"Mas Beno ...."
"Ya, Bu Nara?"
"Apa kamu tahu kapan Yoga pulang? Emm ... maksudku apakah masih lama?"
Beno berpikir, tidak biasanya Nara bertanya tentang Yoga.
"Saya belum diberitahu lagi, Bu. Karena untuk pekerjaan yang sekarang ini, Pak Yoga ingin melakukannya sendiri, tanpa ada pendampingan dari pihak kantor."
Nara diam kemudian. Seperti ingin menyampaikan sesuatu tetapi ragu untuk diungkapkan. Dan Beno bisa melihatnya.
"Maaf, Bu. Sesuai pesan Pak Yoga pada saya, jika Ibu membutuhkan sesuatu atau menginginkan hal yang lain, Ibu bisa langsung mengatakannya kepada saya. Saya akan memenuhi semua permintaan Ibu."
Sekalipun sudah mendapat lampu hijau dari Yoga, yang entah mengapa sejak pulang dari klinik Ardi waktu itu menjadi berubah melunak sikapnya, Nara tetap tidak yakin untuk melakukannya.
Di satu sisi, ada dua hati yang harus dia jaga perasaannya. Namun di sisi lain, ada keinginan terpendam yang masih disimpannya seorang diri.
Nara tidak tahu, apakah keinginannya tersebut murni lahir dari hatinya yang terdalam, ataukah karena keinginan lain yang berhubungan dengan kehamilannya.
Jika ini yang dinamakan ngidam, mengapa keinginannya tidak berhubungan dengan Yoga, tapi justru berkaitan dengan orang lain?
Sebaliknya, jika ini hanya murni keinginan dari hatinya semata, mengapa dia tidak bisa menepiskan keinginannya atau bahkan melupakannya saja?
"Sebenarnya ...." Nara diam lagi, menunduk dan mengelus perutnya dengan gerakan berputar.
"Apa ini berhubungan dengan kehamilan Ibu?" Dan Nara pun mengangguk.
"Aku ingin pergi ke suatu tempat," ucap Nara akhirnya.
"Sampaikan saja, Bu. Kami akan menyiapkan semuanya," jawab Beno.
"Air terjun di ujung kota. Aku ingin pergi ke sana untuk menenangkan diri."
"Baik, Bu Nara. Kami akan mempersiapkan tempatnya di sana. Kapan Ibu ingin berangkat?" tanya Beno lagi.
"Secepatnya saja kalau bisa."
Beno langsung pamit untuk mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Lokasi yang ingin dikunjungi Nara memang tidak terlalu jauh, sekitar satu setengah jam dari kediaman Yoga yang berada di tengah kota.
Tapi karena Nara sedang hamil, Beno harus memastikan dulu kepada Ardi selaku dokter yang menangani Nara.
.
.
.
Beno sudah dalam perjalanan menuju klinik milik Ardi. Sebelumnya dia sudah mengabari Ardi bahwa dia akan datang ke sana, sehingga sesampainya di klinik dia bisa langsung menemui sang dokter.
"Bagaimana, Dok? Apakah Ibu Nara bisa pergi?"
Ardi memberikan ijinnya. Secara kesehatan, kondisi Nara sudah cukup kuat untuk bepergian. Yang penting dia tidak melupakan asupan obat dan vitaminnya sesuai anjuran.
Tapi ada hal lain yang saat ini menjadi perhatian Ardi, yaitu tentang perubahan sikap Yoga kepada Nara, menjelang kepergiannya.
"Apa kamu tahu sesuatu tentang Yoga yang mungkin disembunyikannya?" tanya Ardi serius.
"Yang saya lihat, perubahan sikap Pak Yoga bermula sepulangnya dari sini kemarin sore, Dok."
Kemudian Beno menceritakan semuanya sampai pada saat Nara mengatakan permintaannya untuk pergi ke tempat yang diinginkan. Beno juga menceritakan bagaimana sikap Nara pada Yoga setelah lelaki itu menunjukkan perubahan sikapnya.
"Yoga tidak mungkin pergi tanpa kamu, jika itu urusan pekerjaan. Berarti dia mempunyai tujuan lain di balik kepergiannya."
"Pak Yoga sudah beberapa kali melakukan perjalanan bisnis tanpa saya, Dok. Dalam satu tahun terakhir sudah empat kali ini Bapak pergi."
Beno menjelaskan semua yang dia ketahui pada Ardi.
"Semoga dia bisa menjaga sikapnya seperti ini terus. Jujur saja, aku lebih senang dengan sikapnya yang dulu. Meskipun dingin tetapi dia penyayang dan tidak pernah berkata kasar apalagi marah-marah."
