Dua hari setelah tragedi penculikan itu.
Nilam, si gadis desa berparas cantik berusia 22 tahunan itu, kini sedang berada di tengah-tengah hamparan luas sebuah perkebunan teh di desanya.
Di punggungnya terpasang sebuah keranjang bambu berukuran besar, tempatnya menampung daun-daun teh yang telah di petiknya.
" Lam." Seseorang menepuk pundak Nilam yang tengah asik dengan pekerjaannya memetik teh.
Nilam menoleh. " Danu," ucapnya kemudian tersenyum.
Pemuda tampan bernama Danu tersebut, tak lain adalah kekasih Nilam sendiri.
" Kenapa ke sini? Kamu tidak bekerja?" tanya Nilam.
Danu menggeleng. " Aku sengaja mengambil libur hari ini untuk bertemu kamu."
Nilam tersenyum manis. " Oh, ya?"
Danu mengangguk membalas senyuman Nilam. " Didy bilang, dua hari yang lalu kamu di culik. Benar itu, Lam?" Raut wajah Danu berubah serius.
Nilam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "Iya, Dan."
" Tapi kamu baik-baik saja, kan, sekarang? Apa tubuhmu ada yang terluka?" tanya Danu khawatir seraya memegang kedua pundak Nilam.
Nilam menggeleng tersenyum. " Didy datang tepat pada waktunya. Aku tidak mengerti apa yang dilakukan anak itu, hingga ia bisa menumbangkan tiga orang laki-laki dewasa itu sekaligus."
Danu menunduk terdiam. " Aku minta maaf, Lam. Aku tidak ada, di saat kamu kesulitan seperti itu. Malah Didy yang hanya seorang anak kecil, yang datang menyelamatkan kamu," ucap Danu penuh penyesalan.
"Hey, aku sudah tidak apa-apa. Tuhan sudah menyelamatkan aku melalui Didy. Kamu tidak perlu merasa bersalah, " ujar Nilam sembari menangkup kedua pipi kekasihnya, masih dengan senyum di wajah cantiknya.
Beberapa saat Nilam dan Danu larut dalam irama saling memandang. Hingga tiba-tiba, sebuah suara keras membuyarkan melodi romantis mereka.
" Hey, kalian berdua! Di sini tempat bekerja! Bukan tempat untuk memadu kasih!" teriak seorang wanita paruh baya berbadan kurus.
Nilam melepas cepat tangkupan telapak tangannya di wajah Danu. " Iya, Bu Darti. Maafkan saya," ucap Nilam menunduk.
Darti adalah orang kepercayaan Juragan Dahlan, seorang pria tua berumur 47 tahunan. Yang tak lain adalah pemilik perkebunan teh itu sendiri. Tugas Darti adalah memantau setiap pekerja di tempat itu.
" Dan kau anak muda, lekaslah pergi dari sini. Sebelum Juragan Dahlan mengetahui kelakuan kalian. Karena dia akan kemari sebentar lagi untuk menemui Nilam," lanjut wanita bernama Darti itu mengarah pada Danu.
" Baik, saya akan segera pergi. Maafkan saya," ucap Danu lembut, kemudian ia menoleh pada Nilam. " Aku pergi dulu. Sampai bertemu nanti."
Nilam hanya mengangguk tersenyum.
Danu berbalik badan kemudian melangkah menjauh meninggalkan Nilam bersama Darti.
" Lanjutkan pekerjaanmu. Sebentar lagi juragan akan menemuimu," ucap Darti tegas.
Nilam terdiam sesaat sebelum menjawab.
Untuk apa juragan ingin menemuiku?
" Baik, Bu Darty."
Darti kemudian berjalan meninggalkan Nilam, untuk mengontrol para pekerja lainnya.
Beberapa saat kemudian...
" Halo, Nilam cantik," suara juragan Dahlan yang datang menghampiri Nilam.
Nilam menoleh ke arah asal suara. "Iya, Juragan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Nilam lembut.
Tanpa Nilam sadari, semua teman satu profesinya yang berada tak jauh darinya telah pergi meninggalkan area sekitar tempat itu.
Darti menyuruh mereka semua menjauh atas perintah Juragan Dahlan.
Dahlan, pria tua yang tubuhnya masih terlihat tegap dan gagah itu, tersenyum.
" Nilam, Nilam. Kau selalu saja bersikap manis. Aku kemari hanya ingin bernegosiasi denganmu."
"Maksud Juragan?"
Dahlan terkekeh kecil. " Kau dan keluargamu selalu hidup kekurangan, bukan? Dan gajimu di sini tidak cukup untuk menghidupi seluruh keluargamu. Terlebih untuk bibimu yang matre itu."
Nilam mengernyit heran. " Tidak Juragan, keluarga saya dalam keadaan baik-baik saja. Saya tidak pernah merasa kekurangan sedikitpun," jawab Nilam lugas, meskipun dalam hatinya mengiyakan kata-kata pria tua itu.
" Jangan bohong, Nilam. Aku mengetahui semua tentangmu dan juga keluargamu."
"Apa yang Juragan inginkan dari saya, sebenarnya?"
