Seminggu berlalu....
Pagi ini Nilam di minta Ibu pemilik kedai untuk berbelanja kebutuhan kedai ke pasar.
Tentu saja dengan senang hati ia mengiyakan.
Ia memilih berjalan kaki, karena letak pasar tidak terlalu jauh dari kedai milik suami isteri yang telah menolongnya tersebut.
Sesampainya di pasar, Nilam mulai membeli satu persatu bahan - bahan makanan beserta berbagai jenis kopi instan yang sudah di catat dalam secarik kertas oleh ibu pemilik kedai.
Saat ia tengah asyik memilah - milih jenis sayuran, seseorang berdiri di sampingnya sembari memainkan wortel yang di ambilnya dari kios sayuran tersebut.
"Hey, Nona. Sepertinya aku baru melihatmu di sini." Suara seorang lelaki muda berpenampilan urakan, dengan celana jeans sobek - sobek dan kaos tanpa lengan yang terlihat kumal.
"Jadi berapa semuanya, Bu?" tanya Nilam pada penjual sayuran, tanpa menggubris sapaan pemuda di sampingnya tersebut.
"Semuanya 30 ribu," sahut penjual sayuran.
"Ini, Bu. Uangnya pas, ya." Setelah itu Nilam langsung meninggalkan tempat itu terburu - buru.
"Hey, Nona. Mau kemana?!" teriak pemuda tersebut. Ia lalu mengejar Nilam yang sudah berjalan ke arah luar.
"Mau apa kamu?" tanya Nilam panik, karena sebelah lengannya sudah di cekal pemuda tersebut.
"Aku hanya ingin berkenalan. Apa itu salah?"
"Tolong lepaskan tanganku. Aku harus segera pulang," ujar Nilam penuh permohonan.
"Sebentar saja. Aku traktir makan, mau ya?"
"Aku sudah ditunggu ibuku. Tolong lepaskan aku."
Tiga orang lelaki berumur lebih dari 30 tahunan datang menghampiri Nilam dan pemuda tersebut.
"Kau dapat mangsa baru rupanya, Son," ujar salah satu dari ketiga lelaki tersebut.
"Iya, ni Bos. Mulus, cantik," jawab pemuda yang bernama lengkap Sony tersebut tersenyum tanpa melepas lengan Nilam dalam cekalannya.
Lelaki yang di panggil Bos tersebut mengerutkan kening menatap wajah Nilam yang menunduk ketakutan.
"Kamu... bukankah kamu wanita yang berada di kedai si tua itu?"
Nilam mendongak sekilas, kemudian menunduk kembali. "Tolong lepaskan saya, Tuan."
Lelaki itu mendekat ke arah Nilam. "Aku ingin tahu, benarkah kepalamu itu memiliki penyakit kulit?"
"Jangan, Tuan, saya mohon jangan...!" Nilam menjatuhakan rinjing belanjaannya kemudian menahan kain penutup kepalanya agar tidak di buka paksa oleh lelaki yang akrab di sapa Bos itu.
Semua orang mulai berkerumun menyaksikan kekurang ajaran para bromocorah pasar itu pada Nilam. Tetapi rasa takut pada bandit - bandit itu, mengalahkan rasa kasihan mereka terhadap Nilam. Hingga tak satupun dari mereka yang berusaha menolong gadis naas itu.
"Sony, bawa dia ke markas!" perintah tegas dari sang Bos tak terbantahkan.
"Siap, Bos!"
Nilam menggeleng - gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku tidak mau. Aku mohon jangan...!"
Sony di bantu satu orang preman lainnya memegang masing - masing satu lengan Nilam. Dan mereka mulai menarik Nilam meninggalkan pasar itu menuju suatu tempat.
Nilam terus meronta meminta di lepaskan. Namun naas, tak sedikitpun belas kasih yang di tunjukkan oleh para preman itu padanya.
Ia terus di seret tanpa ampun.
Orang - orang yang melihat kejadian itu hanya menatap Nilam dengan iba. "Kasian sekali gadis itu," ucap salah satu orang yang berasal dari kerumunan.
"Iya, punya wajah cantik itu tak selamanya menyenangkan," timpal yang lainnya.
---
Bruuukkk....
Tubuh Nilam di hempaskan pada sebuah ranjang di dalam kamar subuah rumah kecil yang nampak tak terawat.
"Lepas kain itu dari kepalamu!" perintah keras sang ketua preman pada Nilam.
"Tidak, aku tidak mau!"
"Baiklah, ternyata kau lebih suka di paksa kelinci kecil," ujar lelaki itu dengan seringai iblisnya.
Nilam meringsut ketakutan, tubuhnya bergerak semakin terpojok. "Jangan, aku mohon, jangan. Kau akan sangat jijik melihat kepalaku, Tuan."
"Benarkah?" tanya ketua preman sedikit memicingkan matanya.
"Iya, Tuan. Suami ku pergi meninggalkan aku karena penyakit ini," dalih Nilam berusaha tetap mempertahankan diri.
"Aku tidak percaya!"
Wuussshhh!
Kain itu terlepas seketika.
Ke empat preman itu melebarkan mata mereka sempurna. Sang Bos melempar kain hitam yang baru saja di lepasnya dari kepala Nilam itu ke sembarang arah.
"Sony, bawa perempuan itu keluar dari sini," perintah sang ketua dengan raut wajah sulit di tebak.
"Kau saja," ucap Sony melempar perintah sang Bos pada kedua preman lainnya.
