Malam semakin larut, Alan setia menemani Nara. Kedua orangtua Nara baru saja pulang karena tidak ingin berlama-lama bertemu dengan Yoga yang masih tidak diakui sebagai calon menantunya.
"Tidurlah, Ra. Jangan pikirkan apapun. Jangan khawatirkan apapun lagi. Semua akan baik-baik saja." Diciumnya kening Nara sebagai ucapan selamat malam agar wanita terkasihnya itu segera tidur dengan lelap.
"Lan, aku takut ...."
"Ssttt ...! Jangan takut, Ra. Aku di sini, di sisimu selalu. Aku tidak akan pernah jauh darimu. Aku pastikan itu!"
Diusapinya punggung tangan Nara yang digenggamnya, mencoba menyalurkan kehangatan dan ketenangan untuknya. Nara tersenyum samar membalas senyuman Alan.
Namun senyuman itu seketika menghilang manakala mata sayunya bersitatap dengan pandangan mata Yoga yang mengarah padanya. Dia langsung memalingkan wajahnya ke samping, mencari perlindungan dengan membalas lebih erat genggaman tangan Alan.
Alan yang memahami situasi tersebut menoleh ke arah Yoga yang duduk di atas sofa. Pandangan matanya masih terpaku menatap Nara yang sudah menyembunyikan wajahnya dari jangkauan mata lelaki itu.
Tak ingin membuang energinya untuk bersitegang dengan Yoga, Alan memilih untuk memusatkan perhatiannya kembali pada Nara.
"Jangan terlihat lemah di depannya, Ra. Jadilah Nara yang kuat dan berani mengambil sikap," ucap Alan lirih agar tak sampai terdengar oleh Yoga.
"Mengapa semua ini harus terjadi pada kita, Lan? Kita yang saling mencintai, tetapi mengapa dia yang harus menjadi ..., mengapa dia yang akan menikahiku besok?"
Nara meralat kalimatnya karena tak sanggup untuk menyebut lelaki itu sebagai suaminya. Baginya, lelaki yang tak bisa menjaga kehormatan wanitanya, apalagi wanita yang dia akui sangat dicintainya, adalah lelaki pengecut yang tak pantas menerima sebutan sebagai seorang suami.
"Aku sudah kotor, Lan. Kotor karena perbuatannya. Aku bukan Nara yang suci seperti dulu lagi. Mungkin memang ini takdirku, harus menjalani sisa hidupku bersama lelaki berperilaku buruk sepertinya."
Nara terus mengeluarkan semua keluh-kesah yang selama ini dipendamnya seorang diri. Hanya kepada Alan, dia bisa menceritakan segala beban yang dirasakannya.
"Jangan berkata seperti itu lagi, Ra. Jangan merendahkan dirimu sendiri karena sesuatu yang bukan merupakan kesalahanmu."
"Bagiku kamu tetaplah Nara-ku, Nara yang dulu. Nara, wanita terbaik yang akan aku cintai sepanjang hidupku ...."
Alan menyeka airmata yang mulai mengalir membasahi wajah wanita yang sangat dikasihinya itu. Nara menangis tanpa isak suara, menandakan betapa dalam kesedihan yang tengah menyelimuti perasaannya.
"Mulai besok, mungkin aku tidak akan bisa sedekat ini lagi denganmu. Kamu akan menjadi milik orang lain. Ada dia yang akan selalu bersamamu. Mungkin dia juga akan melarangmu untuk bertemu denganku."
Nara menggeleng lemah. Membayangkan dirinya yang akan hidup jauh dari Alan membuatnya kembali tersedu. Alan melanjutkan ucapannya.
"Tapi satu hal yang harus kamu tahu dan harus selalu kamu ingat, aku tidak akan berubah, Ra. Rasa cintaku padamu tidak akan pernah hilang sekalipun kita ditakdirkan berpisah dengan cara seperti ini."
Alan mencium punggung tangan Nara dengan lembut. Matanya terpejam, hatinya teriris mengingat sebentar lagi dia harus rela melepaskan sang kekasih untuk dinikahi lelaki lain.
Ditahannya sekuat tenaga agar dia tidak menangis di hadapan Nara. Dia tak ingin menambah kesedihan Nara jika sampai wanita itu melihat dirinya menangis. Dia harus tetap terlihat kuat di hadapan Nara supaya wanita itu juga kuat dan sanggup menjalani hidupnya tanpa ada dirinya.
"Aku akan selalu menjagamu dari jauh, Ra. Akan aku pastikan bahwa dirimu selalu baik-baik saja di sana. Karena jika sampai sekali saja dia menyakitimu lagi, aku akan menghabisinya dan membawamu pergi darinya!"
.
.
.
Pagi menyapa, diiringi rintik hujan yang membasahi bumi sejak dini hari tadi. Alan terbangun setelah beberapa saat tertidur. Tangan Alan yang bergerak membuat Nara turut terbangun dan menyadari bahwa hari telah berganti.
Alan yang melihatnya segera mengalihkan perhatian wanita itu agar tidak memikirkan apa yang akan berlangsung hari ini, beberapa jam lagi.
"Aku ke kamar mandi dulu." Nara hanya mengangguk pelan.