Ardi berharap perasaan cinta Yoga pada Nara dan kehadiran calon anaknya nanti, bisa mengembalikan sikapnya seperti dulu.
Dokter itu tahu benar bagaimana Yoga yang sesungguhnya. Dia berubah menjadi lebih dingin dan arogan sejak kedua orangtuanya meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat terbang lima tahun yang lalu.
Sejak saat itulah dia menjadi sebatang kara dan harus berjuang sendiri menjaga dan mengelola perusahaan warisan orangtuanya.
"Baiklah, Ben. Terima kasih atas informasinya. Jangan lupa untuk tetap menghubungiku dari sana, terutama jika terjadi sesuatu pada Nara."
Setelah itu Beno pamit untuk mempersiapkan segala keperluan Nara.
Di ruangannya, Ardi memikirkan sesuatu yang membuatnya bimbang. Dia ingin memberitahu Alan, tetapi dia menjadi ragu, karena adanya perubahan sikap Yoga seperti yang diceritakan oleh Beno tadi.
"Alan pasti akan merasa senang jika mengetahui Nara akan pergi ke sana. Tapi bagaimana dengan Yoga? Bagaimana jika sekembalinya nanti, dia menunjukkan sikap baiknya lagi pada Nara? Akankah Nara menjadi luluh karenanya?"
Akhirnya Ardi urung menghubungi Alan. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Alan perihal kepergian Nara ini. Dia tidak ingin memberi harapan pada Alan, sementara di sisi lain ada perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Nara dan Yoga.
"Jika memang takdir mereka bersatu dan semesta pun mendukung, mereka pasti akan menemukan jalannya sendiri untuk kembali bersama. Biar saja semua mengalir apa-adanya sesuai alur dari Yang Maha Kuasa."
.
.
.
Dengan ditemani oleh Bibi Asih, Beno dan dijaga oleh dua orang pengawal, pagi harinya Nara sampai di sebuah villa yang sudah disiapkan oleh Beno. Salah satu dari beberapa villa yang berada tepat di luar pintu masuk area wisata air terjun yang sudah sangat ingin dikunjungi oleh Nara.
Air terjun penuh kenangan indah. Kenangan kisah cintanya bersama Alan. Air terjun yang menjadi saksi janji cinta yang pernah mereka ucapkan, namun pada akhirnya takdir membuatnya harus mengingkari janji sucinya dan meninggalkan lelaki yang masih selalu dicintainya sampai detik ini.
Setelah beristirahat sejenak, Nara segera menuju ke tempati yang sudah sangat dirindukannya. Lokasi yang menurun dan melewati banyak anak tangga dari bebatuan alami, membuat Nara harus ekstra hati-hati melewatinya.
Pengunjung tidak terlalu ramai karena memang kedatangannya bukan di hari libur atau akhir pekan. Nara bisa leluasa menikmati indahnya panorama air terjun dari jarak dekat.
Wanita hamil itu duduk di atas batu besar di pinggiran sungai kecil yang mengalirkan arus kecil dari luapan air terjun. Seluruh tubuhnya juga pakaiannya mulai basah oleh percikan air dan hembusan angin basah yang mulai menyegarkan perasaan dan pikirannya.
"Akhirnya aku datang lagi ke tempat ini ...."
Nara bergumam pelan di antara suara derasnya air terjun. Di saat tubuhnya sudah merasakan kesegaran dan kesejukan suasana alam, pikirannya mulai berkelana mengenang masa lalunya yang indah di tempat itu.
Agak jauh dari tempat Nara duduk, seorang lelaki tengah sibuk memotret pemandangan air terjun dari berbagai sudut pengambilan gambar.
Lelaki itu mulai berjalan pelan ke sisi di mana Nara duduk menghadap ke arah air terjun. Dia terus mengarahkan dan membidikkan kameranya mengelilingi setiap sudut air terjun.
Tapi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Hatinya berdesir halus dengan debaran keras yang menyesakkan dada. Tangannya telah membidik, tepat di saat kamera mengarah pada satu obyek terbaik dan terindah di mata dan kehidupannya.
"Nara ...."
Merasa mendengar seseorang memanggil namanya sayup-sayup di tengah deru suara air terjun, Nara mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, hingga dia membalikkan badan dan menemukan satu lagi pemandangan indah yang menggetarkan hatinya seketika.
"Alan ...."
.
.
.
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Bintang 5, Vote & Favorit.
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami.
💜Author💜
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Zabdan N Iren
...................
2022-06-02
0
Zabdan N Iren
...................
2022-06-02
0
Zabdan N Iren
..........
2022-06-02
0