Bab 5. Ciuman Pertama Ku

Motor Sean berhenti tepat di depan perusahaan tempatku bekerja. Aku menyerahkan helm kepadanya.

"Terima kasih ya, Sean." ujar ku sambil mengulum senyum.

"Gak apa-apa Ran. Kamu jangan lupa makan ya. Aku gak mau kamu ikutan sakit," tukas Sean.

"Iya. Ya sudah aku masuk dulu ya. Bye." ujar ku lalu melangkah masuk ke dalam.

Ruang kerja ku ada di lantai lima. Untuk sampai di sana aku pun berjalan menuju lift yang ada di sana. Setelah sampai aku pun berjalan menuju kubikel tempatku bekerja. Terlihat Nova sudah datang dan duduk dikubikelnya.

"Pagi Nova." sapa ku.

"Pagi Rania. Kamu hari ini masuk? Aku pikir kamu bakal izin karena menjaga Mama mu di rumah sakit," tukas Nova.

"Tidak Nov, ada adikku yang menjaga. Hari ini kan ada rapat evaluasi. Mana mungkin aku sampai gak masuk kerja. Bisa ngomel tujuh hari tujuh malam mbak Riri nanti." jelas ku. Nova terkekeh mendengar ucapan ku.

"Tapi gimana kondisi Mama kamu sekarang?" tanyanya.

"Alhamdulillah sudah mendingan. Cuma harus istirahat saja." jawab ku.

Aku pun jadi teringat akan biaya rumah sakit yang belum terbayarkan. Aku menatap Nova sekilas.

Apa aku pinjam uang ke Nova aja ya? Siapa tau dia bisa bantu. batinku

"Ada apa Ran?" tanya Nova yang membuyarkan lamunanku.

"Ahh tidak. Nov, aku bisa minta tolong gak?" tanya ku hati-hati.

"Ada apa Rania?"

Aku menatap sekeliling ruang tempat ku bekerja. Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada aku dan Nova. Namun aku ragu sekali untuk bilang ke Nova. Aku takut. Aku tidak pernah punya pengalaman berhutang kepada orang.

"Rania!" seru Nova yang membuatku tersentak.

"Hah?"

"Kamu mau minta tolong apa?" tanya Nova.

"Eehh. Gak jadi kok Nov. Bukan apa-apa kok." jawabku.

"Yakin?" tanyanya lagi. Aku mengangguk mantap.

Akhirnya aku tidak jadi mengutarakan niat ku untuk pinjam uang pada Nova. Aku takut jika dia sendiri pun juga butuh.

Aku pun membereskan berkas yang ada di atas meja ku. Memilah satu per satu dan memeriksanya. Mana yang akan menjadi bahan dievaluasi nanti siang.

*****

Saat akan menuju ruangan mbak Riri, aku tak sengaja menabrak seseorang yang sedang berbicara dengan ponselnya. Berkas yang ku bawa pun jatuh berhamburan dilantai.

"Oh maaf!" ujar orang tersebut.

Aku menghela nafas dengan berat dan berjongkok memunguti berkas yang jatuh di lantai. Orang tadi pun ikut berjongkok dan membantuku memunguti berkas yang berceceran itu.

"Kamu?" seru ku saat melihat lelaki yang membantuku

Lelaki itu pun tersenyum melihat ku. Bukan senyuman ramah. Tapi lebih ke senyuman seringai. Dia menatap ku dengan tatapan nakal.

"Waahh dunia ini sempit ya!," ujarnya.

"Sedang apa kamu disini? Kamu ngikutin aku ya?" tanya ku penuh selidik.

"Apa? Ngikutin kamu? Untuk apa? Kamu kali yang ngikutin aku!" tukasnya.

Aku menatap tajam wajah lelaki itu. Dia hanya menyeringai melihat ku lalu pergi meninggalkan aku yang masih berdiri di sana.

Dia adalah lelaki yang memakai kacamata hitam dan mobilnya yang menyerempet ku kemarin saat pulang dari rumah paman Soni.

Untuk apa lelaki itu ada di sini? Aku pun berjalan kembali menuju ruangan mbak Riri, kepala bagian administrasi.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Masuk!"

Aku pun membuka pintu dan masuk kedalam saat di persilahkan oleh pemilik ruangan.

"Mbak ini berkasnya," tukas ku

"Oohh iya. Kamu udah input semua data kemarin yang aku minta?" tanya mbak Riri tanpa melihatku. Matanya fokus ke layar komputer di depannya.

"Udah mbak." jawabku.

Aku masih berdiri sambil memandangi mbak Riri yang sibuk dengan layar komputernya.

"Ada apa Rania?" tanya mbak Riri sambil menatap ku sekilas.

"Mbak"

"Apa? Kamu mau izin lagi? Aduh Rania, kamu tau kan, kalau aku gak akan kasih izin lagi jika kamu bolos kerja lagi. Kerjaan kita lagi numpuk. Jangan aneh - aneh deh." tukas mbak Riri dengan mode galaknya.

"Bukan mbak. Aku bukan mau minta izin. Tapi ..."

"Tapi apa?" tanya nya sebal.

"Mbak, aku boleh kas bon uang koperasi gak?" pinta ku. Mbak Riri menatapku dengan tatapan menyelidik.

"Aku lagi butuh banget mbak. Mama ku masuk rumah sakit. Dan sore ini aku harus melunasi semua biaya administrasi itu. Kalau gak, Mama ku gak akan dapat perawatan mbak." jelas ku terus terang tanpa ada sedikitpun kebohongan.

"Ran, kamu tau kan aturan perusahaan. Kamu harus konfirmasi satu bulan sebelumnya jika ingin pinjam uang di perusahaan. Dan ini apa. Kamu datang tiba-tiba bilang mau kas bon. Aku gak bisa kasih Rania. Ini sudah aturan perusahaan. Aku gak mau kena semprot bagian lainnya ya." tukas mbak Riri.

Aku menunduk menatap tumpukan berkas yang ada di atas meja. Harapanku untuk kas bon di perusahaan pun sia-sia. Sepertinya memang tak ada jalan lagi untuk dapat uang untuk membayar biaya rumah sakit Mama selain berhutang kepada bang Tigor.

"Kalau gak ada lagi, kamu bisa kembali ke ruangan mu!" ujar mbak Riri.

"Baik mbak." tukas ku dengan lesu.

"Rania!"

"Iya mbak?"

"Maaf ya aku gak bisa bantu. Ini sudah peraturan perusahaan," ujar mbak Riri sambil menepuk bahuku.

"Aku ngerti kok mbak." jawabku lalu pergi meninggalkan ruangan mbak Riri.

*****

Saat keluar dari ruangan mbak Riri, aku pun melihat lelaki yang menabrak ku itu berjalan dengan para jajaran direksi yang ada. Aku semakin di buat heran. Siapa dia sebenarnya?

Aku pun kembali menuju kubikel tempatku bekerja. Aku menghela nafas berulang kali lalu kembali tenggelam dengan semua pekerjaan yang masih menunggu ku.

Aku juga melewatkan jam makan siangku. Aku masih harus menyelesaikan tumpukan berkas ini sebelum rapat jam dua nanti. Nova menyodorkan aku sebungkus cilok dan segelas es teh manis. Aku tersenyum berterima kasih dan kembali fokus dengan layar komputer di depanku.

Waktu rapat evaluasi pun di mulai. Para kepala bagian dan penanggung jawab setiap bagian pun hadir dalam rapat tersebut, termasuk aku dan Nova. Kami berdua adalah penanggung jawab bagian administrasi perusahaan. Sedangkan kepala bagiannya adalah mbak Riri.

Kami semua duduk dengan tenang sambil menunggu seseorang yang katanya akan ikut rapat dengan kita. Aku dengar dari Nova sih, katanya seorang investor muda yang memiliki perusahaan terbesar di Asia dan memiliki segudang prestasi dan tidak perlu diragukan lagi seperti apa perusahaan yang berhasil bekerjasama dengan perusahaannya. Dia akan menjadi perusahaan yang maju dan akan disetarakan dan diakui sebagai perusahaan yang berkompeten.

Aku penasaran seperti apa rupa pengusaha muda itu. Bisa memiliki tangan dingin yang mampu membuat semua pemilik perusahaan begitu ingin perusahaan mereka bekerjasama dengan perusahaannya. Pasti dia orang yang hebat dan memiliki karisma yang istimewa.

