Pukul 07 malam di meja makan.
"Apa Nilam belum juga pulang, Hana?" tanya Kakek Usman yang baru saja mendudukan bokongnya pada kursi di samping Hana.
Hana adalah anak perempuan dari Murni.
"Sepertinya belum, Kek," jawab Hana seadanya.
"Kemana perginya, anak itu?"
"Palingan juga dia di bawa laki-laki, Pak." Murni menimpali sembari menyendokan nasi ke piringnya.
"Ibu.... Berhentilah berkata buruk tentang Kak Nilam. Dia itu perempuan baik-baik, Bu."
"Kamu jangan ikut-ikutan membela gadis liar itu seperti Kakekmu, Hana. Dia itu tidak pantas di kasih hati."
Tok... tok... tok....
Suara ketukan pintu menghentikan percakapan mereka.
"Mungkin itu Nilam, Hana." Wajah kakek Usman berubah sumringah.
"Biar Hana yang buka pintunya, Kek."
Kakek Usman mengangguk.
Hana berjalan ke arah pintu keluar. Untuk memastikan siapa yang datang.
Ceklek...
Hana menyibakkan daun pintu itu, pelan. Ia sedikit mengernyitkan keningnya. Menelisik seorang pria berbadan tinggi tegap, yang tengah berdiri membelakanginya. Mengenakan setelan pakaian resmi.
"Maaf, anda mencari siapa, ya?" tanya Hana sedikit hati-hati.
Laki-laki itu berbalik badan, kemudian tersenyum pada Hana.
Hana sedikit terperanjat.
Bukankah dia ini juragan Dahlan.
Mau apa dia ke sini?
Dahlan mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah Hana yang terbengong.
"Hey, Nona manis."
Hana mengerjap. "O-oiya, ma-maaf, Tu... eh, maksud saya, Ju-juragan.
"Baru ingat pulang kamu gadis li--
Murni menghentikan ucapannya kala melihat sosok yang berdiri di hadapannya.
"Emm... ma-maaf, Juragan. Saya tidak tahu jika anda yang datang," ucap Murni kaku. "Kalau boleh saya tahu, ada keperluan apa Juragan sampai rela datang ke gubuk kami? Apa Nilam membuat masalah, di perkebunan?"
"Apa kalian tidak akan mempersilahkanku masuk?" Dahlan menjawab dengan pertanyaan.
"O-oh, iya, maaf. Silahkan masuk, Juragan." Murni menggeser tubuhnya memberi jalan pada Dahlan untuk masuk ke dalam rumah sederhana itu.
Dahlan masuk kemudiam mendudukan bokongnya pada sofa yang sudah terlihat usang di ruang tamu rumah itu.
"Hana, buatkan minuman untuk juragan," perintah Murni pada putrinya.
Hana mengangguk. "Baik, Bu." Ia kemudian berjalan ke arah dapur.
Di dapur.
"Nilam nya mana, Hana?" tanya kakek Usman yang masih terduduk di kursi meja makannya.
Hana menoleh pada kakeknya.
"Maaf, Kek. Yang datang bukan kak Nilam."
"Lalu?"
"Juragan Dahlan."
Wajah kakek berubah heran. "Ada keperluan apa dia datang kemari?"
Hana menggedikan bahunya. "Hana tidak tahu, Kek."
Kakek Usman lantas berjalan ke arah ruang tamu rumahnya itu.
Dahlan menyunggingkan bibirnya kala melihat kedatangan kakek berusia 60 tahunan itu.
"Selamat malam, Pak Usman," sapa Dahlan ramah.
"Selamat malam, Juragan, " balas Kakek Usman, lalu duduk di sofa bersebrangan dengan Dahlan. "Mohon maaf sebelumnya, hal apakah yang sampai membawa anda kemari?" lanjutnya bertanya.
Hana datang membawa tiga gelas teh, kemudian meletakkannya satu persatu di atas meja persegi panjang itu.
"Silahkan, Juragan," ucap Hana lembut.
Dahlan tersenyum. "Terima kasih, Nona manis."
Hana mengangguk kemudian duduk di sebelah Murni, ibunya.
Dahlan menatap ketiga orang di hadapannya itu satu persatu.
"Tujuan saya kemari untuk...."
***
Nilam membuka matanya perlahan, lalu mengerjap-ngerjapkannya. Ia mengedar pandangannya ke sekeliling tempat itu.
"Ada dimana, aku...?" tanyanya dengan suara lemah dan parau.
Seorang dokter wanita yang baru saja hendak memeriksa Nilam, tersenyum. "Syukurlah anda sudah sadar, Nona. Saat ini anda sedang berada di rumah sakit."
"Rumah sakit?"
"Iya, Nona. Seseorang membawa anda kemari dalam keadaan pinsan."
"Seseorang?" Nilam mulai bingung.
Apa mungkin juragan Dahlan yang membawaku kesini?
Dokter itu mengangguk tersenyum.
"Sebentar, saya periksa dulu keadaan anda, Nona." Ia mengeluarkan stetoskopnya dan mulai memeriksa Nilam.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya seseorang tiba-tiba masuk ke ruangan itu.
Dokter wanita itu menoleh. "Semuanya baik, Tuan. Tidak ada yang serius. Sepertinya dia hanya shock. Besok pagi sudah boleh pulang."
"Syukurlah," ucap pria itu tersenyum.
"Baiklah saya permisi, Tuan. Suster akan segera mengantarkan makanan dan obat untuk Nona ini."
"Baiklah, terima kasih, Dokter."
Selepas Dokter itu keluar, laki-laki itu menatap Nilam, kemudian tersenyum.
"Hay, sudah baikan?" tanyanya lembut, ia kini sudah berdiri di samping Nilam.
