Setelah hari itu, Rania dan Sean sudah tidak bertemu lagi. Karena Sean harus mulai debutnya menjadi penyanyi. Yang hanya dilakukan Rania setiap harinya adalah menunggu telepon dan pesan dari Sean. Ingin sekali dia menghubungi nomor ponsel lelaki itu. Namun dia takut malah akan mengganggu konsentrasi Sean. Setiap kali dia mengirim pesan pun, tidak bisa langsung dibalas. Kirim pesan pagi, dibalas malam. Kirim pesan malam, kadang baru lusa dibalasnya. Begitulah setiap harinya.
Rania kini tengah sibuk dengan berkas-berkas di depannya. Dia bahkan melewatkan makan siang agar bisa menyelesaikan laporan itu. Karena dia sungguh enggan jika harus lembur apalagi jika seorang diri.
Tok ... Tok ... Tok ...
Seseorang mengetuk kubikel tempatnya bekerja. Rania pun mendongak melihat siapa yang mengganggu konsentrasinya. Terlihat senyum seorang lelaki dengan setelan jas yang begitu rapi. Seketika air muka Rania berubah menjadi tidak suka.
"Sesibuk itukah sampai kau melewatkan makan siang mu?" tanya orang itu yang tidak lain adalah Aditya.
"Apa urusanmu tuan!" jawab Rania dengan ketus. Aditya tersenyum melihat reaksi gadis di depannya itu. Aditya melangkah maju sedikit dan menarik kursi salah satu karyawan yang sedang di tinggal oleh pemiliknya itu.
"Kita sudah lama tidak berjumpa. Kenapa kamu masih begitu galak padaku? Apa kamu tidak rindu denganku?" tanya lelaki itu sambil tersenyum menyeringai. Rania memutar bola matanya malas.
"Tuan, kalau tidak ada urusan penting. Silahkan pergi. Saya masih banyak pekerjaan!" tukas Rania dengan tegas. Memang kenyataannya dia sedang sibuk dengan berkas-berkas di depannya yang menggunung.
"Waahh ... Lihat! Kau berani mengusirku? Apa karyawan di sini begitu tidak punya sopan santun sehingga bisa mengusir seorang investor terbesar yang membantu perusahaannya agar lebih berkembang?" ujar Aditya penuh dengan sindiran.
"Bukan begitu tuan. Tapi kau memang tidak punya waktu meladeni mu saat ini." jawab Rania.
"Apa Riri yang memberi mu semua tugas ini?" tanya Aditya.
"Tidak tuan. Ini memang tugas saya." jawab Rania.
"Benarkah? Kalau begitu kita makan siang dulu." ajak Aditya.
"Maaf saya ti- ..."
"Saya tidak menerima penolakan!" tukas Aditya tegas. Lelaki itupun berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya kepadanya. Rania hanya mendengus kesal dan melempar pulpennya sembarang arah.
"Saya tidak bisa tuan. Saya harus menyelesaikan laporan ini. Saya tidak mau lembur nantinya." ujar Rania selembut mungkin agar tidak menyinggung perasaan Aditya.
"Kau ikut denganku, atau aku akan minta Riri untuk memecat mu agar kamu tidak punya kerjaan lagi. Dengan begitu kamu tidak akan menolak ajakan ku!" ancam Aditya.
"Tidak! Baiklah aku akan ikut denganmu tuan. Tapi jangan pecat saya!" tukas Rania.
"Bagus. Akhirnya kamu menurut juga. Ayo berangkat!" ujar Aditya.
Rania pun mengangguk dan mengambil tas yang ada di bawah meja kerjanya dan berjalan di belakang Aditya.
Saat akan memasuki lift, Rania berpapasan dengan Nova. Gadis itu begitu heran saat melihat Rania berjalan dengan salah satu penanam saham terbesar di perusahaan ini.
"Ada hubungan apa Rania dengan tuan Aditya? Dan mereka mau kemana?" tanya Nova penasaran dan bermonolog sendiri.