"Selamat siang semua. Maaf sudah menunggu lama," ujar salah seorang lelaki yang baru saja tiba.

Dia?

Aku melotot dengan kaget. Dia adalah lelaki yang memberiku uang setelah mobilnya menyerempet ku.

"Perkenalkan. Nama saya Alvian. Saya adalah assisten pribadi sekaligus sekretaris dari perusahaan MC group yang akan bekerjasama dengan perusahaan ini." ujar lelaki itu.

Tunggu! Kalau lelaki yang memberiku uang kemarin seorang sekretaris, jadi lelaki yang duduk di bangku belakang dengan kacamata hitam itu berarti ...

Saat aku masih berspekulasi dengan pikiranku. Tiba-tiba seseorang datang dan masuk ke dalam ruang rapat.

"Silahkan beri hormat kepada investor terbesar kita sekaligus CEO PT. MC group. Tuan Aditya Wijaya." ujar Pak Raka kepala bagian Humas di perusahaan kami.

Aku begitu terkesiap melihat lelaki yang diperkenalkan pak Raka. Dia lelaki yang memakai kacamata hitam itu. Dia seorang CEO perusahaan terbesar itu? Rasanya aku ingin tenggelam saja di lautan terdalam. Aku menunduk tak berani menatap wajah lelaki itu.

Sepertinya lelaki itu tau aku ada di ruangan ini. Buktinya dia menatapku terus sedari tadi. Dia menatapku dengan senyuman menakutkan. Dia pasti merencanakan sesuatu kepadaku. Jangan - jangan dia akan memecat ku. Aku merutuki mulutku dan perbuatan ku kemarin yang tidak sopan kepadanya.

"Tuan Aditya sangat tampan ya." puji Nova sambil menyenggol lenganku. Aku hanya bisa nyengir seperti kuda. Dalam hatiku aku panik dan cemas.

Rapat pun berlangsung dengan baik dan lancar. Hampir dua jam rapat berlangsung aku hanya menunduk. Karena lelaki yang ada di ujung meja sana sedang menatapku tajam. Dia seperti ingin menerkam dan memakan ku bulat-bulat. Bahkan saat aku meliriknya, dia tidak bergeming dan terus menatapku. Aku jadi salah tingkah dan takut di buatnya. Siapa saja, aku mohon tolong aku!

Aku menghela nafas dengan lega saat keluar dari ruang rapat. Akhirnya aku bisa bebas dan lepas juga dari tatapan singa kelaparan itu. Iihh menyeramkan sekali. Aku berjalan menuju kubikel tempatku bekerja sambil bergidik ngeri.

Aku merapikan meja tempat ku bekerja. Karena sepuluh menit lagi jam pulang kantor pun usai. Aku mengambil ponselku. Ada pesan dari Sean.

* Rania. Maaf aku tidak berhasil mendapatkan pinjaman uang. Aku tadi juga bertengkar dengan bunda. Gara-gara mau menggadaikan BPKB motor. Maafkan aku Rania. Kamu bilang sama pihak rumah sakit lagi. Untuk minta waktu lagi. Aku akan carikan pinjaman lagi.*

Aku menghela nafas berat melihat pesan dari Sean. Aku pun mengetikkan pesan balasan padanya.

"Sean. Kamu tidak perlu repot-repot lagi. Aku sudah dapatkan uangnya. Kamu tidak usah khawatir." balasku.

Berbohong. Iya aku harus berbohong. Jika tidak Sean akan terus seperti itu. Sepulang bekerja, aku akan pergi ke rumah bang Tigor untuk meminjam uang. Bang Tigor pasti memberiku pinjaman. Walaupun dengan bunga yang besar aku tidak masalah. Yang penting aku bisa melunasi biaya rumah sakit Mama.

Jam kantor usai pun telah tiba. Semua karyawan pun berjalan keluar gedung. Aku dan Nova pun berjalan beriringan menuju lift.

"Ran, berkas yang tadi aku kirim ke kamu jangan lupa diperiksa ya. Kalau sudah kamu kirim ke email ku aja.," tukas Nova.

Aku pun tercekat.

