan lelaki itu sama sekali bukanlah tandingannya.
Ya, Tuhaaan... tolong selamatkan aku....
"Tenang cantik, aku akan bermain dengan sangat lembut. Kau juga akan sangat menikmatinya." Lelaki itu melepas kemejanya dan melemparkannya ke sembarang arah.
Nilam menggeleng - gelengkan kepalanya dengan air mata yang terus mengalir. Tubuhnya merosot jatuh ke lantai. Rasa takut yang amat sangat membuat sekujur tubuhnya bergetar.
"Tidaak... aku mohooon... jangaaan...."
Lelaki itu berjongkok menyamakan posisinya dengan Nilam. Jarinya mengelus - elus pipi halus gadis itu. "Aku sudah tak tahan untuk segera merasakan tubuhmu yang mulus itu. Marilah cantik, kita bersenang - senang."
Kedua lengan Nilam sudah si cekal. Dan entah bagaimana, kini posisi mereka sudah dalam keadaan berbaring, dengan tubuh Nilam berada di bawah kungkungan lelaki itu.
Cuihh!
Nilam meludahi wajah lelaki yang telah menculiknya itu.
Namun bukannya marah, lelaki itu malah tersenyum sambil mengusap percikan ludah di wajahnya itu dengan telapak tangannya, kemudian menyesapnya lembut.
"Bahkan air liur mu pun begitu terasa manis. Membuatku semakin tergila - gila padamu." Ia mulai menciumi paksa leher jenjang gadis malang itu.
Nilam terus berusaha berontak dengan memukul - mukul dada lelaki itu dengan sebelah tangannya yang sudah terlepas. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, sebagai bentuk penolakan atas gerakan yang di lakukan lelaki itu padanya.
Tetapi sikap berontaknya itu, malah membuat nafsu lelaki itu semakin menggebu.
"Lepaskan! Lepaskan aku! Aku mohon... jangaaan...!
Lelaki itu membuka paksa baju Nilam dan menariknya kasar.
" Tidaaaakkkk...!!"
Bersamaan dengan teriakan keras itu....
Bugghh!
Dalam sekejap, tubuh lelaki itu terkapar tak sadarkan diri, menimpa tubuh lemah Nilam.
Melihat itu, Nilam tersentak kaget, lalu mendorong sekuat tenaga tubuh kekar itu ke lantai di sampingnya.
Seorang bocah lelaki dengan nafas memburu, melempar sebuah balok yang di gunakannya untuk memukul punggung bagian atas lelaki yang hendak melecehkan Nilam itu.
Nilam berusaha untuk bangkit, namun tenaganya sudah cukup melemah.
"Hmm... hmm...."
Anak lelaki gagu berusia 15 tahunan itu, mengulurkan tangannya mencoba membantunya untuk bangkit.
Ia mendongak menatap wajah anak itu, lalu sesaat kemudian ia tersenyum.
" Didy..." ucapnya pelan menyebut nama anak lelaki itu.
Anak itu mengangguk. Kemudian menggerak-gerakkan lengannya kembali, meminta Nilam untuk segera bangkit. Gerak tubuhnya mengisyaratkan bahwa ia dan Nilam harus segera pergi dari tempat usang itu.
Nilam mengangguk mengiyakan, ia lalu mengenakan bajunya kembali yang sudah di lepas paksa oleh pria yang hendak melecehkannya itu.
Dengan langkah tertatih, ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan bantuan Didy yang menggandengnya.
Setelah sampai di luar bangunan usang itu, mata Nilam membelalak, ia melihat dua orang laki-laki yang membantu menculiknya dan membawanya ke tempat itu, sudah tergolek tak sadarkan diri.
Kedua lelaki itu berada pada posisi yang cukup berjauhan. Namun masih bisa dilihat secara bersamaan, karena mereka berada pada satu tempat yang sama.
"Didy, kamu yang sudah melakukan semua ini?" tanya Nilam kaget sekaligus takjub.
"Hmm."
"Terimakasih, Didy."
Didi mengangguk tersenyum.
"Tapi bagaimana bisa kamu sampai ke tempat ini? Sedangkan tempat ini lumayan jauh dari desa?"
Didy menunjuk sepeda lapuknya yang ia taruh di semak-semak. Kemudian ia melanjutkan penjelasannya dengan bahasa isyaratnya.
Nilam menatap kagum pada bocah dekil berwajah tampan itu. Seorang bocah yang telah dengan susah payah menyelamatkannya.
"Sekali lagi, terimakasih, Didy. Kakak tidak tahu, apa jadinya hidup Kakak ini, nanti. Jika saja kamu tidak datang menyelamatkan Kakak." Nilam memeluk erat bocah gagu yang sudah di anggapnya adik itu.
Mereka berdua pulang ke desa menggunakan sepeda tua milik Didy. Dengan posisi Nilam berada di belakang boncengan Didy.
---
Sesampainya di depan halaman rumah sederhananya, Nilam turun dari boncengan sepeda Didy.
"Kamu pulang saja, Dy. Mbok pasti mengkhawatirkanmu. Dan maaf, Kakak sudah banyak merepotkanmu hari ini. Terima kasih banyak ... Didy."
Didy hanya tersenyum mengangguk. Ia kemudian mengayuh sepedanya kembali, meninggalkan Nilam untuk pulang ke rumahnya.
Selepas kepergian Didy.
Dengan langkah gontai Nilam menginjakkan kakinya di teras depan rumahnya.
Kreeett ....
Nilam membuka pintu rumahnya yang tak terkunci itu perlahan.
"Hey! Darimana saja kamu anak tak tahu diri?!" teriak Murni, bibinya Nilam, adik dari almarhumah ibunya.
Nilam menunduk ketakutan, jari - jari tangannya saling menjalin satu sama lain.
"Jawab pertanyaanku, bodoh!" bentak Murni.
"A- aku. Aku ta- tadi..."
"Nilam, dari mana saja kamu, Nak? Kakek sudah cemas memikirkanmu yang tak kunjung pulang seharian ini?" tanya kakek Usman memotong ucapan Nilam. Ia keluar dari kamarnya, karena mendengar teriakan Murni yang menyebut - nyebut nama cucu yang di tunggu - tunggunya itu.
"Maafkan aku, Kek. Aku sudah membuat Kakek khawatir." Setetes bening dari matanya lolos begitu saja.
Kakek Usman menelisik penampilan Nilam yang terlihat berantakan.
"Apa yang terjadi padamu, Nak? Kenapa kamu berantakan seperti ini?"
" Aku... aku tadi di culik, Kek," jawab Nilam jujur.
" Apa?! Siapa yang sudah menculikmu, Nak?" tanya kakek Usman terkejut, ia mengguncang-guncangkan kedua pundak Nilam.
" Aku tidak tahu, Kek. Mereka terdiri dari tiga orang laki-laki. Aku tidak mengenali mereka sama sekali. Aku di bekap mereka di jalan, sepulang dari kebun tadi," jelas Nilam.
" Alaaahh ... jangan bohong kamu. Pasti kamu memang sengaja pergi bersama para lelaki itu, kan? Pakai alasan di culik segala," sergah Murni dengan tatapan bencinya.
" Tidak, Bi. Aku tidak bohong. Aku benar-benar di culik. Dan mereka membawaku ke dalam sebuah bangunan usang yang cukup jauh dari desa ini."
" Lalu siapa yang dengan senang hati menyelamatkanmu, dan melawan ketiga orang laki-laki itu sekaligus?! Apakah si Danu kekasihmu itu, hah?!"
Nilam menunduk, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, Bi."
Murni tersenyum remeh. "Sudah ku duga, kamu pasti berbohong. Mana bisa kamu terlepas dari cengkraman tiga orang laki-laki sekaligus."
"Didy yang sudah menyelamatkan aku, Bi," sergah Nilam.
"Hahaha...." Tawa Murni menggema di seluruh ruangan itu. "Siapa katamu? Didy, si bocah gagu itu? Hahaha.... Lalu menurutmu aku akan percaya begitu saja, hah?!"
"Benar, Bibi. Memang benar Didy yang sudah menyelamatkan aku." Nilam mulai terisak.
"Dasar anak sialan kamu! Sudah tahu salah, masih menyangkal juga!"
" Cukup, Murni...!!" bentak kakek Usman keras.
"Nilam, pergilah ke kamarmu, Nak. Nanti saja kamu ceritakan pada kakek. Sekarang beristirahatlah dulu."
Nilam mengangguki perintah sang kakek.
"Nilam permisi, Kek, Bi."
Ia kemudian berjalan menuju kamarnya dengan air mata yang masih belum mengering.
"Dan kamu Murni, jaga mulut kotormu itu."
"Bapak selalu saja membela anak sialan itu," ujar Murni tak terima.
Tanpa menggubris ucapan Murni, kakek Usman pergi meninggalkannya dan kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Dasar anak sialan! Kau sudah merebut perhatian dan kasih sayang semua orang. Lihat saja nanti, apa yang akan aku lakukan padamu. Kau akan menyesal seumur hidupmu, karena telah hadir di tengah-tengah keluarga ini," gumam Murni geram.
~○○○~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Enny Sudrajat
Baru mampir thor,masih nyimak,,,,
2022-03-26
1
Dewi Ansyari
Kasihan Dilan hampir saja Dy di pe**sa,untung saja ada Didy yg menyelamatkannya
2021-10-17
1
H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@
Oww.. tulisanx rapi,, cerita juga menarik.. ditolongin ama Didy yg "hmmm" 😙😙
2021-08-18
2