" Yang tadi itu, suara apa, Rani?" tanya Nilam setelah berhasil menetralkan keterkejutannya.
" Oh, itu hanya seekor kucing. Dia menjatuhkan tutup panci di dapur."
"Ooh, aku kira orang di rumah ini ada yang bangun."
" Tidak ada. Ayo, kamu harus segera keluar dari sini. Dan menjauh dari lingkungan rumah ini sebelum pagi."
Nilam mengangguk." Kamu benar. Ayo."
Rani kembali menuntun jalan melanjutkan misinya untuk mengeluarkan Nilam dari rumahnya itu.
Dengan langkah mengendap mereka melewati ruangan demi ruangan yang sangat membingungkan bagi Nilam.
Hingga beberapa saat kemudian....
" Kita sudah sampai. Ini pintunya. Kamu sudah bisa keluar dari rumah ini." Rani menunjuk sebuah pintu rahasia yang menghubungkan halaman belakang rumah itu dengan sebuah jalan setapak di baliknya.
Pintu itu tertutup bunga-bunga rambat yang menjalar hingga ke bawahnya. Hingga tak terlihat seperti sebuah pintu.
"Terima kasih, Rani. Kalau aku boleh tahu, kenapa kamu mau membantuku?" tanya Nilam sebelum membuka pintu itu.
"Karena aku juga tidak ingin punya ibu tiri lagi. Kamu lihat, kamu itu muda dan cantik. Bisa-bisa kamu akan jadi ratu di rumah ini, dan mengalahkan aku dan kak Shinta."
"Kak Shinta?"
"Iya, dia kakakku."
"Kalau begitu, aku tidak jadi pergi. Agar aku bisa menjadi ratu di rumahmu ini," goda Nilam.
Rani melebarkan matanya, kemudian memukul pelan lengan Nilam.
"Aku sudah susah payah mengeluarkanmu dari sini. Kamu jangan macam-macam."
Nilam tersenyum geli. "Iya, iya. Aku juga tidak mau menikah dengan ayahmu."
"Dasar, kamu ini. Aku kira kamu perempuan gila harta, sampai mau menikahi ayahku yang sudah ubanan itu. Kamu tahu, aku sampai harus mencekoki para penjaga itu dengan obat tidur. Hanya untuk membebaskanmu dari sini."
"Apa?! Jadi kamu...."
Rani mengangguk, ia tersenyum sembari menaik turunkan alis tebalnya.
Nilam tersenyum kemudian memeluk tubuh Rani erat. "Terima kasih, Rani."
"Sama-sama. Sekarang cepat pergilah, sebelum anak buah ayah sadar. Aku juga harus segera kembali ke dalam. Takut Ayah akan tahu, bahwa aku yang sudah membebaskanmu."
Nilam melepas pelukannya.
"Baiklah Rani. Sekali lagi, terima kasih," ucap Nilam. Ia mulai membuka pintu yang tak terkunci itu perlahan.
Rani tersenyum. "Pergilah sejauh mungkin dari sini. Aku sarankan jangan kembali ke rumahmu, karena ayah pasti akan mencarimu ke sana."
"Kamu benar. Baiklah, selamat tinggal Rani. Terima kasih sudah menjadi penyelamatku."
"Jangan terlalu banyak berterima kasih. Aku seperti pahlawan saja. Sekarang jemputlah masa depanmu.... Kak Nilam."
Nilam tersenyum mendengar panggilan Rani untuknya. "Karena kamu memang pahlawanku." Nilam menyentuh pundak Rani sekilas. "Sampai jumpa, Rani." Ia mulai melangkah melewati pintu itu.
Rani melihatnya penuh iba.
"Aku sudah banyak mendengar cerita tentangmu, kak Nilam. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu di luar sana," gumam Rani pelan. Setelah pintu tertutup, dan Nilam mulai menjauh, ia kembali masuk ke dalam rumahnya.
---
Nilam menyusuri jalan setapak itu dengan langkah cepat. Di bantu cahaya bulan yang memperlihatkan kelokan demi kelokan jalan itu samar.
"Aku harus berjalan sejauh mungkin. Agar Juragan Dahlan tidak bisa menemukanku."
Ia terus melangkah tak tentu arah. Yang ada dalam benaknya, hanya ia harus menjauh dari kediaman Dahlan secepatnya.
Tak terasa berjam-jam lamanya Nilam berjalan. Hingga kini ia mulai memasuki hutan dengan banyak pepohonan tinggi di sekelilingnya.
Waktu sudah hampir pagi.
"Huhhfft, lelah. Aku haus sekali."
Nilam melangkah dengan tertatih. Semakin dalam ia memasuki hutan. Luka-luka kecil bekas goresan rumput liar memenuhi kaki jenjangnya yang tanpa alas. Rasa lelah sudah menjalar di sekujur tubuhnya.
Hingga pandangannya mulai memburam, tubuhnya limbung dan tak mampu lagi menahan keseimbangannya.
Dan....
Bruukk!!
Seketika tubuh Nilam ambruk ke tanah. Ia jatuh dan tak sadarkan diri. Akibat kelelahan yang teramat sangat menerjang tubuh lemahnya.
***
"Kalian semua memang tidak becus! Menjaga satu perempuan lemah saja tidak mampu! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu!" teriakan Dahlan membahana sampai ke seluruh ruangan rumah besar itu.
"Baik, Juragan," balas para anak buah Dahlan itu patuh, di iringi rasa takut. Mereka berhambur keluar menjalankan tugas mencari Nilam.