"Ada apa Ran?" tanya Nova.

"Aduh flashdisk nya ketinggalan di meja ku." ujar ku.

"Ya ampun Rania." desis Nova.

"Aku ambil dulu. Kamu duluan saja Nov." ujar ku.

"Ya sudah kalau gitu. Kamu hati-hati ya." tukasnya. Aku mengangguk dan berlari menuju ruangan kerjaku.

Akhirnya ketemu juga flashdisk nya. Kalau sampai hilang, bisa dicekek aku sama mbak Riri. Karena semua materi perusahaan dan berkas penting ada disini semua.

Saat aku berjalan meninggalkan ruangan ku, tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang.

"Kamu?" seru ku kaget. Orang itu pun tersenyum.

"Mau apa kamu? Lepaskan tangan ku!" pinta ku dengan nada yang tinggi.

"Waahh lihat siapa ini. Berani sekali kamu berteriak di depanku!" ujar Aditya.

Aku pun terdiam sejenak saat menyadari siapa lelaki di depanku ini.

"Kamu kalau dilihat dari dekat cantik juga." tukasnya sambil menyusuri wajahku dengan telunjuknya. Aku pun membuang muka ke arah lain.

"Mau apa kamu? Jangan aneh-aneh. Kalau gak aku akan teriak!" ancamku.

Aditya tertawa terbahak-bahak mendengar ancaman ku. Aku pun menatapnya dengan pandangan tak mengerti.

"Teriaklah sepuasmu, Rania. Di sini sudah tidak ada siapa-siapa," tukasnya.

Dia tau namaku! Kembali menatapku dengan pandangan yang tidak dapat aku mengerti

"Apa maumu?" ujar ku lirih.

"Aku mau kamu!," tukasnya. Aku mendelik kaget mendengar jawaban dari mulutnya.

"Kamu tau, kita sudah tiga kali bertemu. Bukan kah itu suatu takdir dari Tuhan?" ujarnya.

"Tiga kali? Apa maksudmu?" tanya ku tak mengerti.

"Kau lupa? Ok, aku akan ingatkan lagi." tukasnya.

"Pertemuan pertama kita ditoilet Gemilang agensi. Pertemuan kedua, kamu menabrak mobilku. Dan pertemuan ketiga, kamu menabrak ku di sini!." jelasnya.

Aku baru ingat. Iya! Dia lelaki yang sama ditoilet yang aku lihat. Dia yang bersama gadis cantik berciuman tidak tau malu itu. Cih, dasar lelaki mesum.

Saat pegangan tangannya sedikit mulai kendor, aku pun berusaha kabur. Namun apa yang terjadi, dia malah menarik pinggang ku dan langsung mencium bibirku.

Aku begitu terkesiap melihat kelakuan abnormalnya kepadaku. Aku meronta dan memukuli tubuhnya agar melepaskan ciumannya. Tapi sayang, dia semakin beringas ******* bibirku. Kedua tanganku ditariknya dan diangkat ke atas kepalaku dan dipegang dengan satu tangannya. Satu tangannya lagi memegang tengkukku agar ciuman bibir kami berdua lebih dalam.

Aditya mencium bibirku dengan ganasnya. Aku sudah tidak bisa melawannya. Tenaga ku sudah habis untuk meronta dari tadi. Yang hanya bisa aku lakukan sekarang adalah menangis. Aku menangis dengan keras dan tertahan bibir Aditya.

Aditya melepaskan ciumannya dan menatapku yang menangis tersedu-sedu. Diusapnya air mata yang mengalir dipipiku.

"Hei, kenapa kau menangis?" tanya nya tanpa dosa.

"Aku benci kamu. Aku benci kamu! Aku benci kamu, Aditya! Aku membencimu dengan seluruh hidup ku!" teriakku dengan sangat keras dan menggema ruangan kosong ini.

***

Masih lanjut yaa revisinya. Jangan lupa like, komen, dan vote ya. 🤗🤗

Terpopuler

Comments

HIATUS

HIATUS

Like ❤ like ❤ like ❤

2021-03-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Audisi
2 Bab 2. Problematika Kehidupan
3 Bab 3. Kau Seperti Pengemis!
4 Bab 4. Beban
5 Bab 5. Ciuman Pertama Ku
6 Bab 6 Calon Ibu Mertua
7 Bab. 7 Tertarik
8 Bab. 8 Mood Swing
9 Bab. 9 Permainan Akan Segera Di Mulai
10 Bab. 10 Rencana Licik Boss
11 Bab. 11 Ancaman
12 Bab. 12 Selangkah Lagi
13 Bab. 13 Awal Dari Semuanya
14 Bab. 14 Awal Yang Bahagia
15 Bab. 15 Menunggu
16 Bab. 16 Ajakan
17 Bab. 17 Kisah Kelam Aditya ( 1 )
18 Bab. 18 Kisah Kelam Aditya ( 2 )
19 Bab. 19 Identitas Baru, Kehidupan Baru
20 Bab. 20 Gangguan
21 Bab. 21 Perubahan Cinderella
22 Bab. 22 Pameran Lukisan
23 Bab. 23 Dengan Caraku
24 Bab. 24 Terjerat
25 Bab. 25 Hal Konyol
26 Bab. 26 Kesalahan
27 Bab. 27 Bodoh
28 Bab. 28 Kembalinya Sang Mantan
29 Bab. 29 Memihak
30 Bab. 30 Jangan Sentuh Milik Ku!!
31 Bab. 31 Amarah
32 Bab. 32 Suka Atau Duka?
33 Bab. 33 Tidur Bersama
34 Bab. 34 Tiba - Tiba Dingin
35 Bab. 35 Di Balik Senyuman
36 Bab. 36 Di Abaikan
37 Bab. 37 Kabur ( 1 )
38 Bab. 38 Kabur ( 2 )
39 Bab. 39 Pengawal Pribadi
40 Bab. 40 Bertemu Lagi
41 Bab. 41 Di Belakang
42 Bab. 42 Pertama
43 Bab. 43 Tindakan Bodoh
44 Bab. 44 Dampak Buruk
45 Bab. 45 Teman
46 Bab. 46 Mencari Rania
47 Bab. 47 Titik Terang
48 Bab. 48 Tidak Sebanding
49 Bab. 49 Melihatmu Kembali
50 Bab. 50 Galau
51 Bab. 51 Perasaan Apa Ini?
52 Bab. 52 Malam Pertama
53 Bab. 53 Terikat
54 Bab. 54 Berita Tersembunyi
55 Bab. 55 Kebahagiaan Dibalik Kesedihan
56 Bab. 56 Kehadiran Yang Tidak Tepat
57 Bab. 57 Banyak Anak
58 Bab. 58 Rewel
59 Bab. 59 Bedrest
60 Bab. 60 Pengkhianatan
61 Bab. 61 Menutupi
62 Bab. 62 Egois
63 Bab. 63 Mantan Teman Kencan
64 Bab. 64 Memaafkan
65 Bab. 65 Ego
66 Bab. 66 Kebiasaan Baru
67 Bab. 67 Badai Siap Menghadang
68 Bab. 68 Pengabdian
69 Bab. 69 Cara Menghabiskan Uang Suami Dengan Benar
70 Bab. 70 Negosiasi
71 Bab. 71 Malaikat Tak Bersayap
72 Bab. 72 Mirip
73 Bab. 73 Tak Lagi Sama
74 Bab. 74 Toxic
75 Bab. 75 Pengkhianatan
76 Bab. 76 Saling Menyakiti
77 Bab. 77 Mengakhiri
78 Bab. 78 Di Hantui
79 Bab. 79 Jadi Gila
80 Bab. 80 Good News? Bad News?
81 Bab. 81 Kabur
82 Bab. 82 Tak Tau Tujuan
83 Bab. 83 Ijinkan Tinggal
84 Bab. 84 Orang Baik
85 Bab. 85 Tergantikan
86 Bab. 86 Hancur Secara Tidak Langsung
87 Bab. 87 Ketemu
88 Bab. 88 Apalagi Ini?
89 Bab. 89 Titik Terendah
90 Bab. 90 Pedihnya Kehilangan
91 Bab. 91 Pelangi Setelah Badai
