Pagi harinya, Nara terlihat sangat bahagia karena Bapak dan Ibu berkunjung dan melepas rindu dengannya. Semalam sebelum tidur, dia menelepon Ibu dan meminta mereka datang ke kediaman Yoga.
Bahkan pagi-pagi sekali, Nara sangat bersemangat untuk memasak di dapur, menyiapkan banyak makanan yang biasanya dia makan di rumah orangtuanya. Selama tinggal bersama Yoga, Nara tidak pernah meminta apa pun atau menyebutkan kesukaan dan keinginannya.
Kepergian Yoga membuang ketakutannya sehingga dirinya berani melakukan apa yang dia inginkan. Tentu saja, itu pun dilakukannya karena semalam Yoga memberikan ijin dengan sendirinya tanpa Nara harus mengatakannya.
Sekarang mereka sudah berkumpul dan duduk bersama di ruang makan, menikmati sarapan pagi yang agak kesiangan.
Sesaat setelah menyelesaikan sarapan, tiba-tiba Beno muncul dari arah depan.
"Selamat pagi, Bu Nara. Juga Bapak dan Ibu." Beno menyapa dengan sopan.
Seketika Nara terkejut, mengira Yoga juga kembali bersama asisten pribadinya.
"Mas Beno, kok sudah kembali? Apa urusannya sudah selesai?" Mata Nara mulai berpindah, mencari-cari keberadaan seseorang yang membuat hatinya mendadak was-was.
"Semalam saya hanya mengantarkan Pak Yoga ke bandara, Bu. Saya ditugaskan untuk menggantikan Bapak di kantor selama Pak Yoga pergi."
Nara mengeryitkan dahinya. Setahu dia, selama ini selain Yoga, Alan yang bertanggung jawab atas semua urusan kantor mereka. Sedangkan Beno, justru yang selalu mendampingi atasannya ke mana pun pergi.
"Bukankah urusan kantor sudah ada yang bertanggung jawab sendiri?"
Nara enggan menyebutkan nama yang dimaksudnya. Namun sepertinya Beno sudah mengetahuinya.
"Emm ..., Pak Alan sudah tidak bekerja di perusahaan Pak Yoga lagi, Bu. Beliau sudah mengundurkan diri."
Nara hampir saja tersedak jika tidak hati-hati saat meneguk minumannya. Dia sangat terkejut mendengarnya.
Dia menoleh ke arah orangtuanya, karena mereka yang masih sering berkomunikasi dengan Alan, sejak dirinya memutuskan untuk memblokir nomor ponsel Alan demi menjaga perasaan lelaki yang sangat dicintainya itu.
Bapak dan Ibu serentak menggelengkan kepala. Meskipun Alan masih sering bertukar kabar dan mengunjungi mereka, tapi lelaki yang seharusnya menjadi menantu mereka itu tidak pernah bercerita tentang hal tersebut.
"Alan tidak pernah menyinggung pembicaraan tentang pekerjaannya, Nak. Kami juga baru mengetahuinya sekarang ini," kata Bapak diiyakan Ibu.
Nara mengalihkan pandangannya kembali kepada Beno. Beno mau tidak mau harus menjelaskan semuanya.
"Sejak kapan, Mas?"
"Di hari yang sama saat Ibu menikah dengan Pak Yoga."
Nara merasakan pandangan matanya memburam dan mulai pedih berair. Dia sangat tahu siapa Alan dan dia tahu apa yang menjadi alasan Alan mengambil keputusan itu.
"Mas Beno tahu, sekarang dia bekerja di mana?"
Beno menggeleng meskipun dia yang sudah ditugaskan oleh Yoga untuk selalu mengawasi segala hal tentang kehidupan Alan setelah lelaki itu memutuskan hubungan dengan Yoga, sahabat sekaligus atasannya kemarin.
"Setahu saya Pak Alan belum bekerja. Atau mungkin saya yang tidak mengetahuinya."
"Maafkan saya, Bu. Saya tidak bisa memberitahu Ibu. Bahkan Pak Yoga pun tidak mengetahuinya."
Nara berubah murung. Hanya Alan yang dia pikirkan saat ini.
"Dia tinggal di mana?"
Lagi-lagi Beno tidak mengatakannya.
"Saya tidak tahu, Bu. Tapi sejak Pak Alan mengundurkan diri, dia langsung mengembalikan semua fasilitas kantor yang semula digunakannya."
"Apa yang kamu lakukan, Lan? Sebegitu sakitnya hatimu, hingga kamu memutuskan semua ini. Maafkan aku, karena aku juga menjadi bagian dari kekecewaan dan sakit hatimu ...."
Nara teringat kembali dengan mimpinya yang selalu hadir beberapa hari terakhir ini. Dia terus-menerus memimpikan Alan, tentang mereka berdua, tentang kebersamaan mereka.
Dan setiap terjaga dari mimpinya, dia merasakan kerinduan yang teramat sangat pada Alan. Rasa rindu yang tak tertahankan lagi, inginnya bisa segera bertemu dengan lelaki kekasih hatinya itu.
Ditambah lagi mendengar kabar lama yang baru saja diketahuinya, maka semakin besar pula keinginannya untuk menemui Alan.