Dahlan beralih menatap ketiga isteri dan anak-anaknya, yang terdiri dari satu anak lelaki remaja berusia 14 tahun, anak dari Nurma isteri ketiga Dahlan.
Dan Rani anak dari Erna isteri keduanya.
Mereka semua sudah berkumpul di ruangan itu. "Apa kalian semua yang sudah bersekongkol membebaskan Nilam?" tuduh Dahlan pada mereka.
"Aku akan lebih memilih untuk membunuhnya saja, daripada hanya sekedar membebaskannya," kata Erna isteri kedua Dahlan.
" Betul, Mbak. Aku juga. Karena kalau hanya sekedar di bebaskan, ya, seperti ini. Kamu akan terus berusaha mendapatkannya, Mas." Nurma, isteri ketiga Dahlan menimpali.
"Diaaam.... Kalian!!" bentak Dahlan geram.
"Sudahlah, Ayah. Berarti Tuhan tidak menakdirkanmu untuk berjodoh dengan wanita muda itu," ucap Rani yang terduduk santai di sofa ruangan besar itu, sembari memainkan ponselnya tenang.
Dahlan memicingkan matanya menatap Rani. "Rani, jangan-jangan kamu...."
"Bukan aku Ayah," potong Rani cepat. "Apa untungnya untukku membebaskan dia? Ayah menikah lagi atau tidak, hidupku tetap sama saja seperti ini," lanjutnya tenang, tanpa menatap wajah sang ayah.
"Ra--
"Pagi semuanya," sapa seorang gadis cantik berperawakan tinggi dan berpenampilan seksi, menampilkan setiap lekuk tubuh indahnya, tiba-tiba datang dari arah luar, memotong kalimat Dahlan.
Dahlan tersenyum. "Sayang, kamu baru pulang?" tanyanya kemudian langsung memeluk dan menciumi kepala gadis itu.
"Iya, Ayah, aku lelah sekali." Ia melepaskan pelukan Dahlan, kemudian menghampiri dan memeluk Midar, sang ibu. "Ibu, aku lapar."
" Iya, sayang. Sebentar, Ibu akan minta bibi, untuk menyiapkan makananmu," kata Midar, isteri pertama Dahlan. Kemudian ia beranjak dan berjalan ke arah dapur.
"Ayah, ada apa? Kenapa sepagi ini kalian semua sudah berkumpul di sini?" tanya gadis itu.
"Ayah kehilangan calon isteri ke empatnya, Kak Shinta." Rani mengambil jawaban.
"Isteri ke empat?"
"Iya, Kak. Ayah mau menikah lagi." Yudi, si bontot membuka suaranya.
"Kak Shinta tahu tidak, calon isteri ayah itu, masih muda sekali. Sepertinya dia masih seumuran Kak Shinta. Dia sangat cantik, Kak. Dan paling penting, dia adalah kembang desa yang terkenal kecantikannya itu." Rani memperjelas.
"Diam kamu, Rani!" bentak Dahlan.
"Ayaaahh... kenapa ayah mau menikah lagi? Terlebih dengan gadis semuda itu." Shinta bergelayut manja di lengan Dahlan.
"Kak, kalau Ayah jadi menikahi gadis itu, posisi Kak Shinta sebagai ratu di rumah ini, otomatis akan tergeser. Ayah, kan, sangat tergila-gila pada wanita itu." Rani mengompori.
"Apa?! Memang secantik apa wanita itu, Rani?" tanya Shinta penasaran.
"Dia sangat ayu, Kak. Sikapnya lembut, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam panjang dan berkilau. Pokoknya dia sangat sempurna, Kak," jawab Rani memprovokasi.
"Hentikan, Rani!" bentak Dahlan lagi. Namun di balas santai oleh Rani.
"Benarkah?" tanya Shinta. Ia beralih menoleh pada Dahlan. " Ayah, aku tidak mau ayah menikah dengan wanita itu." Shinta memanyunkan bibirnya.
Dasar wanita manja. Bathin Rani.
"Tidak, sayang. Lagipula dia sudah pergi dari rumah ini," ucap Dahlan menenangkan.
"Benar, ya, Ayah?"
Dahlan mengangguk. "Bagaimana perkembangan karir modelmu, sayang? Apa kamu senang, bekerja di kota besar itu?" tanya Dahlan mengalihkan pembicaraan.
Shinta tersenyum. "Sangat senang, Ayah. Bahkan sangat, sangat senang. Terlebih di sana, aku bertemu dengan seorang lelaki muda, tampan dan kaya."
"Benarkah? Siapa dia, Nak? Kenalkan pada Ayah. Ayah akan dengan senang hati menyambutnya."
"Sabar, Ayah. Aku masih berusaha mendekatinya."
"Baiklah, Ayah akan selalu mendukungmu. Siapa nama lelaki itu, dan apa pekerjaannya?"
"Dia adalah Gavin Pradana. Seorang pengusaha muda yang sukses. Dia adalah seorang direktur utama di perusahaannya, Ayah," ujar Shinta senang.
"Wah, benarkah? Kamu memang anak Ayah yang paling bisa di andalkan." Dahlan tersenyum bangga.
Kedua isteri Dahlan yang berada di ruangan itu, menatap malas ke arah Shinta dan Dahlan. Sedangkan Rani, dia hanya cuek dan memasang wajah tak perduli.
~○○~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
osinry 翔
Likeeee suka bc novel yg sd tamat 🤭
2022-03-01
2
Yeni Eka
Makin seru,
2021-01-28
0
NA_SaRi
Rani yg baik hati itu, anaknya bulek Erna ya..haha jd ingat bibiku namanya Erna😅
2020-12-18
0