92 Visual Soul Mine
93 Extra Part
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab 1. Audisi
2
Bab 2. Problematika Kehidupan
3
Bab 3. Kau Seperti Pengemis!
4
Bab 4. Beban
5
Bab 5. Ciuman Pertama Ku
6
Bab 6 Calon Ibu Mertua
7
Bab. 7 Tertarik
8
Bab. 8 Mood Swing
9
Bab. 9 Permainan Akan Segera Di Mulai
10
Bab. 10 Rencana Licik Boss
11
Bab. 11 Ancaman
12
Bab. 12 Selangkah Lagi
13
Bab. 13 Awal Dari Semuanya
14
Bab. 14 Awal Yang Bahagia
15
Bab. 15 Menunggu
16
Bab. 16 Ajakan
17
Bab. 17 Kisah Kelam Aditya ( 1 )
18
Bab. 18 Kisah Kelam Aditya ( 2 )
19
Bab. 19 Identitas Baru, Kehidupan Baru
20
Bab. 20 Gangguan
21
Bab. 21 Perubahan Cinderella
22
Bab. 22 Pameran Lukisan
23
Bab. 23 Dengan Caraku
24
Bab. 24 Terjerat
25
Bab. 25 Hal Konyol
26
Bab. 26 Kesalahan
27
Bab. 27 Bodoh
28
Bab. 28 Kembalinya Sang Mantan
29
Bab. 29 Memihak
30
Bab. 30 Jangan Sentuh Milik Ku!!
31
Bab. 31 Amarah
32
Bab. 32 Suka Atau Duka?
33
Bab. 33 Tidur Bersama
34
Bab. 34 Tiba - Tiba Dingin
35
Bab. 35 Di Balik Senyuman
36
Bab. 36 Di Abaikan
37
Bab. 37 Kabur ( 1 )
38
Bab. 38 Kabur ( 2 )
39
Bab. 39 Pengawal Pribadi
40
Bab. 40 Bertemu Lagi
41
Bab. 41 Di Belakang
42
Bab. 42 Pertama
43
Bab. 43 Tindakan Bodoh
44
Bab. 44 Dampak Buruk
45
Bab. 45 Teman
46
Bab. 46 Mencari Rania
47
Bab. 47 Titik Terang
48
Bab. 48 Tidak Sebanding
49
Bab. 49 Melihatmu Kembali
50
Bab. 50 Galau
51
Bab. 51 Perasaan Apa Ini?
52
Bab. 52 Malam Pertama
53
Bab. 53 Terikat
54
Bab. 54 Berita Tersembunyi
55
Bab. 55 Kebahagiaan Dibalik Kesedihan
56
Bab. 56 Kehadiran Yang Tidak Tepat
57
Bab. 57 Banyak Anak
58
Bab. 58 Rewel
59
Bab. 59 Bedrest
60
Bab. 60 Pengkhianatan
61
Bab. 61 Menutupi
62
Bab. 62 Egois
63
Bab. 63 Mantan Teman Kencan
64
Bab. 64 Memaafkan
65
Bab. 65 Ego
66
Bab. 66 Kebiasaan Baru
67
Bab. 67 Badai Siap Menghadang
68
Bab. 68 Pengabdian
69
Bab. 69 Cara Menghabiskan Uang Suami Dengan Benar
70
Bab. 70 Negosiasi
71
Bab. 71 Malaikat Tak Bersayap
72
Bab. 72 Mirip
73
Bab. 73 Tak Lagi Sama
74
Bab. 74 Toxic
75
Bab. 75 Pengkhianatan
76
Bab. 76 Saling Menyakiti
77
Bab. 77 Mengakhiri
78
Bab. 78 Di Hantui
79
Bab. 79 Jadi Gila
80
Bab. 80 Good News? Bad News?
81
Bab. 81 Kabur
82
Bab. 82 Tak Tau Tujuan
83
Bab. 83 Ijinkan Tinggal
84
Bab. 84 Orang Baik
85
Bab. 85 Tergantikan
86
Bab. 86 Hancur Secara Tidak Langsung
87
Bab. 87 Ketemu
88
Bab. 88 Apalagi Ini?
89
Bab. 89 Titik Terendah
90
Bab. 90 Pedihnya Kehilangan
91
Bab. 91 Pelangi Setelah Badai
92
Visual Soul Mine
93
Extra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!