Dengan mata yang sudah berkaca-kaca Nara pamit untuk pergi ke kamarnya, meninggalkan orangtuanya bersama Beno.
Sampai di dalam kamar, dia mengambil ponselnya lalu duduk di sofa. Di sana wanita itu menumpahkan tangisannya yang sudah menyesakkan dada sedari tadi.
"Mengapa kamu lakukan semua itu, Lan? Mengapa kamu harus mengorbankan karirmu sendiri hanya demi aku yang tak bisa lagi membahagiakan dirimu?"
Setelah isakannya mereda dan napasnya mulai teratur dan tenang, dicarinya kontak atas nama Alan di ponselnya. Setelah menemukannya, dengan yakin Nara membuka blokirnya lalu menuliskan sebuah pesan.
"Bagaimana kabarmu?"
Hanya pesan singkat dari Nara, sebagai pembuka percakapan mereka.
Tanpa jeda, pesan itu telah terbaca oleh Alan dan segera dibalasnya.
"Kamu baik-baik saja, Ra?"
Nara kembali berlinangan airmata. Alan selalu saja seperti itu. Mengutamakan dirinya tanpa mempedulikan hal yang lain. Dia tidak menjawab pertanyaan Nara, justru berbalik ingin segera mengetahui kabar pujaan hatinya.
"Jangan memikirkan aku lagi. Aku mohon mulai sekarang pikirkan dirimu sendiri. Berbahagialah dan jangan mengkhawatirkan aku lagi. Aku baik-baik saja karena di sini sudah ada yang menjagaku."
Dikirimnya pesan tersebut dengan hati yang lara. Dia meminta Alan untuk tidak lagi memikirkannya, tetapi kenyataannya dirinya sendiri saja tak kuasa menepis bayang- bayang lelaki itu dari setiap waktunya di sini.
Tak sanggup Nara pungkiri bahwa pada kenyataannya, perasaannya pada Alan selama ini tidak pernah sedikit pun berubah apa lagi berkurang, meskipun dia mencoba menjaga jarak dan membatasi hubungan mereka saat ini.
Di saat bersamaan, ketika Nara selesai mengirimkan pesannya pada Alan, ponselnya berdering lagi. Satu pesan baru masuk, tapi bukan dari Alan, melainkan dari Yoga.
"Jangan lupa makan dan obatmu. Jaga dirimu dan kesehatanmu."
Seketika hatinya berdesir dan menghangat, membaca pesan dari Yoga.
"Sampaikan salamku untuk calon anak kita. Katakan padanya bahwa aku sangat mencintainya, sama seperti aku mencintaimu. Aku mencintai kalian berdua."
Tak terduga, Nara merasa tersentuh dengan kata-kata yang dituliskan oleh Yoga. Tanpa sadar tangannya mulai bergerak sendiri ke arah perutnya. Dia mengusapinya dengan lembut, seraya menitikkan beberapa butir air mata.
"Papamu mencintaimu, Nak. Sehatlah selalu di dalam perut Ibu. Ibu juga sangat mencintaimu," ucap Nara dengan lirih.
Ada yang terasa sesak di hati Nara, membuatnya kembali merasa lemah dan bersalah. Bersalah kepada mereka berdua, Alan dan Yoga.
Alan, dengan segenap cinta dan kasih sayangnya, selalu memberinya kebahagiaan yang nyata dan tak pernah ada habisnya.
Yoga, dengan sikap dingin dan angkuhnya, sekarang mulai melunak dan memberikan perhatian yang semestinya untuk dirinya.
Nara merasakan dirinya begitu egois karena terus-menerus mengekang hatinya untuk hanya mencintai dan memikirkan Alan, sementara dirinya sendiri telah terkekang sepenuhnya dalam status dan hubungannya bersama Yoga.
Dan sebelum Alan kembali mengirimkan pesan, segera saja Nara memblokir nomor Alan di kontak ponselnya, agar Alan tak bisa lagi menghubunginya.
"Maafkan aku, Lan. Aku akan mencoba melepaskanmu meskipun aku mencintaimu selalu. Carilah kebahagiaanmu sendiri, karna kita harus bisa melanjutkan hidup dalam takdirnya masing-masing."
Nara merebahkan tubuhnya ke punggung sofa. Dia membuka aplikasi musik di ponselnya, lalu memutar satu lagu yang menjadi teman sedihnya selama tinggal di kediaman Yoga.
Dengan mata dan wajah yang semakin basah, Nara meresapi setiap kata dalam lagu tersebut, lagu sendu yang selalu menemani kesepian dan kesendirian hatinya di tempat ini.
.
.
.
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Bintang 5, Vote & Favorit.
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami.
💜Author💜
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Ai Hodijah
betul ra,apapun yang terjadi kita harus bisa melanjutkan hidup dan berbahagia
2023-04-01
0
Zabdan N Iren
berrrrrat
2022-06-02
0
Huzi_toys
nyaman, penyayang sdh lama bersama tiba2 pisah memang susah dilupakan🥺🥺 kasihan jg yg dilupakan lg nelangsa😟🥺
2022-03-01
0