Wajah Nilam merengut ketakutan. Tubuhnya meringsut. Ia menarik selimutnya hingga ke dada, lalu mencengkramnya kuat.
"Hey, tenanglah. Aku bukan orang jahat."
"Si-siapa, kamu?"
"Tadi sore aku menemukanmu tergeletak tak sadarkan diri di perkebunan teh."
Nilam menerawang pada kejadian tadi siang, dimana saat Juragan Dahlan memaksa dirinya untuk di jadikannya isteri, dan mengancam akan menghabisi kakeknya.
Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori halusnya.
"Tidak... jangan bunuh kakek.... Aku mohon jangan apa-apakan kakekku!" Nilam menangis menggeleng-gelengkan kepalanya cepat seraya bangkit lalu terduduk. "Aku tidak mau kehilangan kakek!" teriaknya histeris.
"Hey, tenanglah, Nona. Tidak akan ada yang membunuh kakekmu. Tenanglah...." Pria itu memegang kedua bahu Nilam, kemudian beralih menangkup kedua pipi Nilam dan menatapnya lembut. "Semuanya akan baik-baik saja. Kamu harus tenang, okay..."
Nilam terdiam, membalas tatapan pria itu. Kemudian tubuhnya melemas perlahan.
"Beristirahatlah. Tenangkan dirimu. Aku akan menjagamu di sini, "ucap pria itu, masih dengan suara lembutnya. Ia kemudian menarik sebuah kursi yang berada di belakangnya. Lalu mendudukan tubuhnya pada kursi itu di samping brangkar Nilam.
Seorang perawat baru saja datang membawakan semangkuk bubur beserta obat-obatan untuk Nilam.
"Sebelum obatnya di minum, Anda harus makan dulu, ya, Nona."
"Biar saya saja, Suster. Suster boleh kembali," ucap pria itu halus seraya mengambil alih mangkuk berisi bubur dari tangan perawat itu.
"Baiklah. Saya permisi. Jangan lupa obatnya di minumkan, ya, Tuan," ucap perawat itu yang kemudian di angguki oleh pria berwajah tampan itu.
Selepas kepergian perawat dari ruangan itu.
"Aku suapi," ucap pria muda 26 tahunan itu, sambil menyodorkan sesendok bubur ke mulut Nilam.
Nilam membuka mulutnya sedikit. Mengunyah bubur itu perlahan. Rasa ketakutannya mulai memudar perlahan.
Setelah bubur itu tandas tak bersisa. Pria itu membuka satu persatu obat-obatan yang masih terkemas rapi. Kemudian meminumkannya kepada Nilam dengan sangat telaten.
"Siapa kamu, sebenarnya?" tanya Nilam membuka percakapan.
Pria itu tersenyum. Kemudian ia mengulurkan lengan kanannya, meminta Nilam untuk menjabatnya.
"Kenalkan... namaku, Kenzie . Aku dari kota A. Lalu, boleh aku tahu namamu?"
Nilam membalas jabatan tangan pria bernama Kenzie tersebut. "Aku Nilam."
"Nilam, nama yang cantik."
"Terima kasih." Nilam tersenyum tipis.
Ya Tuhaaan, senyumnya manis sekali.
Seperti terhipnotis, cukup lama Kenzie berada dalam mode bengongnya.
"Tuan... Tuan Kenzie. Anda baik-baik saja?" tanya Nilam khawatir.
Kenzie mengerjap, mulai keluar dari dunia kekagumannya. "O-oiya, maaf. Aku tidak apa-apa, Nilam." Kenzie tersenyum kikuk.
"Syukurlah." Nilam tersenyum kembali.
Jika melihat senyumnya terus menerus seperti ini, lama-lama aku bisa mati, seperti ayam terkena flu burung. Sialan!
Seketika itu wajah Kenzie berubah serius.
" Maaf, jika aku lancang. Mengapa kamu bisa sampai jatuh pinsan di tengah-tengah perkebunan itu?"
Nilam membuang wajahnya ke arah berlawanan dengan posisi Kenzie.
" Aku tidak apa-apa," jawabnya kemudian.
" Sepertinya kamu bukan seorang yang pandai berbohong, Nona Nilam. Aku melihat begitu banyak kemelut di wajahmu."
Nilam membalikkan wajahnya, kembali menatap Kenzie. "Saya rasa, itu bukan urusan Anda, Tuan Kenzie."
"Oh, maaf. Kamu benar, Nilam." Kenzie tersenyum.
"Apa aku sudah bisa pulang sekarang? Kakek pasti sangat mengkhawatirkanku."
"Maaf, Nilam. Bukan maksud apa-apa. Tapi tadi kamu dengar sendiri, dokter bilang bahwa kamu baru boleh pulang esok pagi."
"Begitu, kah?"
Kenzie mengangguk.
Wajah Nilam seketika menampakkan sirat kesedihan yang amat dalam.
Pasti juragan Dahlan sudah berada di rumah saat ini. Apa yang akan di lakukannya pada Kakek, Hana dan Bibi? Setelah mengetahui bahwa aku tidak ada di sana sekarang.
Ya Tuhan, lindungilah keluargaku dari juragan Dahlan.
Kenzie menyadari kesedihan yang nampak di wajah cantik Nilam.
*Sepertinya wanita cantik ini memiliki beban hidup yang sangat berat. Lalu... bolehkah aku membantu meringankannya*?"
~○○○~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@
Hayyoo... Kenzie ini siapa??
2021-08-18
0
Yeni Eka
Kenzie calon kekasih Nilam ya
2021-01-26
0
Seul Ye
Virus flu burung masih aman dibanding virus kozume kenma 🤣
2021-01-21
0