" Hahaha ... itulah salah satu yang aku sukai darimu. Selain cantik, kau juga gadis yang sangat cerdas."
" Katakan, Juragan."
" Oh, baiklah. Jika kau sudah sangat tidak sabar." Dahlan menjeda ucapannya beberapa saat. " Berhentilah bekerja, dan jadilah isteriku. Maka aku akan mencukupi segala kebutuhanmu dan juga seluruh keluargamu. Bukankah akan sangat menyenangkan menjadi seorang 'Nyonya Dahlan' ?"
Nilam tersentak kaget kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya cepat.
" Saya tidak bisa, Juragan!" tolak Nilam tegas.
" Kenapa, manis? Apa kau ingin mengajukan syarat, sebagai bentuk persetujuanmu menjadi isteriku? Sebutkan, apapun yang kau inginkan. Aku akan kabulkan dengan senang hati."
Nilam menatap Dahlan tak percaya.
Benar-benar pria tua tak tahu diri.
Bukankah dia sudah memiliki tiga orang isteri yang cantik-cantik?
" Bukan, Juragan. Saya tidak menginginkan apapun dari anda. Bisa bekerja di sini saja, sudah sangat cukup bagi saya."
" Apa maksudmu kau menolakku?" tanya Juragan Dahlan.
Nilam menundukkan kepalanya. " Maafkan saya, Juragan."
" Kenapa? Aku bisa memberikanmu kemewahan dan harta yang berlimpah. Bahkan seluruh perkebunan teh ini bisa menjadi milikmu. Tetapi, setelah kau menikah denganku, tentunya."
" Tidak, Juragan. Saya sungguh tidak menginginkan semua itu. Saya sudah sangat bersyukur, dengan apapun yang saya miliki saat ini."
Dahlan tersenyum remeh. " Jadi kau benar-benar menolakku, Nilam?"
Nilam menundukkan kepalanya dalam.
" Maaf, Juragan. Saya benar-benar belum berniat untuk menikah."
Dahlan berkacak pinggang. Nafasnya mulai memburu. Wajahnya merah padam. Matanya menatap Nilam penuh amarah.
" Beraninya kau... " ucapnya geram.
" Seluruh wanita di desa ini menginginkan untuk menjadi isteriku. Bahkan mereka rela ku jadikan isteri yang ke tiga, ke empat, hingga ke sepuluh sekalipun. Tetapi kau... kau gadis miskin terlalu sombong!"
Nilam terdiam membisu. Setetes bening di sudut mata indahnya mulai jatuh menimpa jari-jari tangannya yang saling bertaut di depan perut langsingnya.
" Kau ingat ucapanku ini, Nilam. Aku tidak akan segan-segan merusak wajah cantik mu itu. Agar tidak ada seorang laki-lakipun yang menginginkanmu lagi. Jadi berpikirlah sebelum menolakku," lanjut Dahlan penuh penekanan.
Nilam mulai terisak. Tenggorokannya tercekat, ia tak mampu berkata apapun. Rasa takut mulai menjalar di sekujur tubuhnya.
" Pikirkan! Menikah denganku, atau ku rusak wajahmu!" tegas Dahlan kemudian melangkah hendak meninggalkan Nilam.
Namun sesaat kemudian, ia menoleh kembali ke arah Nilam dengan senyuman iblisnya.
" Satu lagi, atau bisa saja ku habisi kakek kesayanganmu itu sebagai gantinya. Jika kau berani menolakku lagi."
Nilam terperanjat. Kedua bola matanya membulat sempurna. " Jangan, Juragan! Jangan sakiti kakekku. Jangan apa-apakan dia. Aku mohooon...."
" Hahaha.... Baiklah, maka persiapkan dirimu. Malam ini aku akan datang melamarmu pada kakekmu," ucap Dahlan kemudian dia benar-benar pergi meninggalkan Nilam dengan segala kekalutannya.
Tubuh Nilam mulai limbung, hingga dirinya terperosot jatuh ke tanah.
Ya tuhan... cobaan apa lagi ini?
Nilam menangis sejadi-jadinya. Meratapi hidup yang seakan tak pernah memihak kepadanya.
Dalam tangisnya, Nilam berusaha bangkit. Ia melepas keranjang tehnya dan meninggalkannya di tempat itu. Kemudian ia memapah langkahnya gontai.
Ibu ... ayah... aku ingin ikut kalian saja.
Jemput aku, aku mohon ....
Aku sudah tidak tahan lagi menanggung semua ini.
Ini terlalu berat untukku, ibu ... ayah ....
Jemputlah aku sekarang ...
Pandangan matanya mulai meremang. Kemudian perlahan berubah menjadi gelap. Dan...
Bruukkk!
Nilam jatuh tak sadarkan diri, di tengah-tengah hamparan luas perkebunan itu.
Tanpa ada seorangpun yang melihat dan menolongnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Yeni Eka
Lanjut Like, bagus ceritanya ka, mampir juga ya ke karyaku ka
2021-01-26
0
ARSY ALFAZZA
like like ❤️
2021-01-16
0
NA_SaRi
dasar pak dahlan tua bangka tak tau diri😤😤😤
2020-12-18
0