Pertemuan yang diatur oleh semesta. Pertemuan tanpa sengaja, tanpa saling tahu sebelumnya. Pertemuan yang seolah menjadi sebuah takdir. Takdir bahwa cinta masih ingin mempersatukan mereka, melalui pertemuan yang tak terduga.
Alan masih tidak percaya dengan penglihatannya saat ini. Kamera yang sebelumnya dipegang olehnya, sudah terlepas begitu saja, menggantung di dadanya karena tali pelindungnya yang masih melingkar di leher lelaki itu.
Diedarkannya pandangan ke sekeliling mereka, dan barulah dia menyadari keberadaan beberapa orang yang dikenalnya. Mereka menjaga Nara dari jarak aman yang samar terlihat olehnya.
Beno menatap ke arah Alan dan menganggukkan kepala kepada lelaki itu, sebagai tanda bahwa dia bisa berbicara dengan Nara saat ini. Barulah Alan menyadari bahwa tidak ada sosok Yoga bersama mereka.
Dengan kerinduan yang membuncah, Alan memberanikan diri untuk menghampiri Nara lebih dekat lagi. Jantungnya terpompa lebih cepat hingga dentumannya terasa bertalu keras di dadanya.
"Ra ...."
Alan masih setengah tak percaya bisa sedekat ini lagi dengan wanita pujaan hatinya. Rasa syukur tak terhingga terucap dalam hatinya, melihat Nara baik-baik saja, lebih segar dan sehat dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.
Nara masih diam terpaku menatap Alan yang sudah berada di hadapannya. Hatinya masih terus berdebar tak menentu, sungguh tak menyangka bisa bertemu dan melihat kembali lelaki yang selalu bertahta penuh cinta di singgasana hatinya.
Alan melihat perut Nara, bagian tubuh yang mulai terlihat membesar dan selalu disentuh dan diusapinya dengan lembut.
Tanpa kata lagi, Alan duduk di sebelah Nara dan memuaskan diri untuk mengobati kerinduannya dengan menikmati paras cantik wanita di sampingnya.
"Mengapa diam saja, Ra? Apa kamu tidak suka melihatku di sini?"
Nara menggeleng pelan lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah air terjun. Tak kuasa rasanya untuk membalas tatapan penuh kasih dari lelaki itu lebih lama lagi.
"Ya Allah, jagalah hatiku dari perasaan yang sudah tidak semestinya aku rasakan lagi ...."
"Mengapa kamu di sini?" tanyanya tanpa melihat lagi ke arah Alan.
"Aku sering menghabiskan waktuku di sini."
Alan tidak akan mengatakan pada Nara, jika dirinya yang memiliki dan bertanggung jawab atas beberapa villa di sini, temasuk villa yang ditempati Nara.
Sejak memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan milik Yoga, dia memilih untuk berinvestasi dengan membangun beberapa villa di sekitar wilayah tempat wisata ini, dan mengelolanya dengan baik sebagai tempat menginap para pengunjung.
Hal inilah yang sebenarnya sudah diketahui oleh Ardi dan Beno. Namun mereka memilih untuk diam dan tidak mengatakannya kepada Yoga juga Nara.
"Kamu baik-baik saja, Ra? Mengapa kamu jauh-jauh datang kemari? Kamu berlibur?"
"Aku baik-baik saja. Dan tolong berhenti menanyakan hal itu."
Sekuat hati Nara menahan rasa sesak di dalam hatinya, berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan Alan.
"Mengapa, Ra? Mengapa kamu lakukan ini padaku? Mengapa kamu tidak ingin berhubungan lagi denganku?"
"Aku ingin menenangkan diri agar bisa melupakanmu dan membiasakan diri tanpa perhatianmu lagi, Lan. Aku sadar diri, keadaan tidak memungkinkan lagi untuk kita bersama. Tapi mengapa, justru aku bertemu lagi denganmu di sini?"
Nara tidak menjawabnya.
"Apa kamu sudah tidak mencint ...." Ucapan Alan terpotong.
"Jangan berbicara tentang perasaan kita lagi, Lan. Semuanya sudah berubah, tidak lagi sama seperti dulu lagi!"
"Tapi bagiku, semua masih tetap sama, Ra. Perasaan kita, cinta kita, aku yakin kita masih sama-sama merasakannya."
"Tapi kita tidak mungkin bersatu lagi! Itulah takdir yang terjadi. Jadi, kita jalani saja kenyataan ini!"
Nara ingin berdiri dan dia menoleh ke arah belakang. Bibi Asih dan Beno segera datang menghampiri untuk membantunya. Namun Alan sudah lebih dulu memegang tangan dan pinggangnya, membantu untuk berdiri dengan sempurna.
"Hati-hati, Ra. Di sini sangat licin."
"Tolong lepaskan tanganmu."