Alan berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Dia melewati sofa dan melihat Yoga yang masih tertidur di sana. Terbersit amarah dan rasa sesak di hatinya, tetapi tetap ditahannya dengan helaan nafas panjang, agar Nara tidak melihatnya.
Beberapa menit kemudian, lelaki itu keluar dari kamar mandi. Dilihatnya Nara sudah duduk di atas tempat tidur. Wanita itu sudah khusyuk dengan kewajibannya, meskipun harus dilakukan dengan gerakan yang terbatas.
Alan tertegun menatap paras cantik berbalut mukena putih tersebut. Kecantikan alami nan sempurna ciptaan Yang Maha Kuasa, terlihat indah di hadapan matanya.
Seandainya semua ini tidak terjadi, kita pasti bisa mewujudkan impian kita untuk beribadah bersama-sama setiap waktu, Ra.
Untuk sejenak, Alan terdiam dan larut dalam lamunannya. Banyak sekali impian indah mereka yang ingin segera mereka wujudkan. Sayangnya, takdir seketika berbalik arah memisahkan keduanya.
Kembali tersadar sesaat kemudian, Alan segera melangkah dari depan kamar mandi. Tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya hanya berdua dengan Yoga yang masih terlelap, lelaki itu memilih untuk menunaikan dua rakaatnya di ruangan tersebut.
Dia mengambil tempat di samping tempat tidur dan segera memulainya seorang diri.
Khusyuk mereka melaksanakan dua rakaat pagi masing-masing, tanpa mengetahui jika Yoga telah membuka mata dan menyaksikannya.
Lelaki itu terus memperhatikan dua orang di hadapannya yang masih menunaikan ibadah dengan sepenuh hati. Ada sesak yang menyeruak di dadanya melihat wajah-wajah tenang dan damai itu.
Seharusnya dia yang lebih pantas menjadi pendampingmu, Ra. Tapi aku mencintaimu ...!!
Tak ingin berlama-lama menyaksikan kehangatan dan kebersamaan sepasang kekasih yang akan segera dipisahkannya itu, Yoga bangkit dari sofa dan memilih untuk keluar dari ruangan sembari menghubungi asisten pribadinya.
"Siapkan segala sesuatunya. Dan pastikan kedua orangtua Nara datang sebelum acara dimulai!"
"Baik, Pak. Semuanya sudah siap. Sebentar lagi seorang sopir akan menjemput beliau berdua."
"Siapkan juga pakaian kami. Aku akan pulang bersama Nara dan Alan. Ingat pesanku, jangan sampai ada satu pun pihak luar yang mengetahuinya."
"Sesuai perintah Anda, Pak."
Yoga menutup sambungan teleponnya lalu pergi meninggalkan ruangan Nara dan menuju ke sebuah ruangan bersuasana tenang dan beralaskan karpet di ujung koridor.
Di dalam ruangan, Alan dan Nara sudah menyelesaikan kewajiban mereka. Nara kembali berbaring ditemani Alan yang duduk di samping tempat tidur. Wajah Nara berubah sayu dan sedih.
"Lan, jangan tinggalkan aku ...." Di dalam sorot mata itu tersirat permohonan yang begitu mengiba, membuat Alan segera menggelengkan kepalanya dengan tegas.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apapun yang terjadi, Ra. Meskipun nanti hanya bisa kulakukan dari jauh, tapi kupastikan aku akan selalu ada dan bersamamu. Aku akan terus menjagamu dan memastikan kebahagiaanmu."
"Bagaimana aku bisa bahagia jika aku dijauhkan dari sumber kebahagiaanku? Kamulah kebahagiaanku, Lan."
Alan meraih kedua tangan Nara, menariknya bersamaan dan menyatukannya dengan kedua tangannya sendiri.
"Bagaimanapun juga, sebentar lagi kamu akan menjadi miliknya. Berusahalah untuk menerima kenyataan ini, tetapi jangan menjadi lemah karenanya. Kamu harus tetap kuat dan jangan sekalipun kau tunjukkan kelemahanmu di hadapannya!"
"Tapi aku tidak akan bisa bahagia, Lan. Apa kamu juga akan bahagia setelah ini?"
"Aku akan bahagia jika kamu juga bahagia. Karena itu, berbahagialah ...." Alan menampakkan senyuman tipis di wajahnya.
"Jika kamu tidak bisa bahagia karena lelaki itu, berbahagialah karena dia ...." Tangan kanan Alan membawa tangan kanan Nara dan diletakkannya di atas perut Nara dengan lembut.
"Dia lebih membutuhkanmu. Dia membutuhkan kasih sayang dan perhatianmu. Cintailah dia ...."
.
.
.
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Bintang 5, Vote & Favorit.
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami.
💜Author💜
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Grey 🐇
maaf teruntuk selipan cerita religinya yg menyatakan nara dan Alan sholat berjamaah sedang mereka bukan makhrom jadi seharusnya tidak boleh sholat berjamaah 🙏 setahu sy begitu terkecuali jika tidak berdua yg sholat tapi ada makmum lainnya juga🙏
2022-05-05
1
✹⃝⃝⃝s̊S Good Day
Cinta segitiga yg rumit, akhirnya salah satu dri mereka harus ada yg mengalah dan yang mengalah itu adalah Alan
2022-04-19
1
Fiah Soerjowirdjo
komen
2022-04-11
0