*****
Kini Aditya dan Rania tengah duduk di sebuah restoran yang pasti harganya setiap makanannya tidak lah murah. Rania tampak bingung dan mengamati setiap sudut tempat itu. Pasalnya ini masih jam makan siang namun restoran itu begitu sepi. Hanya ada mereka berdua di sana.
"Kau kenapa?" tanya Aditya yang melihat Rania begitu bingung.
"Ini masih jam makan siang. Tapi kenapa restoran ini begitu sepi? Apa memang ini restoran ini tidak laku?" tanya Rania bingung. Aditya tergelak mendengar ucapan gadis di depannya itu.
"Aku sudah memesan seluruh restoran ini. Agar tidak ada yang mengganggu kebersamaan kita." ujar Aditya dengan santainya.
"Apa?" Rania kaget mendengarnya.
"Waktu bersama mu sangat berharga. Dan aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu." tukas Aditya. Rania menghela nafas berat. Sementara Aditya tersenyum dengan senangnya.
"Lalu apa yang kau inginkan tuan? Aku yakin, kamu tidak hanya ingin mengajakku makan siang kan. Pasti ada maksud lain di balik semua ini." tanya Rania curiga.
"Kamu terlalu curiga padaku, sayang. Tapi aku suka sifat waspada mu itu." jawab Aditya.
Obrolan mereka terhenti ketika pelayan restoran itu datang membawa makanan dihadapan mereka berdua. Rania dibuat takjub tatkala melihat hidangan yang begitu mewah tersaji di hadapannya. Gadis itupun bersusah payah menelan ludahnya saat melihat makanan yang begitu menggugah selera itu. Aditya begitu gemas melihat tingkah gadisnya itu.
"Tuan. Ini semua boleh di makan?" tanya Rania tanpa berkedip.
"Makan lah! Aku memesan semua ini khusus untuk mu!" jelas Aditya.
"Terimakasih tuan. Aku akan memakannya dengan senang hati." ujar Rania senang.
Mereka berdua pun makan dengan tenang. Rania tampak sangat lahap memakan hidangan di depannya tersebut.
"Ini sangat enak ..." ujar Rania disela-sela makannya.
"Benarkah? Kalau begitu habiskan semuanya!" tukas Aditya. Rania pun mengangguk mengiyakan.
Dalam hitungan menit makanan yang penuh di atas meja pun tandas tak tersisa. Rania mengusap mulutnya dengan kain serbet yang disediakan di sana. Aditya tersenyum melihat Rania menghabiskan makanannya.
"Kau rakus juga ternyata." ujar Aditya.
"Apa? Enak saja. Aku hanya menyayangkan makanan tersebut jika harus di buang-buang." jawab Rania.
"Terserah kamu saja." ujar Aditya pasrah.
Selesai makan, mereka pun berjalan menuju lobby restoran menunggu supir mengambil mobil milik Aditya yang di parkir tidak jauh dari sana.
"Nanti malam kau ada acara?" tanya Aditya.
"Tidak. Kenapa tuan?" menjawab pertanyaan Aditya dengan pertanyaan.
"Aku akan datang ke rumah mu!" tukas Aditya.
"Apa? Untuk apa?" tanya Rania.
"Nanti kau juga tau aku mau apa!" jawab Aditya.
"Gak boleh!" tiba-tiba Rania berucap ketus kepada Aditya.
"Apa?" tanya Aditya.
"Kau tidak boleh datang ke rumah ku!" tukas Rania.
"Kenapa?"
"Aku bilang tidak boleh, ya tidak boleh!" jawab Rania sedikit berteriak.
"Semakin kau melarang ku. Semakin membuatku penasaran. Aku akan tetap kesana walau kau melarang." jelas Aditya.
"Kau?" Rania begitu kesal dengan sikap Aditya yang semaunya.
"Ayolah jangan melotot seperti itu. Kau begitu menggemaskan jika seperti itu. Dan kau tau, hasrat ingin menerkam mu jadi semakin tinggi." ujar Aditya dengan senyum menyeringai.
Apa yang akan dilakukan Aditya selanjutnya?Nantikan selanjutnya ...
Happy reading ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments