Dari siang berganti sore, sore pun telah beranjak malam. Hanya ada sepi di rumah besar yang merupakan kediaman seorang Yoga Mahendra, yang hari ini telah resmi beristrikan Dinara Larasati.
Beberapa orang bertubuh kekar dan berwajah dingin setia mengawasi keadaan sekitar dari ruang penjagaan di luar rumah utama. Sementara dua orang asisten rumah tangga telah beristirahat di paviliun belakang.
Bibi Asih selaku kepala asisten rumah tangga yang telah mengabdi pada orangtua Yoga sejak lelaki itu masih kecil, tinggal di rumah utama, di sebuah kamar yang terletak di sebelah ruang dapur.
Tok ... tokk ... tokkk ...!!!
Pintu kamar Nara terbuka, Bibi Asih masuk membawa nampan berisi satu gelas susu untuk istri tuannya.
"Permisi, Mbak Nara. Bibi masuk ya."
Nara hanya mengangguk dari atas tempat tidur. Sedari tadi dia hanya duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Seperti pesan dokter, dia dilarang banyak bergerak untuk beberapa minggu ke depan.
Semua aktivitas terpaksa dilakukannya di atas tempat tidur, kecuali untuk pergi ke kamar mandi. Dia akan meminta tolong Bibi Asih atau asisten yang lainnya.
"Silahkan diminum, Mbak. Ini susu khusus untuk ibu hamil. Baik untuk pertumbuhan calon bayi di dalam kandungan." Bibi Asih menyodorkan gelas tersebut sembari duduk di tepi tempat tidur.
Nara masih terdiam, namun saat wanita paruh baya itu mengatakan tentang calon bayinya, hatinya mulai tergerak. Dia tidak boleh larut dalam kesedihannya sendiri. Dia harus memikirkan nyawa lain di dalam tubuhnya, yang bergantung pada dirinya.
Akhirnya Nara menerima gelas itu dan meminum susunya sampai habis. Bibi Asih mengambil kembali gelas yang sudah kosong dari tangan Nara.
"Maaf jika Bibi sedikit lancang pada Mbak Nara. Tapi Bibi ingin mengatakan bahwa Mas Yoga sebenarnya hatinya sangat baik. Bibi juga tidak tahu, mengapa dia tega melakukan hal tersebut pada Mbak Nara."
"Bibi sama sekali tidak membelanya, karena dalam hal ini sudah jelas jika Mas Yoga salah. Mbak Nara pantas marah, Mbak Nara berhak membenci perlakuan buruknya."
Mendengar nama lelaki itu disebut, sorot mata Nara berubah tajam. Apalagi kepala asisten rumah tangga itu menyinggung tentang tragedi yang dialaminya.
"Bibi hanya ingin Mbak Nara menerima keadaan saat ini, demi calon bayi Mbak Nara. Ibu hamil tidak boleh banyak pikiran apalagi tertekan, karena itu akan mempengaruhi perkembangan calon bayi yang dikandungnya."
Nara tidak menunjukkan reaksi apapun, membuat Bibi Asih tidak lagi melanjutkan pembicaraan. Dia berdiri dan pamit.
"Sebaiknya Mbak Nara segera beristirahat, jangan tidur larut malam. Jika butuh teman bicara di sini, Bibi selalu ada untuk Mbak Nara. Anggap saja Bibi sebagai pengganti orangtua Mbak Nara."
Bibi Asih mengusap lembut ujung kepala Nara dengan penuh kasih, membuat matanya berkaca-kaca teringat pada kedua orangtuanya.
"Terima kasih, Bi," ucap Nara tepat bersamaan dengan Yoga yang sudah masuk ke dalam kamar.
Wajah Nara berubah pias dan segera memalingkan pandangannya ke arah lain. Sementara Bibi Asih segera keluar dari dalam kamar, meninggalkan wanita itu bersama tuan mudanya.
Suasana menjadi hening seketika. Jantung Nara berdetak cepat, terpacu oleh ketakutan yang tiba-tiba menyergap perasaannya. Hanya berdua di dalam satu ruangan bersama lelaki itu, membuat bayangan kejadian buruk sebulan yang lalu kembali hadir dalam pikirannya.
"Keluarlah! Aku akan tidur."
Bergetar suara Nara sarat ketakutan. Dia segera membaringkan tubuhnya dan membelakangi Yoga. Ditariknya selimut yang ada di sana untuk menutupi seluruh tubuhnya sampai batas leher.
"Ini rumahku dan kamar ini juga milikku. Termasuk semua yang ada di dalamnya. Aku berhak atas semuanya." Suara Yoga terdengar sangat tenang namun menunjukkan penekanan di setiap katanya.
Nara memejamkan matanya rapat-rapat. Dia berusaha menenangkan dirinya dan tidak terpengaruh dengan ucapan lelaki yang dibencinya itu. Namun sekuat apapun dia mencoba tenang, semakin jelas kejadian kelam itu tampak di pelupuk matanya.
Bayangan peristiwa saat dirinya terbangun di atas tempat tidur orang lain tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya, bersama seorang lelaki yang bukan calon suaminya dengan kondisi yang sama, membuat Nara menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut dan menangis pilu di sana.
Yoga bergeming. Dia masih berdiri menatap pergerakan tubuh Nara di balik selimut yang menutupinya. Dia hanya bisa menghela nafas panjang melihat sikap wanita yang dicintainya itu.
Bisakah aku membuatmu mencintaiku, Ra?
Yoga melangkah maju ke tepi tempat tidur, lalu duduk dan terus menatap tubuh berselimut yang terus memunggunginya.
"Jangan terus-menerus berpikiran buruk tentangku. Aku tidak sebejat yang kau pikirkan."
Aku hanya ingin memilikimu, karena aku mencintaimu, Ra.
"Keluarlah dari kamar ini! Atau aku akan bertindak nekat!" ancam Nara dari balik selimut yang membungkus tubuhnya. Dia benar-benar ketakutan saat ini.
"Memangnya apa yang bisa kamu lakukan di sini? Tidak ada siapapun yang akan menolongmu, karena di sini dan di seluruh rumah ini adalah wilayahku."
"Aku adalah suamimu, dan kamu adalah istriku. Kamu harus membiasakan diri dengan kenyataan itu."
Nara sudah terisak di dalam persembunyiannya. Lagi-lagi Yoga hanya bisa menahan diri untuk tidak terpancing emosi.
"Apakah semua wanita hanya bisa menangis dan menggunakannya sebagai senjata untuk meluluhkan hati lelaki?" Yoga membuang nafas dan menyugar rambutnya dengan kasar.
"Berhentilah menangis, atau aku akan memaksamu untuk melakukan malam pertama denganku saat ini juga!" gertak lelaki yang sudah mulai tidak sabar menghadapi istrinya, lebih tepatnya istri paksaannya.
Kata-kata ancaman yang dilontarkan Yoga seketika membuat Nara merasa harga dirinya tengah direndahkan kembali oleh lelaki perenggut kehormatannya. Dia turut terpancing emosi.
"Apakah hanya itu yang bisa kamu lakukan terhadap seorang wanita? Menginjak-injak harga dirinya, lalu merenggut paksa apa yang bukan milikmu, kemudian bertindak semena-mena dengan mengatasnamakan cinta dan mempermainkan biduk suci pernikahan?? Seperti itukah dirimu yang sesungguhnya ...?!?"
Nara menyibak selimut yang semula dipakainya lalu mengambil posisi duduk dengan wajah memerah penuh amarah. Kilatan kebencian terlihat jelas dalam sorotan matanya yang tajam dan berapi-api, menatap Yoga tanpa rasa takut sama sekali.
"Jika memang benar seperti itu, maka lakukanlah sekarang juga! Lakukan semua yang kamu inginkan dan rusaklah aku sekali lagi atau sepuas yang kamu mau ...!!"
"Tapi jangan harap aku akan melihat dan mengingatmu lagi sebagai seorang manusia, apalagi sebagai seorang suami ...!!!"
Yoga terhenyak dalam duduknya. Tak menyangka kalimat demi kalimat sekasar itu keluar dari mulut Nara yang sebelumnya dia kenal sebagai wanita lembut dan tidak banyak bicara.
Nafas Nara tersengal-sengal setelah puas meluapkan rasa sakit hati terhadap lelaki perusak masa depannya. Airmata sudah deras mengalir membasahi seluruh wajahnya.
Yoga bungkam, geram, namun tak kuasa membalas luapan amarah Nara. Ucapan Nara bagai sebilah belati tajam yang menusuk begitu dalam tepat di hatinya.
Perasaannya menjadi kacau. Marah dan tersinggung dengan ucapan Nara, sekaligus merasa bersalah atas ucapan dan terlebih perbuatannya pada wanita itu.
"Masih belum puaskah kamu menghancurkan hidupku? Masa depanku? Juga impianku untuk bahagia bersama lelaki yang aku cintai? Apalagi yang ingin kamu lakukan kepadaku? Apaaa ...?!?"
Yoga terkejut mendengar suara Nara yang kian meninggi. Jantungnya serasa berhenti berdetak untuk sesaat, ketika mendengar ucapan Nara yang semakin lantang dan menantang.
Seburuk itukah aku di matamu, Ra?
Nara tak bisa lagi mengendalikan dirinya dan perasaannya. Hari ini adalah puncak dari segala kediaman yang telah ditahannya sekian lama.
Sampai pada akhirnya malam ini, hancur sudah seluruh benteng kesabarannya, meledak bersama luapan amarah dan kebenciannya kepada lelaki tak beradab itu.
"Naraaa ...!"
Wanita malang itu jatuh terkulai tak sadarkan diri di atas tempat tidur.
.
.
.
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Bintang 5, Vote & Favorit.
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami.
💜Author💜
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Ai Hodijah
seorang wanita pendiam,lemah lembut kalau harga dirinya terusik pasti marah juga
2023-04-01
0
Epi orleaes
😥😥
2022-04-09
0
Huzi_toys
yoga tak selembut alan yah sifatnya🤔🤔
2022-03-01
0