Nara segera menepis kedua tangan Alan dari tubuhnya. Tangannya terulur meraih tangan Bibi Asih yang sudah sampai di sampingnya, begitu juga Beno dan kedua pengawal yang sudah siap menjaga istri dari tuan mudanya tersebut.
Wanita itu berjalan pelan didampingi Bibi Asih, menjauh dari air terjun dan meninggalkan Alan yang masih penuh kebingungan atas perubahan sikap Nara.
Beno masih berdiri di samping Alan.
"Maaf, Pak Alan. Mungkin Ibu Nara belum siap untuk bertemu dengan Bapak. Hari ini, pertama kalinya Ibu bisa pergi keluar dan ingin menenangkan diri di sini."
Alan mengangguk seraya menoleh ke arah Beno.
"Apakah dia baik-baik saja? Apakan Yoga masih terus menyakitinya?"
"Ibu Nara sehat dan sudah semakin kuat. Pak Yoga juga sudah mulai memperhatikan Ibu dengan sikap yang baik."
Alan menatap Beno tak percaya. Yoga berubah?
Mendadak terlintas ketakutan dan rasa kehilangan di hati Alan, saat tadi Nara mengatakan tak ingin lagi diganggu olehnya.
"Apakah karena Yoga, Ra? Apakah Yoga sudah berhasil masuk ke dalam hatimu dan menggantikan aku?"
"Kami menginap di villa terdepan dari gerbang utama. Jika Bapak ingin menemui Ibu Nara lagi, Pak Alan bisa datang ke sana."
Alan berpikir, mereka memang harus bertemu kembali, bicara dari hati ke hati, agar semuanya jelas dan tidak menjadi kesalahpahaman lagi di antara mereka.
"Terima kasih informasinya, Ben."
Alan menepuk pelan pundak Beno, sebelum sang asisten muda tersebut berjalan pergi untuk menyusul Nara dan yang lainnya.
Alan memperhatikan Nara yang sudah semakin jauh dari jangkauannya. Wanita itu terus berjalan dengan hati-hati dan menapaki naik satu demi satu tangga batu yang menjadi jalan keluar dari area wisata ini.
Sepanjang jalan Nara terus menahan perasaan sakit di hatinya. Wajahnya kian sendu dan mulai menitikkan air mata.
Hingga sesampainya mereka di villa, Nara bergegas masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan untuknya.
Di balik pintu, dia menumpahkan tangisannya. Tangisan dengan isak yang semakin keras dan terdengar penuh kesedihan.
Pertemuannya dengan Alan yang tiba-tiba dan tanpa sengaja, kembali menggoyahkan hatinya. Mungkinkah ini hanya kebetulan semata? Atau karena ikatan hati di antara mereka yang masih sekuat dulu, saat mereka masih bersama dan bahagia berdua?
Nara tak kuat lagi berdiri. Tubuhnya merosot ke bawah, lemas dan jatuh terduduk di lantai dengan tangisan yang semakin tersedu.
"Sesedih inikah rasanya, harus menepiskan perasaan yang telah melekat begitu erat di hati, tak bisa lagi memperjuangkannya karena takdir yang telah memisahkan?"
Nara merasa terpuruk, jatuh semakin dalam dengan kesakitan yang luar biasa menyiksa hati. Setelah dua bulan lebih berusaha melupakan dan belajar melepaskannya, mengapa tiba-tiba takdir pula yang mempertemukan mereka di sini? Di tempat yang penuh kenangan indah bagi cinta mereka.
"Sesakit inikah mencintai tapi tak bisa memilikinya? Selemah inikah hati, tak lagi kuat saat tidak bisa bersamanya lagi?"
Di tengah kegalauannya, tiba-tiba ponsel yang masih tersimpan di dalam tas kecil yang dibawanya berdering.
Nara menahan tangisannya dan membersihkan wajahnya yang basah karena air mata. Diambil ponselnya, ternyata panggilan dari Yoga.
Deggg ...!!! Hatinya kembali bergetar membaca nama kontak itu. Dia ingin mengabaikan panggilan itu, tapi entah mengapa justru jari telunjuknya bergerak menggeser tombol hijau untuk menerimanya.
Nara tergugu. Dia hanya diam tanpa membuka suara sedikit pun, hingga Yoga di seberang sana memanggilnya.
"Ra ...?"
Nara tetap diam dan sepertinya Yoga mengerti dan melanjutkan ucapannya dengan suara cukup lembut.
"Aku merindukanmu dan calon anak kita ...."
Saat itu juga, sebelah tangan Nara bergerak pelan menyentuh perut dan mengelusnya dengan hati berdesir.
"Papamu merindukan kita, Nak."
.
.
.
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Bintang 5, Vote & Favorit.
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami.
💜Author💜
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Zabdan N Iren
rumiiiiit banget
kasihan mereka
2022-06-02
0
Zabdan N Iren
sangaaaaat rumiiit buat mereka....
2022-06-02
0
Zabdan N Iren
sangaaaaat rumiiit buat mereka....
2022-06-02
0