"Tidak, kau saja, aku takut..." sahut salah satu dari kedua preman itu.
Nilam kebingungan melihat ekspresi mereka. Ia meraba kepalanya perlahan.
"Tidak ada apa - apa di kepalaku. Ikatan rambutku masih rapi. Tapi kenapa mereka terlihat ketakutan?" Nilam berucap dalam hati.
"Hey, kalian! Cepat seret dia keluar!" Lagi - lagi sang Bos memberi perintah.
"Aku keluar sendiri saja, Tuan," ujar Nilam seperti mendapat angin segar.
"Baiklah, cepat! Sebelum makhluk - makhluk menjijikan di kepalamu itu berjatuhan di tempat tidurku!
Nilam terperangah. Makhluk - makhluk menjijikan? Apa? Bathin Nilam.
"Cepat!" teriak pria itu.
"I- iya, Tuan." Tanpa ABCD lagi Nilam langsung beranjak. Mengambil kain penutup kepalanya dan segera keluar meninggalkan tempat itu.
Setelah cukup menjauh dari markas para bandit itu. Nilam mengusap dadanya. "Terima kasih, Tuhan... Engkau telah menyelamatkanku dari mereka," ucap Nilam penuh syukur. Ia mengenakan kerudung hitamnya kembali. "Eh, tunggu. Para preman itu bilang, makhluk menjijikan di kepalaku. Makhluk apa yang mereka maksud?"
Nilam membuka kerudungnya kembali untuk memastikan makhluk menjijikan apa yang ada di kepalanya, hingga membuat para preman itu bergidik jijik dan membebaskannya dengan sukarela.
Setelah puas meraba - raba seluruh bagian kepalanya, Nilam mengernyit bingung.
"Tidak ada apa - apa di kepala dan rambutku," gumam Nilam. Kemudian menutup kembali cepolan rambutnya menggunakan kerudung pemberian Nenek Samiah itu.
Ia mulai berjalan menuju pasar, berniat mengambil kembali barang belanjaannya yang tadi di tinggalkannya karena ulah para preman itu.
Namun ketika itu juga, Nilam menghentikan langkahnya. Sekilas matanya menangkap sesosok bayangan yang berdiri di bawah pohon besar tak jauh dari posisinya, dan memperhatikannya tak lepas.
Nilam menoleh ke arah sosok tersebut.
"Nenek Samiah..." gumamnya sembari menatap sosok yang tersenyum ke arahnya itu. "Kenapa Nenek bisa ada di sini?" Nilam masih bergumam tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.
Ketika ia mulai melangkah hendak menghampiri Nenek Samiah itu, tiba - tiba sosok tua itu menghilang entah kemana.
"Nek!" panggil Nilam, ia memutar - mutar tubuhnya mencari sosok yang di yakininya adalah Nenek Samiah. "Kemana, Nenek? Bukannya tadi dia berdiri di sini? Tidak mungkin aku salah lihat, kan?" Nilam terus berargumen dengan pikirannya sendiri.
Akhirnya ia sampai pada titik lelahnya, sosok renta itu tak juga di temukannya.
"Sudahlah, mungkin aku memang salah lihat."
Nilam mulai menuntun langkahnya kembali menuju pasar.
Sesampainya di tempat yang di tuju. Nilam tak menemukan apa yang di carinya.
"Cari apa, Nduk?" tanya seorang ibu penjual kue yang mangkal tak jauh dari tempat Nilam berdiri kebingungan.
"Oh, itu, Bu. Apa Ibu lihat rinjing belanjaan saya yang tadi tertinggal di sini?" tanya Nilam.
"Oh, kamu ini gadis yang tadi di bawa para bandit itu, ya?" tanya bapak penjual buah yang berada di tempat yang sama.
Nilam mengangguk. "Iya, Pak. Apa Bapak melihat rinjing belanjaan saya?" tanya Nilam lagi.
"Sayangnya tidak, Nak."
"Oh begitu ya, Pak. Ibu bagaimana, apa Ibu melihatnya?"
"Tidak juga, Nduk. Sepertinya ada orang yang mengambilnya saat semua sibuk memperhatikanmu di boyong para bandit itu."
"Begitu, ya, Bu..." Nilam menghembuskan nafas kasar. "Bagaimana ini? Ibu dan Bapak kedai bisa merugi karena ulahku."
Nilam memapah langkahnya gontai keluar dari area pasar tersebut.
Saat ia berjalan melewati sebuah pohon yang sudah tumbang di pinggir jalan yang di pijakinya, ia terduduk lesu di atas batang besar pohon tersebut.
Sudut mata indahnya mulai menitikan buliran - buliran bening, menandakan kesedihan yang mulai menyapanya kembali.
"Kenapa hidupku selalu begini, Tuhan.... Tak pernah lepas dari masalah," keluh Nilam lirih.
Sesaat kemudian, tetesan air mata itu mulai berubah menjadi sebuah aliran. Nilam terisak.
"Anda baik - baik saja, Nona?" tanya seseorang mengejutkan Nilam yang tengah larut dalam kekacauan hatinya karena menghilangkan barang - barang belanjaan pemilik kedai yang telah begitu baik padanya itu.
Nilam mendongak menatap sosok tersebut.
"Anda siapa?"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Dewi Ansyari
Yang sabar ya Nilam semua kesedihan dan penderitaan mu akan terbayarkan dengan k bahagiakan😁👍
2021-10-20
0
NA_SaRi
ada unsur supernatural kh di novel ini?
2020-12-18
1
Zia Azizah
more exciting
2020-12-17
0